almanak

Kehidupan Awal Manusia di Kepulauan Indonesia

Kehidupan Awal Manusia di Kepulauan Indonesia dapat di ketahui melalui berbagai peninggalan, baik itu artefak (benda-benda) atau sosiofak (sistem budaya). Istilah lain untuk menamakan zaman prasejarah di Indonesia yaitu zaman Nirleka, Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi zaman Nirleka zaman tidak adanya tulisan.

PublishedMarch 25, 2009

byDgraft Outline

Waktu merupakan salah satu konsep dasar sejarah selain ruang. Ia merupakan unsur penting dari sejarah, untuk melihat konstruksi gagasan, untuk memberi makna, membaca pola, perubahan dan kesinambungan.

Batas antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah memang kerap merujuk pada ada atau tidak adanya tulisan, tapi tidak sesederhana itu. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut.

Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir kurang lebih tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga waktu itulah Mesir sudah memasuki zaman sejarah dan itu tidak berarti semua wilayah.

Peristiwa masa lalu dapat diketahui secara lengkap dan mendekati kebenaran dengan adanya sumber-sumber yang beraneka ragam. Ditinjau dari wujudnya, maka sumber sejarah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:.

Sumber lisan adalah sumber sejarah yang berupa keterangan dari seseorang atau beberapa orang yang menyaksikan langsung atau mengalami langsung suatu peristiwa.

Sumber tertulis adalah sumber sejarah yang berupa keterangan tertulis mengenai suatu peristiwa/kejadian misalnya data, dokumen, babad prasasti, naskah kuno, buku, dan sebagainya.

Sumber benda adalah sumber sejarah yang berupa benda-benda peninggalan budaya atau lazim dinamakan benda purbakala, misalnya: candi, senjata, gedung, dan sebagainya.

Table of contents

Open Table of contents

I. Muncul dan Berkembangnya Kehidupan Awal di Indonesia

Dengan bantuan ilmu geologi (ilmu yang mempelajari bumi ) perkembangan bumi dari awal terbentuknya sampai dengan sekarang bisa terungkap. Menurut Ilmu Geologi, Kehidupan awal di bumi terbagi menjadi beberapa Zaman yaitu :

A. Azoikum (Belum Ada Kehidupan)

Zaman ini berlangsung sekitar 2500 juta tahun, keadaan bumi masih belum stabil dan masih panas karena sedang dalam proses pembentukan. Oleh karena itu pada zaman ini tidak ada tanda-tanda kehidupan.

B. Paleozoikum(Kehidupan Tertua)

Zaman ini berlangsung sekitar 340 juta tahun, keadaan bumi masih belum stabil dan masih terus berubah. Akan tetapi menjelang akhir dari zaman ini mulai ada tanda-tanda kehidupan yaitu dari hewan bersel satu, hewan kecil yang tidak bertulang belakang, jenis ikan, amfhibi, reptil dan beberapa jenis tumbuhan ganggang. Karena itulah maka zaman ini dinamakan pula dengan zaman primer (zaman kehidupan awal).

C. Mesozoikum (Kehidupan Pertengahan)

Zaman ini di perkirakan berlangsung sekitar 140 juta tahun, pada zaman ini kehidupan telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pohon-pohon besar muncul, amfhibi mengalami perkembangan, bahkan jenis reftil mencapai bentuk yang sangat besar sekali seperti prehistory, tyrannosaurus, brontosaurus, atlantosaurus.

Ada pula jenis reftil yang memiliki sayap dan dapat terbang selama berjam-jam, jenis ini dinamakan dengan pteranodon. zaman ini dinamakan zaman sekunder (kehidupan ke-2), adapula yang menyebut zaman ini dengan istilah zaman reftil, karena jenis hewan di dominasi oleh reftil, karena jenis hewan didominasi oleh reftil dengan bentuk yang sangat besar. Pada akhir zaman ini mulai muncul jenis mamalia.

D. Neozoikum (Kehidupan Muda)

Zaman ini diperkirakan berlangsung sekitar 60 juta tahun, zaman ini terbagi lagi menjadi zaman tersier (kehidupan ke-3) dan quarter (kehidupan ke-4). Pada zaman ini keadaan bumi telah membaik, perubahan cuaca tidak begitu besar dan kehidupan berkembang dengan pesat.

