almanak

Kapak Perunggu, Tinggalan Masa Perundagian

Secara kegunaannya, kapak perunggu dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan utama, yaitu kapak corong (kapak sepatu) dan kapak upacara. Ada yang diberi hiasan dan ada juga yang tidak berhias.

PublishedFebruary 4, 2010

byDgraft Outline

Kapak Perunggu
Image by finds.org.uk

Masyarakat di Nusantara mengenal logam kurang lebih sekitar 3.000-200 Sebelum Masehi, bertepatan dengan periode perundagian dan masa bercocoktanam. Salah satu alat yang dihasilkan budaya logam adalah kapak yang terbuat dari perunggu.

Pada masa perundagian kemahiran manusia untuk membuat alat-alat atau perkakas semakin berkembang. Hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya pembagian kelas masyarakat yang didasari pada keahlian ( undagi ), sehingga para pengrajin itu memiliki fokus yang baik pada bidang kerjanya.

Perundagian; adalah tahap terakhir masa prasejarah di Indonesia berdasarkan klasifikasi Soejono. Peroide ini juga erat kaitannya dengan zaman logam. Secara bahasa, Undagi artinya pekerja ahli atau pertukangan.

Teknologi untuk membuat benda-benda semakin meningkat, kapak perunggu bahkan menunjukan kejeniusan yang komplit. Bentuknya yang luar biasa dan perlu diingat juga bahwa perunggu bukanlah logam yang begitu saja bisa ditemukan di alam, tetapi merupakan campuran dari timah dan tembaga. Dengan kata lain, mereka adalah para “maestro” yang bukan hanya membuat, tapi menciptakan.

Pendukung Kebudayaan Kapak Perunggu

Di Nusantara Kapak Perunggu ditemukan di wilayah Sumatra Selatan, di Jawa Barat, beberapa tempat di Jawa Tengah, di Jawa Timur, di Pulau Madura, di Sulawesi Tengah, di Sulawesi Selatan, Pulau Bali, Flores, Maluku, Pulau Roti, dan juga di Papua.

Pada masa bercocok tanam zaman prasejarah, manusia pendukung budayanya sudah tinggal dan menetap di sebuah desa atau wilayah perkampungan yang mempunyai pola sosial dan ekonomi yang cukup baik. Pada masa ini manusia telah hidup dalam sebuah tata aturan guna keberlangsungan dan kebutuhan bersama.

Mereka sudah tidak lagi bergantung pada belas kasih alam dalam artian berburu dan mengumpulkan sumber makanan. Manusia pada masa ini selain telah memproduksi sumber makanan sendiri, mereka juga telah mengatur tata kelola lingkungan tempat mereka tinggal.

Terus meningkatkan mutu kehidupan lewat alat-alat yang lebih canggih mungkin telah hadir dari awal. Pada masa perundagian, mereka bukan hanya membuat alat untuk kebutuhan hidup saja, tapi lebih jauh dari itu. Alat-alat yang mereka ciptakan bahkan memiliki fungsi dan tujuan yang jauh lebih kompleks lagi, salah satunya adalah kapak perunggu.

Akan tetapi, walaupun pada periode perundagian alat-alat berbahan logam sudah dikenal secara luas, peralatan dari masa sebelumnya atau dari bahan non-logam, masih tetap dipergunakan.

Salah satu sebabnya adalah bahan baku logam yang langka dan perlu para undagi (tenaga ahli) khusus untuk membuatnya. Hal ini didasarkan pada temuan arkeologi bahwa masih ada peralatan dari batu di lapisan atau lokasi penemuan peralatan yang dibuat dari logam.

Terbatasnya bahan baku memunculkan dugaan bahwa peralatan dari logam hanya digunakan oleh golongan masyarakat tertentu. Bahan baku logam yang terbatas dan juga keahlian khusus yang tidak semua orang bisa, sepertinya pada masa ini sudah terdapat jaringan hubungan sosial-ekonomi yang kompleks.

Baik itu distribusi bahan baku dari daerah penghasil ke daerah perajin, dan juga dari perajin ke “pembeli”. Terdapatnya jalinan atau jalur ekonomi ini berarti juga telah terjadi sebuah interaksi budaya yang sifatnya bisa saja saling memengaruhi.

Gambar Kapang Perunggu - Kapak Chandrasa
Kapak Chandrasa | Image by Los Angeles County Museum of Art (LACMA)

Bentuk, Jenis, dan Fungsi Kapak Perunggu

Informasi atau sumber awal yang menyebutkan keberadaan kapak perunggu di Indonesia adalah laporan dari Ramphius (awal abad ke-18 Masehi). Sejak saat itu hingga memasuki pertengahan abah ke-19 dimulai usaha-usaha untuk mengumpulkan dan melakukan pencatatan asal usul kapak perunggu yang dilakukan oleh sebuah badan yang bernama Koninklijk Bataviaasch Genootschap.

Secara tipologis, kapak yang diketemukan di wilayah Indonesia dapat dibagi kedalam dua golongan utama; kapak corong (kapak sepatu) dan kapak upacara.

Disebut sebagai kapak corong karena umumnya kapak jenis ini memiliki lubang seperti corong yang diduga untuk memasukan tangkainya. Ada juga yang menyebutnya sebagai “kapak sepatu” karena sepintas memang mirip dengan sepatu.

Sedangkan penyebutan Kapak upacara merujuk pada kegunaanya sebagai bagian dari peralatan atau sarana dalam melakukan upacara yang berhubungan dengan sistem kepercayaan.

Heekeren, mengklasifikasikan kapak perunggu menjadi kapak corong, kapak upacara, dan tembilang ( tajak ).

