almanak

Kerajaan Mataram Kuno; Kerajaan Mataram Hindu-Buddha

Kerajaan Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram; ada juga yang menyebutnya Medang dan atau Medang Kamulyan. Pada awalnya terletak di Jawa Tengah.

PublishedFebruary 1, 2009

byDgraft Outline

Kerajaan Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram; ada juga yang menyebutnya Medang dan atau Medang Kamulyan. Pada awalnya terletak di Jawa Tengah.

Daerah Mataram dikelilingi oleh banyak pegunungan dan di tengahnya banyak mengalir sungai besar diantaranya sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo. Keadaan tanahnya subur sehingga pertumbuhan penduduknya cukup pesat.

Sumber-sumber Prasasti

Mengenai bukti yang menjadi sumber sejarah berlangsungnya kerajaan Mataram Kuno dapat diketahui melalui prasasti-prasasti dan bangunan candi-candi yang dapat Anda ketahui sampai sekarang.

Prasasti-prasasti yang menjelaskan tentang keberadaan kerajaan Mataram Kuno / lama tersebut yaitu antara lain:

A). Prasasti Canggal

Prasasti Canggal ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala.

Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya dan di samping itu juga diceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula Sanna kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanna).

B). Prasasti Kalasan

Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778 M, ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta.

Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk Dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Panangkaran atas permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Budha). Bangunan suci seperti yang tertera dalam prasasti Kalasan tersebut ternyata adalah candi Kalasan yang terletak di sebelah timur Yogyakarta.

C). Prasasti Mantyasih

Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih Kedu, Jateng berangka tahun 907 M yang menggunakan bahasa Jawa Kuno.

Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului Bality yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung. Untuk itu prasasti Mantyasih/Kedu ini juga disebut dengan prasasti Belitung.

D). Prasasti Klurak

Prasasti Klurak ditemukan di desa Prambanan berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.

Menurut para ahli bahwa yang dimaksud dengan arca Manjusri adalah Candi Sewu yang terletak di Komplek Prambanan dan nama raja Indra tersebut juga ditemukan pada Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda peninggalan kerajaan Sriwijaya.

Sumber Berupa Candi

Selain prasasti yang menjadi sumber sejarah adanya kerajaan Mataram ada juga banyak bangunan-bangunan candi di Jawa Tengah, yang manjadi bukti peninggalan kerajaan Mataram yaitu seperti Candi-candi pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, yang terletak di Jawa Tengah Utara.

Selanjutnya di Jawa Tengah bagian selatan ditemukan candi antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari, dan masih banyak candi-candi yang lain.

Dari prasasti-prasasti maupun candi-candi tersebut, dapat diketahui keberadaan kerajaan Mataram dalam berbagai bidang kehidupan untuk lebih jelasnya maka simak dengan baik uraian berikut ini.

Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh dua dinasti atau wangsa yaitu wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Syiwa dan wangsa Syaelendra yang beragama Budha. Pada awalnya mungkin yang berkuasa adalah wangsa Sanjaya, hal ini sesuai dengan prasasti Canggal. Perkembangan berikutnya muncul keluarga Syaelendra.

Menurut para ahli, keluarga Sanjaya terdesak oleh Keluarga Syaelendra, tetapi mengenai pergeseran kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, yang jelas kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah.

Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Syaelendra seperti yang tertera dalam prasasti Ligor, Nalanda maupun Klurak adalah Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga atau Samaragrawira. Sedangkan raja-raja dari dinasti Sanjaya yang tertera dalam prasasti Mantyasih.

Berdasarkan candi-candi peninggalan kerajaan Mataram yang berasal dari abad ke-8-9 yang bercorak Hindu terletak di Jawa Tengah bagian utara dan yang bercorak Budha terletak di Jawa Tengah bagian selatan.

Kedua dinasti tersebut akhirnya bersatu dengan adanya pernikahan antara Rakai Pikatan dengan Pramodwardhani. Pramodwardhani adalah putri dari Samaratungga. Raja Samaratungga selain mempunyai putri Pramodwardhani , juga mempunyai putera yaitu Balaputradewa (karena Samaratungga menikah dengan keturunan raja Sriwijaya).

Kegagalan Balaputradewa merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan menyebabkan ia menyingkir ke kakeknya di Sumatra dan tak lama kemudian menjadi raja di Sriwijaya. Untuk selanjutnya pemerintahan kerajaan Mataram dikuasai oleh dinasti Sanjaya dengan rajanya yang terakhir yaitu Wawa.