E. Zaman Tersier

Pada zaman tersier, reftil raksasa mulai lenyap, mamalia berkembang pesat, mahluk primata sejenis kera mulai ada kemudian muncul jenis orang utan sekitar 10 juta tahun yang lalu muncul jenis hewan primata yang lebih besar dari pada gorila sehingga disebut giganthropus. Hewan ini menyebar dari Afrika ke Asia Selatan, tetapi kemudian punah.

Pada masa itu pulau Kalimantan masih bersatu dengan benua Asia, sebagai buktinya jenis babi purba ( choeromous ) dari zaman ini ditemukan pula di Asia Daratan.

F. Zaman Quarter

Berlangsung sekitar 600 ribu tahun, ditandai dengan adanya tanda-tanda kehidupan manusia. zaman ini terbagi atas Diluvium (Pleistocen ) dan Alluvium (Holocen ).

Zaman Diluvium (Pleistocen), berlangsung sekitar 600 ribu tahun yang lalu, mulai muncul kehidupan manusia purba. zaman ini dinamakan pula zaman glacial (zaman es) karena es di kutub utara mencair sehingga menutupi sebagian wilayah Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara.

Pada masa ini Sumatra, Jawa, dan Kalimantan masih menyatu dengan daratan Asia, sedangkan Indonesia Timur dengan Australia. Mencairnya es di kutub telah mengakibatkan pulau-pulau di Indonesia dipisahkan oleh lautan baik dengan Asia maupun Australia.

Bekas daratan Asia yang sekarang menjadi dasar laut disebut Paparan Sunda, sedangkan bekas daratan Australia yang terendam air laut disebut Paparan Sahul, kedua paparan tersebut dipisahkan oleh Zone Wallace.

Pada masa ini hewan-hewan yang berbulu tebal seperti mamouth (gajah besar berbulu tebal ) mampu bertahan hidup. Sedangkan yang berbulu tipis migrasi ke wilayah tropis.

Perpindahan hewan dari daratan asia ke Indonesia terbagi atas dua jalur. Pertama melalui Malaysia ke Sumatra dan Jawa, kedua melalui Taiwan, Philipina ke Kalimantan dan Jawa.

Terjadi pula perpindahan manusia dari daratan Asia ke Indonesia, yaitu pitechanthropus erectus (ditemukan di Trinil) yang sama dengan sinanthropus pekinensis. Demikian juga dengan hasil kebudayaan Pacitan yang banyak ditemukan di Cina , Malaysia , Birma.

Homo wajakensis yang menjadi nenek moyang bangsa Austroloid ikut pula menyebar dari Asia ke selatan sampai ke Australia dan menurunkan penduduk asli Australia yaitu bangsa aborigin.

Zaman Alluvium (Holocen), pada masa ini kepulauan Indonesia telah terbentuk dan tidak lagi menyatu dengan Asia maupun Australia. Jenis manusia pertama yang migrasi dari Asia ke Indonesia telah tidak ada dan digantikan oleh jenis manusia bijak ( homo sapiens ).

II. Kronologis Perkembangan Biologis Manusia di Kehidupan awal

Adanya Kehidupan awal manusia di Kepulauan Indonesia dapat di ketahui melalui berbagai fosil. Berdasarkan penelitian, Indonesia diketahui sudah dihuni oleh manusia sangat lama. Manusia pada masa lalu diduga telah memiliki kemampuan untuk mengembangkan kehidupan awal dengan kebudayaan yang sangat sederhana dan kemampuan berfikir terbatas.

Fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup yang telah membatu karena adanya proses kimiawi. Fosil merupakan peninggalan masa lampau yang sudah tertanam ratusan peninggalan masa lampau yang sudah tertanam ratusan bahkan ribuan tahun di dalam tanah.

Berikut ini beberapa penemuan fosil manusia purba yang menjadi bukti adanya kehidupan awal di Indonesia.

A. Meganthropus Paleo Javanicus

Manusia Jawa tertua yang berbadan besar, yang hidup di Jawa sekitar 2-1 juta tahun silam. Manusia ini mempunyai ciri biologis berbadan besar, kening menonjol, tulang pipi tebal, rahang besar dan kuat, makanan utamanya adalah tumbuhan dan buah-buahan, hidup dengan cara food gathering (mengumpulkan makanan ). Ralph von Koenigswald menemukan fosil dari rahang bawah manusia jenis ini di Sangiran (lembah Bengawan Solo) pada 1941.