Pembagian ini kemudian oleh Soejono di-detail-kan lagi dengan fokus yang lebih cermat terhadap bentuk-bentuk kapak yang terdapat di Indonesia. Soejono kemudian berhasil membagi kapak perunggu menjadi delapan tipe utama.

Tipe I. Mengacu pada bentuk umum atau tipe dasar dari kapak yang banyak ditemukan. Kapak jenis ini memiliki bentuk yang lebar dengan penampangnya yang lonjong. Garis pangkal tangkainya ada yang cekung dan ada juga yang lurus. Umumnya bagian tajaman terlihat cembung.

Daerah persebaran tipe ini antara lain ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura Sulawesi, Bali, Flores, dan Maluku, Papua

Tipe II. Kapak perunggu yang termasuk tipe ini kadang juga dinamai sebagai kapak ekor burung seriti karena bentuk tangkai dengan bagian ujungnya membelah seperti bentuk ekor burung Seriti. Belahan tersebut ada yang dalam, dan ada juga yang dangkal.

Selain itu, kapak perunggu jenis ini ada yang diberi pola hias, ada juga yang polos. Contohnya pada kapak perunggu yang ditemukan di wilayah Jawa Barat, pada bagian tangkainya telah dihias dengan pola hias topeng yang tersamar geometris berpola tangga dan lingkaran.

Tempat penemuan kapak perunggu tipe ini selain di Jawa Barat juga ditemukan di Bali, Flores. Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Selatan, dan juga di Sulawesi Selatan.

Gambar Kapak Perunggu - Kapak Perunggu Upacara
Kapak Upacara | Image by metmuseum.org

Tipe III. Kapak perunggu tipe ini juga kadang disebut dengan kapak pahat karena memiliki tangkai yang lebih panjang dari pada tajamannya. Bentuk tangkainya menyempit dan ada juga yang lurus, ada yang pendek namun ada juga yang lebar. Bentuk tajaman cembung atau lurus (datar).

Daerah penemuan kapak perunggu tipe ini adalah di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, Maluku, Papua, dan di wilayah Sulawesi Selatan.

Tipe IV. Kapak perunggu tipe ini juga kadang disebut sebagai tembilang (alat penggali tanah) karena memiliki bentuk yang hampir sama dengan tembilang pada masa sekarang.

Pada kapak tipe ini umumnya memiliki tangkai yang pendek, bagian mata kapak gepeng, dan bagian bahu lurus mengarah pada sisi-sisinya. Mata kapaknya berbentuk trapesioda (setengah lingkaran). Kapak perunggu jeni ini diketemukan di wilayah Bali, Jawa Timur, dan juga Sulawesi Selatan.

Tipe V. Kapak ini juga disebut kapak bulan sabit karena memiliki mata kapak yang mirip dengan bentuk bulan sabit. Pada bagian tengahnya agak lebar dan menyempit di kedua sisi, serta bagian sudut-sudut tajamnya membulat.

Pada bagian tangkainya cukup lebar di bagian pangkal dan menyempit pada bagian tajamannya. Kapak tipe ini ditemukan di Pulau Bali dan juga di Papua.

Tipe VI. Kapak ini juga terkadang disebut sebagai kapak tipe jantung karena bentuk mata kapaknya seperti jantung. Bagian tangkainya cukup panjang dengan bagian pangkal yang cekung.

Pada bagian bahu kapak terlihat melengkung ke bagian ujungnya dan kedua pangkal di bagian tangkai seperti sapu lidi pada jenis yang lebih kecil. Kapak Perunggu jenis ini hanya ditemukan di Pulau Bali.

Tipe VII. Kapak tipe ini disebut juga sebagai candrasa. Bagian tangkainya pendek dan melebar ke bagian pangkal. Bagian mata kapaknya tipis dengan ujung-ujungnya yang melebar dan melengkung ke dalam. Pelebarannya tidak sama (asimetris).

Kapak perunggu ini selain pipih juga sangat besar yang kadang terdapat pola hiasan burung yang kaki-kakinya sedang mencengkram kapak candrasa. Pola-pola hias lain yang banyak ditemukan adalah geometris yang menghiasi bagian tangkai. Kapak perunggu tipe ini diketemukan di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan juga di Jawa Timur.

Tipe VIII. Kapak ini terkenal dengan sebutan kapak Rote karena ditemukan di Pulau Rote. Bagian tangkai kapaknya menyatu dengan bagian kapaknya dan keseluruhannya berbentuk pipih atau gepeng.

Bagian pangkal tangkainya berbentuk cakram sebagai tempat diletakkannya kapak. Cakramnya memiliki pola hias berupa pusaran roda. Pola hias utama yang terdapat pada mata kapak adalah pola topeng bertutup kepala seperti kipas.

Tipe Khusus. Kapak perunggu ini tidak memiliki corong. Pada sisi kiri dan juga kanan tangkai kapaknya melipat ke bagian dalam sehingga membentuk semacam ruang untuk memasukkan tangkai.

Tipe kapak ini dianggap sebagai kapak perunggu yang hadir lebih dulu sebelum kapak bercorong. Kapak perunggu ini ditemukan sebagai bekal kubur dan diduga berasal dari periode perundagian karena selain kapak tersebut juga ditemukan gerabah yang telah sangat baik dalam pengerjaannya. Kapak perunggu tipe ini ditemukan di Liang Bua, Flores.

Selain memiliki bentuk dan ukuran yang beragam, kapak ini jika dilihat dari kemungkinan penggunaannya, dapat berfungsi:

Kapak perunggu berfungsi sebagai alat upacara atau bagian dari benda-benda pusaka yang erat kaitannya dengan sistem kepercayaan masyarakatnya. Kapak perunggu berfungsi sebagai perkakas atau alat untuk bekerja yang digunakan sehari-hari untuk membantu aktivitas kegiatan manusia pada zamannya.