almanak

Kapak Genggam, Peninggalan Zaman Paleolitik

Disebut kapak genggam karena alat ini digunakan dengan cara digenggam. Mirip dengan kapak tetapi tidak bertangkai

PublishedNovember 18, 2009

byDgraft Outline

Kapak Genggam, Peninggalan Zaman Paleolitik
Image by José-Manuel Benito Álvarez/wikicommons

Istilah Kapak genggam di Indonesia kadang menjadi rancu dengan istilah kapak perimbas. Secara sederhana keduanya memang mempunyai fungsi dan cara pemakaian yang sama tapi kedua teknologi ini berbeda, baik dari segi bentuk, maupun periode waktu penggunaan-nya. Kapak ini sering dikaitkan dengan keberadaan Homo Erectus.

Kapak Perimbas adalah alat batu yang digunakan pada masa awal berburu dan mengumpulkan makanan. Bentuknya masif atau utuh dan tajamannya cembung ( konveks ) atau kadang juga lurus yang diperoleh melalui pemangkasan sederhana pada salah satu sisi. Kulit batu masih melekat pada bagian besar permukaan batunya.

Sedangkan kapak genggam ( hand axe ) adalah salah satu varian dari Kapak Perimbas yang mulai digunakan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Bentuk alat ini agak panjang dan meruncing. Bagian tajamnya disiapkan melalui penyerpihan terjal pada permukaan atas menuju pinggiran batu.

Kulit batu yang melekat pada pangkal batu disesuaikan dengan tingkat kenyamanan saat digenggam dan digunakan. Oleh karennya dapat disimpulkan bahwa kapak genggam merupakan bentuk kapak perimbas yang lebih ‘modern’.

Table of contents

Open Table of contents

Sebaran Kapak Genggam dan Budaya Acheulean

Dalam Budaya Kapak Genggam dikenal istilah Acheulean. Istilah ini diambil dari nama sebuah situs arkeologi di Prancis; situs Saint-Acheul yang menjadi gudang ditemukan kapak genggam berbentuk oval.Budaya kapak Acheulean terkait dengan Homo erectus hingga Homo heidelbergensis.

Kapak Genggam Acheulean diproduksi selama era Palaeolitik. Di Afrika, sebagian besar Asia dan Eropa, temuan artefact kapak batu tersebut berada pada lapisan sisa-sisa kehidupan Homo erectus. Diperkirakan bahwa teknologi Acheulean pertama kali dikembangkan sekitar 1,7 juta tahun yang lalu yang merupakan bentuk pengembangan teknologi Oldowan atau kapak perimbas yang terkait dengan Homo habilis.

Budaya Kapak Genggam Acheulean setidaknya masih digunakan hingga kurun Paleolitik Tengah dan diduga masih bertahan hingga 130.000 tahun yang lalu. Di Eropa dan Asia Barat, Neanderthal diperkirakan mengadopsi teknologi Acheulean, sekitar 160.000 tahun yang lalu.

Gambar Kapak Genggam Biface
Image by José-Manuel Benito Álvarez/wikicommons

Kapak jenis ini ditemukan Von Koeningswald (1935) di wilayah Pacitan, Jawa Timur. Hasil penyelidikannya menunjukkan bahwa kapak genggam di wilayah tersebut berasal dari lapisan budaya Trinil atau masa Pleistosen Tengah.

”Pleistosen: (Geo); kala waktu geologi berlangsung antara 1.808.000 hingga 11.500 tahun yang lalu; bagian awal dari zaman kuarter; zaman diluvium”.

Von Koeningswald menyimpulkan pendukung budaya kapak genggam tersebut adalah Pithecanthropus erectus. Penemuan yang sama juga terdapat di wilayah Peking (Tiongkok), di goa-goa Choukoutien tempat sejumlah fosil yang mirip dengan Pithecantropus erectus ditemukan, yang kemudian disebut Sinanthropus pekinensis.

Hasil penelitian dan ekskavasi pada tahun 1990 di beberapa wilayah Pegunungan Seribu oleh tim Indonesia-Prancis dipastikan bahwa kapak genggam juga digunakan oleh saudara jauh kita, Homo erectus.