B. Pitechanthropus

Diartikan dengan manusia kera, fosilnya paling banyak ditemukan di Indonesia. Mereka hidup dengan cara food gathering dan berburu. Pitechanthropus terbagi kedalam beberapa jenis yaitu: pitechanthropus mojokertensis, robustus, dan erectus.

1. Pitechanthropus mojokertensis, fosilnya ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1936, dalam bentuk tengkorak anak-anak berusia 5 tahunan di Mojokerto (lembah Bengawan Solo). Hidup sekitar 2,5 – 2,25 juta tahun lalu. Ciri – ciri biologisnya antara lain: muka menonjol kedepan, kening tebal dan tulang pipi yang kuat..

2. Pitechanthropus robustus, fosilnya ditemukan oleh Wiedenreich dan Koenigswald di Trinil (Ngawi, Jawa Timur) 1939. Ciri biologisnya hampir sama dengan pitechathropus mojokertensis, bahkan Koenigswald menganggapnya masih dari jenis yang sama.

3. Pitechanthropus erectus (Manusia Kera Berjalan Tegak), fosilnya ditemukan oleh Eugene Dubois di Trinil (Ngawi, Jatim) pada 1890. Mereka hidup sekitar 1 juta sampai 600 ribu tahun yang lalu. Ciri biologisnya bertubuh agak kecil, badan tegap, pengunyah yang kuat, volume otak 900 cc, kemampuan berfikir masih rendah, menurut pendapat teuku jakob, manusia ini telah bisa bertutur.

C. Homo

1. Homo Soloensis, fosilnya ditemukan antara 1931 -1934 oleh Von Koenigswald, di sepanjang lembah Bengawan Solo. Homo soloensis diperkirakan hidup antara 900-200 ribu tahun lalu. Ciri biologis diantaranya bentuk tubuh tegak, kening tidak menonjol. Menurut Koenigswald, jenis ini lebih tinggi tingkatannya dari pitechanthropus erectus.

2. Homo wajakensis, fosilnya ditemukan oleh Rietschoten dan Dubois antara tahun 1888-1889 di desa Wajak (Tulung Agung ). Ciri biologisnya: tinggi mencapai 130-210 cm, berat badan sekitar 30 – 150 kg, volume otak sampai dengan 1300cc. Mereka hidup dengan makanan yang telah dimasak walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana.

III. Periodisasi Perkembangan Budaya Masyarakat Awal

Berdasarkan arkeologi (ilmu yang mempelajari peninggalan purbakala dari manusia prasejarah ), perkembangan kehidupan awal manusia di kepulauan Indonesia dapat digolongkan menjadi beberapa periode kebudayaan yaitu periode zaman batu (batu tua, batu tengah, batu muda, batu besar) dan zaman logam-perunggu).

A. Paleolitikum (Zaman Batu Tua)

Ciri kehidupan awal dari zaman ini adalah peralatan buat dari batu masih kasar dan belum diasah. Alat dari batu ini dibuat dengan cara membenturkan batu yang satu dengan yang lainnya, pecahan batu yang menyerupai kapak kemudian mereka gunakan sebagai alat.

Cara hidup manusia pada zaman paleolitikum adalah: nomad dalam kelompok kecil , tinggal dalam gua atau ceruk karang, berburu. Mengumpulkan makanan ( food gathering ). Menurut Teuku Tacob, bahasa sebagai alat komunikasi telah ada dalam tingkat sederhana. Berdasarkan tempat penemuannya, zaman paleolitikum terbagi atas kebudayaan Pacitan dan Ngandong.

Kebudayaan Pacitan, peralatan yang dihasilkan adalah kapak genggam, alat penetak ( chopper ), ditemukan oleh Koenigswald 1935. Selain di Pacitan, alat – alat tersebut ditemukan pula di beberapa daerah seperti : Sukabumi (Jabar), Parigi, Gombong (Jateng) , Lahat (Sumsel), Lampung, Bali, Sumbawa, Flores, Sulsel. Alat-alat tersebut ditemukan pada lapisan yang sama dengan ditemukannya fosil Pitechanthropus Erectus.

