almanak

Kerajaan Singasari, Kisah Ken Arok dan Sejarahnya

Kerajaan Singasari (Singhasari atau kadang Singosari) merupakan kerajaan yang berada di Jawa Timur. Berdiri tahun 1222 dan berakhir tahun 1292. Raja terakhirnya adalah Krtanegara.

PublishedSeptember 3, 2009

byDgraft Outline

Lokasi Singasari ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang. Nama kerajaan ini sebenarnya adalah Kerajaan Tumapel, yang beribu kota di Kutaraja. Namun ibu kotanya dipindahkan ke Singasari pada pemerintahan Raja Kertanegara (Kertanagara), sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan Kerajaan Singasari dibandingkan dengan Tumapel.

Sejarah kemunculan Kerajaan Singasari banyak didasarkan pada kitab Pararaton yang memunculkan tokoh bernama Ken Arok. Setengah dari kitab itu menceritakan tokoh Ken Arok. Tokoh ini merupakan pendiri Kerajaan Singasari, atau sebelumnya dikenal dengan Tumapel.

Awalnya Tumapel adalah wilayah di bawah Kerajaan Kadiri. Jabatannya disebut dengan akuwu yang kala itu dipegang Tunggul Ametung beristrikan wanita cantik bernama Ken Dedes.

Table of contents

Open Table of contents

Ken Arok dan Tumapel dalam Kitab Pararaton

Ken Arok lahir di sebuah desa bernama Pangkur. Ibunya bernama Ken Ndok. Selama berada dalam janin ibunya, ia mendapatkan titisan Dewa, yang diramalkan akan menjadi seorang raja besar.

Bapaknya meninggal sebelum Ken Arok lahir. Setelah ibunya melahirkannya, ia dibuang dan ditemukan oleh seorang perampok bernama Lembong. Menginjak usia remaja, Ken Arok menjadi pribadi yang jahat sesuai dengan didikan dan asuhan Ki Lembong. Berjudi, merampok dan mencuri menjadi kegemarannya.

Ken Arok banyak menghabiskan harta Ki Lembong dalam berjudi. Hal ini membuat Ki Lembong marah, lalu mengusir Ken Arok. Kemudian Ken Arok diasuh oleh Bango Samparan, seorang penjudi dan menganggap Ken Arok pembawa keberuntungan dalam berjudinya.

Namun Ken Arok tak betah karena istri tertua Bango Samparan tak menyukainya. Ken Arok pun kabur dan menjadi perampok terkenal dan ditakuti di wilayah Tumapel, termasuk Kadiri.

Suatu hari, Ken Arok didatangi seorang brahamana dari India bernama Lohgawe. Ia datang ke tanah Jawa mencari Ken Arok karena dianggap sebagai titisan wisnu. Bahkan Ken Arok diramalkan akan menjadi seorang raja besar.

Oleh karenanya, Lohgawe membawanya ke Tumapel untuk menemui Tunggul Ametung. Lohgawe meminta Tunggul Ametung menerima Ken Arok untuk mengabdi di Tumapel. Tunggul Ametung tak menolaknya, dan menjadikannya sebagai pengawal akuwu.

Kisah dimulai dari ketertarikan Ken Arok terhadap istri Tunggul Ametung, yakni Ken Dedes. Ketertarikan tersebut menimbulkan hasrat dirinya untuk merebut Ken Dedes dari Tunggul Ametung.

Sebenarnya perkawinan Ken Dedes dengan Tunggul Ametung didasarkan pada keterpaksaan. Hal ini membuat Ken Arok berusaha keras untuk merebutnya, ditambah dengan respon positif dari Ken Dedes terhadap Ken Arok. Disamping itu, dia berhasrat merebut Tumapel.

Ken Arok menemui bapak angkatnya, Bango Samparan untuk dimintai bantuan. Dia disarankan untuk menemui Mpu Gandring, teman seperguruan Bango Samparan. Mpu Gandring adalah seorang pembuat pusaka ampuh.

Ken Arok memintanya untuk dibuatkan sebilah keris ampuh, yang dipergunakan untuk membunuh Tunggul Ametung. Mpu Gandring menyanggupi, tapi meminta waktu setahun agar dapat menghilangkan kekuatan jahat yang terdapat pada bahan keris.

Waktu setahun dianggap terlalu lama oleh Ken Arok, dan memaksa Mpu Gandring menyelesaikannya dalam waktu lima bulan.