Pada masa pemerintahan Wawa sekitar abad ke 10, Mataram di Jateng mengalami kemunduran dan pusat penerintahan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sendok .

Mpu Sindok mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyana dengan kerajaannya Medang Mataram. Ia berkuasa sampai 947 M. Pengganti selanjutnya tidak di ketahui dengan pasti kecuali pada awal abad ke-11 muncul nama Dharmawangsa Teguh (991-1016). Ia gigih untuk menaklukan Sriwijaya. Usahanya tidak berhasil, sebaliknya ia dan keluarganya mengalami Pralaya atau kehancuran.

Kehancuran tersebut akibat serangan dari kerajaan Sriwijaya yang di bantu oleh kerajaan kecil bernama Wurawari. Salah satu anggota keluarga yang berhasil lolos dari serangan tersebut adalah Airlangga. Tahun 1019 Airlangga dinobatkan oleh pendeta Budha dan Brahmana (pendeta Hindu) menjadi raja.

Pada awal pemerintahannya Airlangga berusaha menyatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, dan melakukan pembangunan di dalam negeri dengan memindahkan ibukota kerajaan Medang dari Wutan Mas ke Kahuripan tahun 1031, serta memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, dan membangun bendungan Wringin Sapta.

Dengan demikian usaha-usaha yang dilakukan oleh Airlangga mendatangkan keamanan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Tetapi kemudian tahun 1041 Airlangga mundur dari tahtanya dan memerintahkan untuk membagi kekuasaan menjadi 2 kerajaan. Kedua kerajaan tersebut adalah Jenggan ibukota di Daka.

La dengan ibukota Kahuripan dan Panjalu (Kediri) denga. Pada awalnya pembagian kerajaan tersebut dalam rangka menghindari perebutan kekuasaan diantara putera-putera Airlangga. Tetapi ternyata hal ini yang menjadi penyebab kerajaan Medang mengalami kehancuran.

Demikianlah uraian materi tentang kehidupan politik kerajaan Mataram. Melalui uraian materi tersebut dapatlah ditarik kesimpulan tentang kehidupan ekonomi maupun kebudayaan kerajaan Mataram.

Dalam lapangan ekonomi, kerajaan Mataram Kuno mengembangkan perekonomian agraris karena letaknya di pedalaman dan daerah yang subur tetapi pada perkembangan berikutnya, Mataram mulai mengembangkan kehidupan pelayaran, hal ini terjadi pada masa pemerintahan Balitung yang memanfaatkan sungai Bengawan Solo sebagai lalu lintas.

Wangsa Sanjaya dan Syailendra

Kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu merupakan sebutan yang juga merujuk untuk dua dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya dan Syailendra.

Kerajaan yang berdiri pada abad ke-8 di tanah Jawa dengan bercorakkan Hindu-Budha ini memang berdiri dengan dua wangsa (keluarga) wangsa Sanjaya adalah Raja Sanjaya yang menggantikan Raja Sanna. Setelah Raja Sanjaya wafat kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Dapunta Syailendra, pendiri wangsa Syailendra.

Sejak itulah muncul kekuasaan dua dinasti yang lebih mencolok di Mataram. Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732, sedangkan Dinasti Syailendra yang bercorak Budha Mahayana didirikan oleh Bahanu pada tahun 752. Kedua dinasti ini berkembang dengan damai.

Di awal kepemimpinannya tidak ada masalah yang berarti, hingga muncullah perdebatan seiring dengan semakin luasnya salah satu kekuasaan di antara mereka. Berikut perkembangan yang terjadi di Dinasti Sanjaya dan Syailendra.

A. Dinasti Syailendra

Di awal kepemimpinannya, Dinasti Syailendra ini memegang kemudi terdepan dari Dinasti Sanjaya. Hal tersebut dikarenakan pada masa Dinasti Syailendra upaya politik perdagangan yang dilakukan sukup dinilai cukup berani. Pada masa pemerintahan Raja Indra tahun 782-812, Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan ke Sriwijaya.

Ekspredisi yang dilakukan ini tentu saja berdampak positif bagi majunya Dinasti dan memperluas jaringan mereka. Tidak hanya itu yang dilakukan oleh Syailendra untuk memuluskan kerja politiknya, Raja Syailendra kemudian mengadakan perkawinan politik dengan Kerajaan Sriwijaya. Puteranya Samaratungga dinikahkan dengan Dewi Tara, putri raja Sriwijaya.