Kebudayaan Ngandong, peralatan yang ditemukan adalah flakes (alat serpih) berupa pisau atau alat penusuk. Disamping itu ditemukan pula peralatan dari tulang dan tanduk. Berupa belati, mata tombak yang bergerigi, alat pengorek ubi, tanduk menjangan yang diruncingkan dan duri ikan pari yang diruncingkan.

Alat-alat tersebut ditemukan pula di daerah lain seperti di Sangiran dan Sragen (Jateng). Manusia pendukung kebudayaan Ngandong adalah homo soloensis dan homo wajakensis, karena ditemukan pada lapisan tanah yang sama dengan peralatan kebudayaan Ngandong.

B. Mesolitikum (Zaman Batu tengah)

Ciri kehidupan awal dari zaman Mesolitihkum adalah peralatan dari batu yang telah diasah bagian yang tajamnya. zaman ini merupakan peralihan dari paleolitikum ke neolitikum. Yang menarik dari zaman messolithikum adalah ditemukannya tumpukan sampah dapur yang kemudian diberi istilah kjokkenmoddinger dan abris sous roche oleh penelitinya yaitu Callenfels (dijuluki bapak pra sejarah).

Kjokkenmoddinger adalah tumpukan kulit kerang dan siput yang telah membatu, banyak dijumpai di pinggir pantai. Sedangkan abris sous roche adalah tumpukan dari sisa makanan yang telah membatu di dalam gua.

Cara hidup mesolitikum adalah sebagian masih food gathering dan berburu tetapi sebagian telah menetap dalam gua dan bercocok tanam sederhana (berladang) menanam umbi-umbian. Telah pula menjinakan hewan dan menyimpan hewan buruan sebagai langkah awal untuk berternak.

Mereka telah membuat gerabah, mengenal kesenian dalam bentuk lukisan di dinding gua (lukisan gua) ketika mereka telah menetap. Lukisan tersebut berupa gambar telapak tangan berlatar belakang warna merah, gambar babi rusa yang tertancap panah (di Gua Leang-leang – Sulsel).

Di gua pulau Muna , ditemukan berbagai lukisan manusia, kuda, rusa, buaya, anjing. Di Maluku dan Papua, lukisan gua dalam bentuk gambar cap tangan, kadal, manusia, burung, perahu, mata, matahari. Lukisan Gua menjadi ciri dan transisi kehidupan awal manusia yang sudah mengenal seni.

Mesolitikum terbagi atas 3 kelompok budaya : kebudayaan fleks, ( fleks culture ), kebudayaan pebble ( pebble culture ), kebudayaan tulang ( bone culture ). Kebudayaan ini didukung oleh manusia dari jenis Papua Melanesoid yang berasal dari Indo-Cina.

Fleks Culture, peralatan berupa alat serpih yang telah ada zaman paleolitikum, menjadi sangat penting pada zaman mesolitikum, sehingga memunculkan corak tersendiri.

Terutama setelah mendapatkan pengaruh dari budaya daratan. Dua orang peneliti berkebangsaan Swiss (Fritz Sarasin dan Paul Sarasin ) antara 1893-1896, melakukan penelitian di Sulsel, dan berhasil menemukan fleks.

Peralatan sejenis juga ditemukan di daerah lain yaitu Bandung (fleks dari obsidian yaitu batu hitam yang indah), Flores, NTT dan Timor. Flakes culture merupakan pengaruh dari Asia Daratan yang masuk ke Indonesia melalui jalur timur yaitu Jepang, Taiwan, Philipina, Sulawesi.

Pebble Culture, peralatan berupa kapak genggam Sumatra ( pebble ), kapak pendek ( hacte curte ), batu penggiling, pisau, Callenfels pada 1925, melakukan penelitian di pesisir Sumatra dan menemukan peralatan di atas bersama kjokkenmoddinger.

Pebble culture merupakan pengaruh dari kebudayaan bacson hoabinh (Indo-Cina) yang masuk ke Indonesia melalui jalur barat yaitu Malaka dan Sumatra.

Bone culture, penelitian dilakukan oleh Callenfels 1928-1931 di Ponorogo. Peralatan tersebut ditemukan bersama dengan abris sous roche di gua-gua. Ditemukan pula fosil dari jenis manusia Papua melanesoide, yang merupakan nenek moyang orang Papua (Irian). Peralatan dan fosil sejenis di temukan pula di besuki dan Bojonegoro.