Wilayah penemuan kapak genggam selain di daerah Punung, Pacitan Jawa Timur juga diketemukan di Semenanjung Malaka, di Jampang Kulon, Sukabumi (Jawa Barat), di wilayah Parigi (Jawa Timur), di Tambang Sawah (bengkulu), Lahat (Sumatra Selatan), dan Kalianda (Lampung).

Awangbangkal (Kalimantan), Kalimantan Barat, Cabenge (Sulawesi), Nusa Tenggara, Sembiran dan Terunyan (Bali), Flores dan tempat-tempat lainnya. Kapak genggam semacam ini juga diketemukan di Afrika, wilayah Eropa, Asia Tengah, hingga wilayah Punjab di India, Cina Selatan sampai wilayah Filipina.

Sumatralith, Varian di Indonesia

Sejumlah kapak genggam yang ditemukan di Indonesia dikenal dengan istilah sumatralith (batu Sumatra) atau kapak genggam Sumatra, oleh karena ditemukan pertama kali di wilayah Sumatra.

Ciri-ciri utama dari budaya khusus ini adalah menghasilkan produk alat-alat batu kerakal ( pebble tools ) dengan menggunakan teknik pemangkasan memanjang dan mendatar hanya pada satu sisinya saja.

Kapak Genggam ini ditemukan di Semenanjung Malaya, di Vietnam, Kaboja, Laos, Thailand dan juga ditemukan di Cina Selatan, di Australia dan Tasmania. Di indonesia artefak ini ditemukan di pantai Sumatra Utara, di Lhok Seumawe dan Binjai (Tamiang), Gua Niah di Kalimantan

Pembuatan Kapak Genggam

Kapak dibuat dari batuan gamping kersikan dan atau jenis batuan lainnya. Batu itu dibuat sedemikian rupa hingga memiliki bentuk yang meruncing lonjong.

Pemangkasan dan penajaman dilakukan secara memanjang ke arah ujung runcingan, meliputi hampir ke seluruh bagian permukaan batunya dan hanya meninggalkan sebagian kulit batu pada bagian sisi permukaan untuk memudahkan saat menggenggam ketika hendak digunakan.

Umumnya, kapak gengam masih dipahat secara kasar seperti teknik yang sebelumnya dilakukan untuk membuat kapak perimbas, tetapi ada juga dalam beberapa kasus kapak terlihat telat diserpih dan dihaluskan dengan lebih detail dan dibentuk secara teratur.

Bentuk yang khusus ini terutama diketemukan baik di wilayah lembah Baksoko (sebelah barat Pacitan) maupun di daerah Tabuhan (Jawa Timur), dan dapat digolongkan sebagai budaya yang mempunyai kemiripan dengan tingkat budaya Acheulean.

Gambar Kapak Genggam Biface
Image by Didier Descouens/wikicommons

Bentuk yang paling umum menunjukan alat ini terbuat dari batu inti yang kemudian dipertajam menggunakan kapak pemukul untuk menghasilkan tajaman di kedua sisinya.

Untuk mendapat hasil yang lebih dan rapih penatahan dilakukan secara berulang-ulang dan hati-hati. Namun, pada beberapa budaya teknologi untuk membuat kapak jenis ini terlihat sangat rumit.

Misalnya, pada kapak genggam sumatra ( sumatralith ) yang pemrosesannya hanya di satu sisinya dan sangat runcing sehingga terkadang dianggap sebagai alat serpih besar.

Singkatnya, meskipun memiliki tipologi yang mudah dikenali, nyatanya sangat sulit untuk mengidentifikasi sebuah artefak adalah kapak genggam. Hal ini menjadi rumit karena terkadang kapak adalah hasil dari kreatifitas si pembuat.

Tidak ada standar bentuk yang sama dan kompleksitas bentuk juga muncul dari niat si pembuat sehubungan dengan fungsi yang akan ia lekatkan pada alat yang ia buat.

Kapak adalah salah satu benda yang paling problematis dan kompleks dalam artefak Prasejarah. Kapak merupakan alat yang terus-menerus dikembangkan hingga mendapatkan bentuk yang lebih baik. Hal ini terbukti dengan banyaknya temuan yang semakin jauh lebih baik dari temuan dalam beberapa lapisan yang sama.

