almanak

Kapak Perimbas, Peninggalan Zaman Paleolitik

Kapak perimbas diartikan sebagai kapak yang tidak mempunyai tangkai; artinya digunakan dengan menggenggam-nya langsung oleh tangan. Kapak Perimbas juga disebut chopper (kapak penetak) adalah salah satu peralatan yang paling awal digunakan manusia.

PublishedNovember 19, 2009

byDgraft Outline

Kapak Perimbas, Peninggalan Zaman Paleolitik
Image by Didier Descouens/wikicommons

Temuan Kapak Perimbas yang cukup tua berasal dari masa sekitar 2,5 juta tahun yang lalu. Jika bukan yang paling awal, kapak perimbas adalah salah satu alat tertua yang dibuat nenek moyang manusia pada zaman paleolitik (Batu Tua)

Kapak Perimbas sering dihubungkan dengankapak genggam. Meski pun secara peristilahan dan penggunaan hampir sama, kedua benda yang dimaksud adalah dua teknologi yang berbeda terutama dari bentuk dan kurun waktu penggunaannya.

Kapak genggam ( hand axe ) adalah salah satu varian lebih “modern” dari Kapak Perimbas. Bentuk kapak genggam agak panjang dan runcing dimana sisi yang tajam dan yang tidak tajam disesuaikan dengan tingkat kenyamanan saat digenggam dan digunakan.

Di sisi lain, Kapak Perimbas Bentuknya masif, kasar, atau kadang batu utuh yang bagian tajamnya hanya dipangkas sederhana, bahkan ada juga yang sisi tajamnya yang justru telah terbentuk sebelumnya oleh alam.

Para Arkeolog mengidentifikasikan Kapak Perimbas sebagai alat batu yang masih kasar dalam pembuatannya. Semua batu yang mampu digenggam dapat diklasifikasikan sebagai kapak perimbas jika pada tepinya menunjukan tanda-tanda telah digunakan manusia pada masa lalu.

Meskipun dari bentuk dan teknologinya sangat sederhana, Kapak Perimbas telah sukses mendampingi nenek moyang manusia dalam segala kondisi selama beratus ratus ribu tahun. Yang paling menarik adalah, benda ini hampir digunakan di seluruh tempat yang menjadi cikal bakal peradaban awal manusia.

Table of contents

Open Table of contents

Persebaran Kapak Perimbas, Budaya Oldowan

Dalam budaya kapak penetak ini juga dikenal dengan istilah Oldowan atau budaya oldowan, istilah yang digunakan para paleontolog untuk menyebut kelompok alat-alat batu yang digunakan selama periode 2.6 Juta tahun yang lalu hingga 1.7 juta tahun yang lalu.

Di sebut budaya oldowan karena publikasi temuan untuk pertama kali dan juga ditemukan cukup banyak kapak perimbas dari situs Olduvai, Tanzania; Situs yang sangat penting bagi penelitian Paleolitik. Selanjutnya kapak perimbas selain diketemukan di Afrika, juga ditemukan di Asia, Timur Tengah, dan Eropa.

Wilayah Afrika memang merupakan gudang data bagi budaya kapak perimbas. Banyak wilayah di Afrika sebagai tempat diketemukan kapak jenis ini seperti Wilayah mesir, Ethiopia, Kenya, Tanzania, dan di Afrika Selatan.

Gambar Kapak Perimbas
Image by Didier Descouens/wikicommons

Eropa juga telah menjadi rumah bagi kapak perimbas. Alat batu ini diketemukan di Swedia, Portugal, Georgia, Bulgaria, Rusia, Spanyol, Itali, Perancis, Jerman, Hungaria, Ceko, dan Inggris.

Di Kawasan Asia dan Timur Tengah, negara tempat diketemukan kapak perimbas ini adalah Cina, Pakistan, Israel, Iran, Thailand, Indoneisa, Myanmar, dan Malaysia.

Meskipun kapak perimbas banyak ditemukan di hampir seluruh bagian dunia, ini tidak berarti bahwa alat batu ini memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Perbedaan antara bentuk dan bahan dapat menunjukkan variasi antar budaya.