C. Neolitikum (Zaman batu muda)

Ciri kehidupan awal zaman batu muda adalah pemakaian peralatan dari batu yang telah diasah halus karena telah mengenal teknik mengasah. Pada zaman ini terjadi revolusi kehidupan (perubahan dari kehidupan nomad dengan food gathering menjadi menetap dengan food producing ).

Cara hidup pada zaman neolitikum adalah hidup menetap, bertempat tinggal dekat sumber air, food producing (menghasilkan makanan dari bercocok tanam dan berternak walaupun berburu masih dilakukan terutama pada waktu senggang).

Membuat rumah bertonggak dengan atap dari daun-daunan membuat kain dari kulit kayu (ditemukan pemukul kulit kayu), membuat perahu atau rakit, membuat perhiasan dari batu-batu kecil indah. Menurut penelitian Kem mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa melayu Polinesia.

Pada akhir zaman ini telah dikenal kepercayaan dalam bentuk animisme (kepercayaan tentang adanya arwah nenek moyang yang memiliki kekuatan gaib ) dan dinamisme (kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap memilki kekuatan gaib).

Mereka percaya bahwa setelah mati ada kehidupan lain sehingga diadakanlah berbagai upacara terutama bagi kepala sukunya. Mayat yang dikubur disertai dengan berbagai macam benda sebagai bekal di alam lain.

Dan sebagai peringatan maka dibangunlah berbagai monumen (bangunan) yang rutin diberi sajian agar arwah yang meninggal (leluhur) melindungi dan memberikan kesejahteraan bagi sukunya.

Pada zaman ini pembuatan gerabah memegang peranan penting sebagai wadah atau tempat dalam kehidupan sehari-hari. Adapula gerabah yang digunakan untuk keperluan upacara dan gerabah yang dibuat dengan indah baik bentuk maupun hiasannya.

Berdasarkan peralatannya kebudayaan zaman neolithikum di bedakan menjadi kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong berasal dari heine geldern berdasarkan kepada penampang yang berbentuk persegi panjang dan lonjong.

Kebudayaan kapak persegi, kebudayaan kapak persegi berasal dari Asia Daratan yang menyebar ke Indonesia melalui jalur barat melalui Malaka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusatenggara.

Terdapat kapak persegi ukuran kecil (digunakan sebagai fungsi kapak) dan yang ukuran besar (digunakan sebagai fungsi beliung atau cangkul). Di beberapa daerah ditemukan bekas-bekas pusat kerajinan kapak persegi seperti di Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi, Purwakarta, Tasik (Jabar), Pacitan (Jatim).

Kebudayaan kapak persegi didukung oleh manusia proto melayu (melayu tua ) yang migrasi ke Indonesia menggunakan perahu bercadik sekitar 2000 sm. Yang merupakan keturunan ras melayu tua adalah suku Sasak, Toraja, Batak dan Dayak. Di Minahasa (Sulaweis) ditemukan kapak bahu, sejenis kapak persegi diberi leher untuk pegangannya.

Kebudayaan kapak lonjong, ukuran kapak lonjong ada yang besar ( walzenbeli ) dan kecil ( kinbeli ), sering di sebut dengan istilah neolith papua karena penyebarannya terbatas di wilayah Papua dikembangkan oleh bangsa Papua melaneside.

Dari peralatan yang ditemukan, baik kapak persegi maupun kapak lonjong dibuat dari batu api ( chalcedon ), terdapat pula kapak yang tidak terdapat tanda-tanda bekas dipakai dalam bentuk yang indah (sebagai alat berharga, lambing kebesaran atau jimat).

D.Zaman Logam dan Perunggu

Kebudayaan perunggu di Asia Tenggara merupakan pengaruh dari kebudayaan dongson, yang berkembang di Vietnam, Geldern berpendapat bahwa kebudayaan dongson berkembang paling muda sekitar 300 sm pendukung kebudayaan perunggu adalah bangsa Deuteuro Melayu (melayu muda) yang migrasi ke Indonesia sambil membawa kebudayaan dongson. Keturunannya adalah Jawa, Bali,Bugis, Madura, dll.

Bahkan ditemukan beberapa bukti bahwa telah terjadi pembaruan antara melayu monggoloide (proto melayu dengan deuteuro melayu) dan papua melaneside.