Sejak itulah kekuasaan Dinasti Syailendra meluas hingga Sriwijaya, hubungan baik yang terjalin membuat Dinasti Syailendra jauh lebih dikenal oleh masyarakat dibandingkan Dinasti Sanjaya. Dinasti Syailendra yang diduga berasal dari daratan Indocina (sekarang Thailand dan Kamboja) mengadakan perlawanan pada tahun 790 melawan Chenla (Kamboja).

Kemenangan tersebut dipimpin oleh Syailendra secara langsung dan sebagai buah dari kemenangannya, ia sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun. Di tahun-tahun inilah kejayaan dinasti Syailendra tidak ada tandingannya. Hingga sampai pada pergantian Raja, Samaratungga menggantinkan ayahnya memimpin dinasti dan membangun Candi Borobudur pada tahun 812-833.

B. Dinasti Sanjaya

Sepeninggalan Raja Sanjaya, Dinasti ini seakan mati suri. Tak banyak yang tahu mengenai pergerakan dinasti ini. Hal ini membuat keluarga yang masuk ke dalam silsilah Dinasti Sanjaya tidak begitu dikenal banyak kalangan. Sampai pada suatu hari Rakai Pikatan yang merupakan pangeran Dinasti Sanjaya menikahkan anaknya dengan Pramodawarddhani, anak perempuan dari Samaratungga dan Dewi Tara, pada tahun 833-856.

Pernikahan ini menjadi buah bibir dimana-mana karena pernikahan ini terjadi dengan dua agama yang berbeda. Sejak itulah pengaruh Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan kembali di Mataram. Hal ini membuat Balaputradewa (adik dari Pramodawarddhani) melakukan perlawanan, saat itu ia meduduki posisi sebagai Raja. Namun, perlawanan ini tidak berarti apa-apa, pada akhirnya raja Balaputradewa melarikan diri ke Sriwijaya dan menjadi raja di sana.

Sejak itulah era Dinasti Syailendra berakhir dan kejayaan Dinasti Sanjaya dimulai. Sebagai tanda lahirnya kembali Dinsati Sanjaya maka dibangunlah candi Prambanan sebagai komplek candi Hindu terbesar di di Asia Tenggara. Kejayaan ini tidak berlangsung lama, hingga masa kekuasaan Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu, kembali terjadi perebutan kekuasaan. Sejak kekuasaan Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa, kekuasaan kerajaan ini tiba-tiba saja berakhir. Kehancuran ini diduga terjadi seiring bencana alam letusan Gunung Merapi terjadi.

Kerajaan Mataran Kuno yang telah dipimpin oleh Dinasti Sanjaya dan terletak di Jawa Tengah mengalami bencana alam, sehingga dianggap sebagai peristiwa pralaya, maka sesuai dengan landasan kosmologis harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa yang baru juga.

Sebagai bagian dari kekuasaan kerajaan, pada abad ke-10 cucu Sri Maharaja Daksa. Mpu Sindok, membangun kembali kerajaan ini di Watugaluh, Jawa Timur. Pada tahun 929-948, Mpu Sindok naik tahta kerajaan dan dianggap sebagai cikal bakal wangsa baru, yaitu wangsa Isana.

Masa kepemimpinan Mpu Sindok mengalami masa gelap hingga pemerintahan Dharmawangsa Airlangga di tahun 1020. Sampai pada saat itu kerajaan ini masih utuh berdiri, hingga Airlangga memutuskan untuk membagi kerajaan ini menjadi dua agar tidak terjadi perang saudara. Kerajaan tersebut akhirnya berdiri mejadi Kerajaan Pangjalu dan Kerajaan Jenggala yang kemudian kita mengenalnya dengan Kerajaan Kediri.

Sejak itulah berakhirnya Kerajaan Mataran Kuno, selain beberapa berita menyebutkan bahwa berakhirnya Mataram Kuno disebabkan oleh serangan Raja Wurawari yang bekerja sama dengan Sriwijaya saat Raja Airlangga berada di Jawa meminang putri Dharmawangsa. Entah mana dan seperti apa kejadian yang sebenarnya, namun yang diyakini bahwa pada masa kepemimpinan Airlanggalah Kerajaan Mataran Kuno ini runtuh.