Lebih lanjut, kapak prasejarah yang ditemukan itu dapat juga memperlihatkan bagaimana setiap kebutuhan secara spesifik dipenuhi dengan penggunaan alat yang mereka punya berhadapan dengan kondisi dan kekayaan alam yang berbeda.

Movius berpendapat bahwa di kawasan Asia Tenggara dan wilayah Asia Timur memiliki perkembangan kebudayaan Paleolitik yang berbeda dengan corak kebudayaan yang berkembang di bagian barat seperti di wilayah Eropa, di Afrika, di Asia Barat, dan sebagian wilayah India, jika dilihat dari segi bentuk dan teknik pembuatan alat-alat batunya.

Begitu pula dengan jenis batuan yang digunakan untuk pembuatan kapak perimbas, antara satu tempat dengan tempat lainnya berbeda-beda. Misalnya, menggunakan fosil kayu banyak digunakan di Myanmar, batuan kuarsa di Punjab, Cina, dan juga Malaysia. Sedangkan batuan kapur kersikan dan tufa kersikan sering ditemukan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kapak perimbas di Indonesia.

Budaya Kapak Perimbas Di Indonesia

Penelitian awal yang berkenaan langsung dengan tradisi paleolitik di Nusantara dimulai pada tahun 1935, ketika Koenigsswald mendapati alat-alat batu prasejarah di wilayah Punung (Pacitan), di daerah Kali Baksoko. Alat-alat batu tersebut masih kasar dan teknik pembuatannya tergolong sederhana.

Koenigswald juga beranggapan kebudayaan batu pada masa Paleolitik yang tersebar di wilayah Pacitan hampir sama dengan kebudayaan batu tua yang berkembang di wilayah Eropa pada awal masa Paleolitik.

Temuan kapak dan artefact di Pacitan, membuahkan perhatian dan juga penelitian terhadap artefak batu terutama kapak dari zaman Paleolitik di wilayah Indonesia mulai bermunculan.

Paleolitik (Zaman Batu Tua); berhubungan dengan tingkat kebudayaan atas dasar teknik pembuatan alat batu; dari kurun 3 juta tahun yang lalu atau masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat awal.

Tempat temuan-temuan kapak perimbas di Indonesia seperti; di wilayah Lahat (Sumatra Selatan), Kalianda (Lampung), Awangbangkal (Kalimantan Selatan), Cabbege (Sulawesi Selatan), wilayah Sembiran dan Trunyan (Bali), di Batutring (Sumbawa), di Wangka, Maumere, dan di Ruteng (Flores), dan di wilayah Atambua, Kefanmanu, Noelbaki (NTT).

Dari semua tempat temuan kapak perimbas di Indonesia, Punung (Pacitan) merupakan daerah terkaya dan terpenting sebagai tempat ditemukannya kapak tipe ini di Indonesia.

Kapak perimbas dari budaya Pacitan bahkan oleh Heekeren dibagi dalam beberapa jenis atas dasar ciri-ciri pokok yang sudah digolongkan Movious. Diantaranya:

Pembuatan dan Fungsi Kapak Perimbas

Kapak perimbas dibuat dengan cara meruncingkan batu pada satu sisi permukaannya untuk memperoleh bagian tajam atau bagian yang akan difungsikan. Kulit batu masih melekat pada hampir semua bagian permukaan yang tidak digunakan.

Gambar Kapak Perimbas Oldowan
Image by Charles T.G. Clarke/wikicommons

Bagian lain yang tidak di-pertajam merupakan area pegangan atau genggaman. Namun, Kapak tersebut benar-benar kurang dirancang untuk cocok didenggam di telapak tangan penggunaannya.

Untuk membuat Kapak jenis ini, digunakan dua batu atau membenturkan batu pada bidang yang keras hingga diperoleh sisi batu yang tajam, memungkinkan untuk memotong. Namun, kapak tipe ini bukan hanya alat untuk memotong, dia lebih banyak digunakan untuk menumbuk dan membelah.

Kapak perimbas yang ditemukan banyak dibuat dari batuan kuarsa, kuarsit, basal, atau obsidian juga batu rijang dan batu lainnya yang mudah ditemukan di sekitar mereka.