Ciri zaman perunggu adalah pemakian peralatan dari logam yang dikembangkan melalui tehnik bivalve (rangkap) dan a cire perdue (cetak lilin). Namun bukanlah berarti setelah itu peralatan dari batu dan gerabah ditinggalkan karena masih terus dipergunakan bahkan sampai sekarang.

Ciri kehidupan pada zaman perunggu adalah telah terbentuk perkampungan yang teratur dipimpin oleh kepala suku atau ketua adat, tinggal dalam rumah bertiang yang besar yang bagian bawahnya dijadikan tempat ternak, bertani (berladang dan bersawah) dengan system irigasi sehingga pengairan tidak selalu bergantung kepada hujan.

Telah terdapat pembagian kerja berdasarkan keahlian sehingga munculah kelompok undagi (tukang yang ahli membuat peralatan logam). Mereka telah menguasai ilmu astronomi (untuk kepentingan pelayaran dan pertanian ) dan membuat perahu bercadik.

Beberapa hasil budaya pada zaman perunggu adalah kapak corong (kapak sepatu), candrasa (kapak corong yang salah satu sisinya memanjang), terdapat candrasa dan kapak corong yang indah dan tidak ada tanda-tanda bekas digunakan.

Nekara (seperti dandang tertulungkup), moko (nekara yang lebih kecil), terdapat berbagai perhiasan seperti garis lurus, piln-pilin, binatang, rumah, perahu, lukisan orang berburu, tari dan lukisan orang cina (monggol).

Selain itu mereka membuat bejana perunggu (berbentuk seperti periuk yang gepeng) dengan hiasan indah (dalam bentuk garis dan burung merak). Arca perunggu berupa arca (ditemukan di Bangkinang – Sulsel, Bogor-Jabar, dan Riau ) perhiasan perunggu seperti gelang, kalung, anting, dan cincin.

E. Trasidi Megalit (Batu Besar)

Disebut kebudayaan batu besar karena pada umumnya menghasilkan kebudayaan dalam bentuk monumen yang terbuat dari batu berukuran besar. Kebudayaan ini muncul pada akhir zaman neolhitikum, tetapi perkembangannya justru terjadi pada zaman perunggu (kebudayaan dongson ) dan bahkan setelahnya.

Hasil-hasil dari kebudayaan megalit memberikan petunjuk kepada kita mengenai perkembangan kehidupan awal manusia yang melahirkan sistem kepercayaan, terutama pemujaan terhadap arwah nenek moyang, yang memang telah mulai nampak pada akhir zaman neolithikum berikut ini adalah hasil-hasil budaya megalhitikum:

Menhir adalah tugu batu yang terbuat dari batu tunggal, yang berfungsi sebagai tanda peringatan dan melambangkan arwah nenek moyang sehingga menjadi bendapemujaan , menhir banyak ditemukan di Pasemah, Lahat, Sungai Talang Koto (Sumatra), Nagada (Flores).

Dolmen adalah meja batu tempat sesaji, ada dolmen yang disangga oleh menhir dan ada pula yang digunakan sebagai penutup keranda atau sarchopagus, yang demikian dinamakan dengan pandhusa.

Sarcophagus (Keranda) adalah peti mati tempat penyimpanan mayat yang berbentuk lesung terbuat dari batu utuh yang diberi tutup. Di Bali ditemukannya keranda yang berisi tulang belulang manusia, barang perunggu serta manik-manik.

Kubur batu adalah peti mayat yang dipendam di dalam tanah berbentuk persegi panjang dengan ke empat sisinya di buat dari lempengan – lempengan batu. Ada pula yang disebut waruga, yaitu kubur batu yang berbentuk bulat. Kubur batu banyak ditemukan di Kuningan (Jabar), Pasemah (Sumatra), Wonosari (Yogja) dan Cepu (Jateng).

Punden berundak adalah bangunan pemujaan terhadap roh nenek moyang yang berupa susunan batu bertingkat. Banyak ditemukan di Banten, Garut, Kuningan, Sukabumi (Jabar). Dalam perkembangan selanjutnya, punden berundak merupakan dasar dalam pembuatan candi, bangunan keagamaan maupun istana.

Selain itu ditemukan pula hasil budaya megalitikum dalam bentuk patung atau arca manusia yang menggambarkan wujud nenek moyang atau arca binatang. Banyak ditemukan di daerah Pasemah (Sumatra), sementara di di Lembah Bada (Sulawesi Tengah) ditemukan patung manusia (laki-laki dan perempuan).