Lima bulan berlalu. Ken Arok kembali menemui Mpu Gandring. Keris itu belum rampung, belum sempurna. Tetapi Ken Arok mengambilnya secara paksa dan menusukannya pada Mpu Gandring.

Kembali ke Tumapel, keris ampuh itu dia pinjamkan pada teman pengawalnya, Kebo Hijo. Salahnya, Kebo Hijo memamerkan keris tersebut kepada teman-temannya di lingkungan Tumapel. Itu merupakan tak-tik licik Ken Arok.

Malamnya, keris yang dipinjamkan diambil saat Kebo Hijo terlelap dalam tidurnya. Ken Arok masuk ke dalam kamar Tunggul Ametung yang berada di samping Ken Dedes. Tunggul Ametung memiliki ilmu kebal, tapi bisa tewas oleh keris ampuh tersebut.

Satu-satunya saksi mata dalam pembunuhan itu adalah Ken Dedes. Keris itu masih tertancap pada mayat Tunggul Ametung saat para pengawal melihat mayatnya. Kebo Hijo dijadikan kambing hitam, dan ia diseret ke istana Tumapel. Langsung dieksekusi saat itu juga.

Ken Arok mendeklarasikan dirinya sebagai akuwu Tumapel menggantikan Tunggul Ametung. Tak ada yang berani menolak keputusan tersebut.

Tahun 1922, kaum brahmana berselisih dengan Kerajaan Kadiri. Para pendeta itu meminta dukungan dan perlindungan kepada Ken Arok. Kebetulan dia tengah mempersiapkan diri untuk melawan Kadiri dan ingin memisahkan Tumapel dari Kadiri.

Kadiri kala itu dipegang oleh Kertajaya atau Dhandhang Gendis. Terjadilah pemberontakan terhadap Kadiri. Peperangan tersebut membuahkan kemenangan. Kadiri pun hancur. Tumapel menjadi kerajaan yang membawahi Kadiri dan kerajaan kecil lainnya.

Suksesi di Lingkungan Tumapel

Masih mengacu pada Pararaton, Ken Dedes melahirkan seorang anak bernama Anusapati. Dalam pernikahan antara Ken Arok dan Ken Dedes juga melahirkan dua orang anak bernama Mahesa Wong Ateleng atau Bhatara Parameswara dan Guningbhaya.

Anusapati masih mengira, bahwa ayahnya adalah Ken Arok. Atas cerita yang dikisahkan ibunya diketahui, bahwa ayahnya adalah Tunggul Ametung yang telah dibunuh oleh Ken Arok. Hal ini membuat Anusapati melancarkan pembalasan dendam.

Tahun 1247, Anusapati mendapatkan keris Mpu Gandring. Anusapati menyuruh pembantunya untuk membunuh Ken Arok saat makan. Ken Arok mati. Untuk menghilangkan jejaknya, pembantu tersebut dibunuh oleh Anusapati.

Sejak itu, Anusapati naik tahta menjadi raja menggantikan Ken Arok. Selama Anusapati menjadi raja, ia dirundung kegelisahan. Takut jika dirinya menjadi sasaran balas dendam anak-anaknya Ken Arok.

Ternyata benar, salah seorang anak Ken Arok dari selir Ken Umang, yakni Tohjaya kembali membalas perbuatan Anusapati.

Anusapati memiliki kegemaran mengadu ayam. Suatu hari, Tohjaya mengajaknya mengadu ayam. Tanpa rasa curiga, Anusapati menuruti. Saat menikmati adu ayam, Anusapati ditusuk oleh Tohjaya dengan keris buatan Mpu Gandring tadi. Peristiwa terbunuhnya Anusapati terjadi tahun 1249.

Anusapati tewas, Tohjaya naik tahta menjadi Raja Tumapel. Sayangnya, saling membunuh ternyata tak berakhir di sini. Tohjaya mati dalam pemberontakan yang dilakukan oleh anak Anusapati, yaitu Ranggawuni alias Seminingrat alias Wisnuwardhana tahun 1250. Kematian Tohjaya membuat Ranggawuni naik tahta menggantikan Tohjaya.

Suksesi raja-raja yang terjadi di lingkungan Tumapel banyak menumpahkan darah, yang diawali dengan saling balas dendam dan perebutan kekuasaan. Tapi raja terakhir Tumapel yaitu Kertanegara naik tahta tahun 1272 secara damai

. Dia menggantikan ayahnya, Ranggawuni karena meninggal secara wajar. Selama pemerintahan sebelum Kertanegara, tak banyak hal menuju keadaan negeri yang lebih baik.