Fungsi Kapak Genggam

Gambar Kapak Genggam Biface
Image by National Museum of Iran/wikicommons

Belum ada kesepakatan umum bagaimana orang-orang pada masa lalu menggunakan kapak dari batu ini. Para ahli yang meneliti alat-alat Paleolitikum kebanyakan memang mengungkapkan bahwa kapak genggam digunakan sebagai kapak atau setidaknya untuk membantu kegiatan manusia pada masa itu sebagai alat multi-fungsional.

Untuk alasan multi-fungsi ini, fungsi kapak genggam hanya sebagai kapak biasa dianggap menyesatkan karena kapak genggam bisa digunakan untuk menggali, memotong, menggores, menusuk, memalu dan lain-lain.

Selain itu, dengan melihat perkembangan alat-alat batu, kapak genggam juga dapat digunakan sebagai peralatan untuk menghasilkan alat serpih dan alat-alat lainnya.

HG Wells (1899) bahkan mengusulkan sebuah teori, bahwa kapak genggam digunakan sebagai senjata lempar atau rudal untuk berburu. Interpretasi ini juga didukung oleh Profesor William H. Calvin.

Penegasan tersebut terinspirasi oleh temuan dari situs arkeologi, Olorgesailie di Kenya. Ada beberapa indikasi dari kapak tersebut yang memang dimaksudkan untuk dilemparkan pada kawanan hewan.

Selain itu ada beberapa artefak kapak serupa yang terlalu besar untuk digenggam dan digunakan langsung. Menurut teorinya, kapak itu dilemparkan sehingga menyebabkan luka yang sangat serius pada hewan buruan. Akan tetapi, belum ada bukti yang cukup terutama pada hewan buruan di masa lalu.

Bagaiman pun juga, kapak genggam digunakan sebagai rudal masih sangat “aneh” karena pada masa itu ada senjata yang lebih efisien, seperti lembing bahkan panah.

Beberapa kapak periode paleolitik ini mungkin telah digunakan untuk alasan praktis, tetapi banyak artepak dari alat ini yang menunjukkan derajat keterampilan, desain dan simetri di luar tuntutan untuk kegunaan yang praktis. Bahkan, ada yang terlalu besar untuk digenggam dan ada juga yang terlalu kecil jika dikatakan kapak.

Bentuk-bentuk yang jauh melampaui alat-alat yang digunakan untuk keperluan praktis setidaknya dapat memberikan sebuah tantangan baru untuk mencari bukti lebih lanjut mengenai fungsi yang “menyimpang” dari sekedar kapak.

Manusia Pendukung Budaya Kapak Genggam

Seperti telah disinggung di atas, teknologi kapak genggam merupakan hasil dari zaman Batu Tua atau Paleolitikum yang berlanjut hingga awal neolitikum, dari Pithecanthropus erectus berlanjut ke Homo Erectus hingga sampai kepada kita, Homo Sapiens.

”Paleolitikum: Zaman “purba” yang berlangsung dari 3 juta tahun yang lalu sampai dengan 12.000 tahun yang lalu; disebut juga zaman batu tua”.

Pola-pola pemukiman dan mata pencaharian menunjukan perbedaan secara dikotomi antara kehidupan di pantai dan di pedalaman.

Mata pencaharian masyarakat pantai ialah mengolah hasil biota laut, dan beberapa ribu tahun kemudian menghasilkan timbunan sisa-sisa makanan ( kjokkenmoddinger ) yang sering kali di dalamnya sisa-sisa aktivitas masyarakat pendukungnya berupa artefak dan ekofak.

Sebaliknya, mata pencaharian masyarakat pedalaman adalah berburu hewan besar dan kecil, dengan menggunakan banyak artefak batu yang ditemukan di sekitarnya. Dalam perkembangan hidupnya yang lebih kemudian, mereka mulai memanfaatkan gua sebagai lahan huniann.

Menggunakan kapak genggam membutuhkan keahlian. Mungkin untuk satu-dua kali penggunaan itu terlihat sepele. Tapi bayangkan jika anda menggunakan itu selama bertahun-tahun, atau bahkan selama anda hidup.

Ada risiko terluka, selain membutuhkan kekuatan fisik dan toleransi pada rasa sakit. Ketahanan terhadap infeksi dari luka dan memar merupakan hal yang akan dijumpai ketika membuat atau menggunakannya.