Bagaimana pun, alat batu ini merupakan bukti dari keberadaan kehidupan pada masa paleolitik, yang sedikitnya dapat memberi kita informasi bagaimana kehidupan mereka, bagaimana pengetahuannya maupun budaya dan peradaban yang berkembang selama periode paleolitik.

Fungsi kapak perimbas yang banyak disepakati oleh para ahli adalah untuk memotong, menumbuk dan mengikis. Fungsi praktisnya meliputi sebagai alat yang dipakai untuk menumbuk tanaman atau biji-bijian, memotong daging buruan, sebagai pisau, penyayat dan juga mungkin sebagai salah satu alat untuk menumbuk serat-serat dari pepohonan yang dapat digunakan sebagai pakaian.

Fungsi yang masih diperdebatkan adalah kapak penetak ini digunakan sebagai alat untuk berburu hewan atau sebagai senjata untuk menyerang lawan.

Manusia pada masa lalu, khususnya pada masa berburu tidak banyak memiliki alat-alat batu yang berbeda untuk melakukan berbagai aktivitasnya. Alat-alat yang spesifik dibuat untuk berburu binatang mungkin seperti panah dan tombak belum ada pada masa tersebut.

Kapak perimbas bisa saja digunakan untuk berburu. Alat batu ini tidak cukup kuat untuk benar-benar, bahkan sanggup melukai binatang seperti kudanil, tapi lain soal jika dilakukan oleh 20-30 orang.

L. Binfors kemudian mengusulkan sebuah teori yang cukup menarik bagaimana. Menurutnya, pada masa paleolitik hewan-hewan itu dibunuh oleh hewan karnivora dan manusia pada masa itu hanya sebagai pemulung.

Teori ini telah diuji oleh P. Shipman dan R. Potts, dengan temuan tulang yang mempunyai tandai gigi pada sisa tulang makanan, bukti ini memang cukup untuk menujukan kepada gagasan Binfors, manusia masa lalu selain berburu mereka juga merupakan pemulung.

Gambar Kapak Perimbas Chooper
Image by Didier Descouens/wikicommons

Keadaan Manusia Pendukung Budaya Kapak Perimbas

Peradaban manusia pada masa prasejarah dilihat dari tingkat sosial-ekonominya secara umum dapat dibagi dalam beberapa masa; masa berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, dan masa perundagian. Tiap masa memiliki ciri khas dan karakternya sendiri.

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan misalnya, manusia pendukung budayanya telah mengenal alat-alat yang dapat memenuhi kebutuhan mereka dalam usaha perburuan dan mengumpulkan makanan dari alam salah satunya tentu saja adalah kapak perimbas.

Kehidupan manusia masa berburu merupakan kehidupan yang berpindah-pindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya bergantung pada binatang buruan dan hasil hutan.

Berdasarkan dari penemuan beberapa fosil manusia prasejarah khususnya di Indonesia, pendukung budaya kapak ini adalah Meganthropus paleojavanicus, Pithecanthropus erectus, Homo soloensis, Wajakensis, Homo erectus hingga Homo sapiens.

Apa yang tersedia di alam mereka manfaatkan dengan baik untuk bertahan hidup, termasuk di dalamnya membuat berbagai peralatan dari batu.

Banyak ditemukan peralatan berbahan dasar batu sebagai peninggalan masa prasejarah, kapak perimbas, kapak genggam, alat serpih, kapak pergi, Kapak lonjong dan lain sebagainya menjadi suatu bukti, fakta tentang adanya kehidupan beberapa ribu bahkan ratusan ribu tahun yang lalu di planet ini.

Selama kurun waktu tersebut manusia pendukungnya menggunakan membuat alat-alat dari bahan yang ada di alam dan mudah untuk didapatkan. Kayu dan bambu mungkin dinilai dapat menjadi pilihan utama tapi anda tidak bisa menggunakan kayu yang tumpul, justru dalam hal ini batu lah yang mungkin merupakan pilihan yang cerdas.

Mereka menggunakan batu-batu itu untuk menajamkan kayu, memotong kayu, menumbuk bahan makanan, memisahkan daging dari tulang, dan batu-batu itu juga dapat digunakan sebagai alat lainnya yang dapat membantu kehidupan mereka.