Masa kejayaan Tumapel terjadi pada masa Raja Kertanegara. Ibu kota Tumapel yang berada di Kutaraja dipindahkan oleh Kertanegara ke Singasari. Semenjak itu, kerajaan inipun lebih dikenal dengan nama Kerajaan Singasari.

Permusuhan antara anak-anak Ken Arok dengan anak-anak Tunggul Ametung juga berakhir setelah Kertanegara (keturunan Tunggul Ametung) menikahi cucu Ken Arok bernama Waning Hyun.

Cucu Mahesa Cempaka (cucu Ken Arok), yakni Raden Wijaya—yang nantinya mendirikan Majapahit setelah Singasari runtuh—menikah dengan empat putri Kertanegara.

Berbagai Versi

Dalam kitab Nagarakretagama, tidak menyebutkan sedikitpun nama Ken Arok sebagai raja pertama dan pendiri Singasari. Nama yang disebutkan dalam kitab tersebut adalah Rangga Rajasa Sang Girinathaputra meski tahun berdirinya sama.

Jika dalam Pararaton raja pertamanya Ken Arok dari tahun 1227 hingga 1247, dalam Nagarakretagama dari tahun 1222 hingga 1227. Nama Tohjaya juga tak disebutkan sebagai raja Singasari. Bahkan namanya pun tak ada. Sepeninggal Anusapati, yang menjadi raja adalah Wisnuwardhana alias Ranggawuni.

Sementara dalam prasasti Mula Malurung yang dikeluarkan oleh Kertanagara atas perintah ayahnya (Wisnuwardhana), nama Tohjaya disebutkan. Namun bukan sebagai raja Tumapel atau Singasari, melainkan raja Kadiri menggantikan adiknya bernama Guningbhaya.

Pada prasasti tersebut disebutkan pula raja pertama Singasari, yaitu Rajasa yang bergelar Bhatawa Siwa. Diketahui bahwa dalam Pararaton, Ken Arok pernah menggunakan nama Bhatara Siwa sebelum menjadi raja Singasari.

Dalam prasasti tersebut, kerajaan terpecah. Putra Ken Arok bernama Mahesa Wong Ateleng tak terima dengan aksi Anusapati, dan dia tak mau berada di bawah perintah Anusapati.

Dia pun mendirikan kerajaan Kadiri, dan menjadi raja di sana. Kerajaan Tumapel atau Singasari ini disebut sebagai pemerintahan bersama karena ada dua raja yang memerintah meski Kadiri masih berada dalam kekuasaan Tumapel.

Ini juga sebagai bentuk rekonsiliasi antara keluarga Ken Arok dengan keluarga Tunggul Ametung. Pada Pararaton dan Nagarakretagama juga disebutkan mengenani perpecahan tersebut, yang disebut dengan pemerintahan bersama Ranggawuni dengan Narasingamurti. Dalam Pararaton, disebutkan bahwa Narasingamurti adalah nama lain dari Mahesa Cempaka (cucu Ken Arok).

Perkembangan hingga Keruntuhan Singasari

Dalam pemerintahan Raja Kertanegara, dia pernah mengembangkan wawasannya ke wilayah nusantara, dia ingin menguasai wilayah nusantara. Tapi tidak kesampaian karena Singasari keburu hancur atas pemberontakan yang dilakukan oleh bupati Gelanggelang bernama Jayakatwang tahun 1292.

Sebelum terjadi pemberontakan tersebut, tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol.

Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.

Tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol.

Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.

Atas kesibukan ekspansi tersesebut, pasukan dalam lingkungan kerajaan lemah karena banyaknya pasukan yang diberangkatkan dalam ekspansi tersebut. Hal itu dimanfaatkan oleh bupati Gelanggelang bernama Jayakatwang.

Dia merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanagara. Tahun 1292, Jayakatwang menyerang istana kerajaan. Dalam serangan tersebut, Kertanegara mati terbunuh. Setelah itu, Kerajaan Singasari pun runtuh dan berakhir. Jayakatwang sendiri menjadi raja dan membangun ibu kota baru di Kadiri.

Namun, Raden Wijaya selamat dari pembunuhan. Ia mendapatkan ampunan dari Jayakatwang dan diberikan hak untuk mendirikan sebuah desa yang bernama desa Majapahit. Tahun 1293 datang pasukan Mongol untuk menaklukkan Jawa.

Jayakatwang penguasa Kadiri dikalahkan oleh pasukan Mongol. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa.

Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Singasari. Dia menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.