almanak

Kerajaan Kediri, Sejarah dan Perkembangannya

Kediri masa lalu adalah sebuah kerajaan yang berdiri di tanah Jawa, tepatnya di Jawa Timur, sejak abad ke-12 ini merupakan bagian dari kerajaan Kahuripan.

PublishedJune 15, 2012

byDgraft Outline

Kerajaan Kediri dikisahkan sebagai salah satu hasil dari pembagian Kerajaan kahuripan (penerus Medang) yang saat itu dipimpin oleh Raja Airlangga. Hal ini dilakukannya agar tidak terjadi perselisihan diantara anak-anaknya.

Entah data yang tepatnya dibagi berapa, namun ada juga yang mengungkapkan kerajaan kahuripan ini dibagi menjadi lima bagian, meskipun hanya dua yang kita kenal; Kediri (Panjalu) dan Jenggala.

Sejarah berkembangnya Kerajaan Kediri diketahui dari prasasti-prasasti yang dipercaya merupakan hasil peninggalannya. Berdasarkan catatan pada prasasti tersebut dijelaskan bagaimana perkembangan Kerajaan Kediri dari awal berdiri hingga mengalami keruntuhan.

Berdasarkan data yang ada, Kerajaan Kediri mengalami masa kejayaan saat tanduk kepemimpinan berada di tangan Raja Jayabaya. Di saat itu pula terjadi persatuan antara Kerajaan Kediri (Panjalu) dan Kerajaan Jenggala.

Keberhasilan tersebut telah menunjukkan kemampuan Jayabaya terhadap dunia politik dan pengatur strategi yang ulung, maka semakin harumlah Kerajaan Kediri di masyarakat luas. Maka tidak heran jika Raja Jaya memiliki gelar Shri Maharaja Shri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayotunggadewanama Shri Gandra.

Di tangan Raja Jayabaya pula Kerajaan Kediri dikenal luas atas perhatiannya terhadap dunia seni terutama sastra yang pada saat itu berkembang pesat, terutama pada hasil karya dan pujangganya. Raja Jayabaya merupakan raja yang cukup cerdas, kecerdasannya bahkan tidak bisa diragukan lagi.

Hal ini tentu akan berpengaruh pada kejayaan kerajaan. Jayabaya dikenal cukup termasyur dengan hasil ramalannya, beberapa ramalan malah menimbulkan ketakjuban karena akurasi yang terjadi. Pada akhirnya ramalan-ramalan Jayabaya selama hidup dikumpulkan menjadi satu yang kita kenal dengan kitab Jongko Joyoboyo.

Berkat kecerdasan, kemampuan, dan sikapnya yang merakyat inilah membuat Kerajaan Kediri mencapai titik puncaknya dan Raja Jabaya menjadi satu dari sekian raja yang paling tersohor. Kejayaan ini terus berlagsung hingga tahta kerajaan turun pada raja berikutnya yaitu Prabu Sarwaswera dan lambat laun meredup hingga tanduk kepemimpinan berada di tangan Raja Kertajaya.

Kehidupan Sosial dan Tata Negara di Kerajaan Kediri

Prabu Jayabaya memerintah antara 1130 – 1157 M.  Di tangan Prabu Jayabaya, Kerajaan Kediri mencapai masa keemasannya dalam berbagai bidang terutama sosial dan pemerintahan, terbukti dengan lahirnya kitab-kitab kenegaraan terhimpun dalam Kakawih Bharatayuda, Gathutkacasraya, dan Hariwangsa.

Kerajaan yang beribukota di kaki Gunung Kelud ini tanahnya subur, sehingga pertanian dan perkebunan hasilnya berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran Sungai Brantas sebagai sarana transportasi dan penggerak roda perekonomian.

Dalam bidang keagamaan, Kerajaan Kediri juga cukup menonjol. Tempat ibadah, seperti candi Panataran dan bangunan keagaamman dibangun di mana-mana.

Perundang-undangan Kerajaan Kediri cukup banyak salah satunya adalah Kitab Darmapraja, berisi tentang tata tertib penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan.

Selain itu juga ada kitab undang-undang hukum pidana dan juga undang-undang hukum perdata. Walaupun perincian tegas antara hukum pidana dan hukum perdata memang belum setegas hukum modern. Kehidupan beragama sudah diatur juga dalam kitab undang-undang agama.

Dalam soal pengadilan raja dibantu oleh dua orang Adidarma Dyaksa. Seorang Adidarma Dyaksa Kasiwan dan seorang Adidarma Dyaksa Kabudan, yakni kepala agama Siwa dan kepala agama Buddha.

Segala perundang-undangan didasarkan agama. Kedudukan Adidarma Dyaksa mirip dengan kedudukan hakim tinggi. Mereka itu dibantu oleh lima upapati, artinya pembantu dalam pengadilan adalah pembantu Adidarma Dyaksa. Mereka itu biasa disebut Pamegat atau Sang Pamegat, artinya: sang pemutus alias hakim.

Baik Adidarma Dyaksa mau pun upapati bergelar Sang Maharsi. Mula-mula jumlahnya hanya lima kemudian jadi tujuh, lima upapati Siwa dan dua upapati Buda, yakni: Sang Pamegat Tirwan, Sang Pamegat Kandamuhi, Sang Pamegat Manghuri, Sang Pamegat Jambi, Sang Pamegat Pamotan.

Dua upapati Buda itu ialah Sang Pamegat Kandangan Tuha dan Sang Pamegat Kandangan Rare.

Karya di Bidang Hukum Tata Negara Kerajaan Kediri yang cukup mendapat perhatian adalah karya Empu Triguna yang hidup pada masa pemerintahan Prabu Warsajaya (1104 M), diantaranya Kakawih Kresnayana. Kakawih Kresnayana berisi tentang ilmu hukum dan pemerintahan.

Juga ada nama Empu Manoguna yang menggubah Kakawih Sumanasantaka, yang bersumber dari Kitab Raguwangsa karya pujangga besar dari India, Sang Kalisada. Empu Dharmaja yang menciptakan karya hukum dan tata praja Kakawih Smaradahana dan Kakawih Bomakawya.

Bab Peraturan dan perundangan kediri yang cukup dikenal diantaranya menyangkut:

Kerajaan Kediri; Kisah Tentang Keruntuhannya

Beberapa kali mengalami pergantian raja, Kerajaan Kediri akhinya mengalami masa kejayaan di bawah kepemimpinan Raja Jayabaya. Masa keemasan ini tentu saja meliputi banyak sektor sehingga masyarakat Kediri sampai pada masa dimana kesejahteraan mereka dijamin oleh Kerajaan.

Mereka mempercayai betul bahwa apa yang akan terjadi di hari depan sudah dapat diprediksikan hari ini oleh raja mereka dan dapat ditangani dengan mudah oleh kecerdasan dan kemampuannya yang luar biasa.

Keadaan tersebut berlangsung terus hingga masa kepemimpinan Raja Jayabaya sendiri berhenti dan diteruskan oleh keturunannya. Tidak ada perubahan yang berarti di sana, segala sesuatu masih berjalan sebagaimana mestinya di masa kepemimpinan Raja Jayabaya.

Namun, semua itu menjadi lenyap ketika Kerajaan Kediri dipimpin oleh Raja Kertajaya. Semua bermula dari perintah yang dikeluarkan oleh raja Kertajaya agar masyarakatnya memuja Raja tersebut sebagai dewa.

Dalam masa kepemimpinannya, Raja Kertajaya mengalami pertentangan hebat dengan kaum Brahmana. Kerajaan Kediri yang sangat kuat memeluk agamanya ini tiba-tiba diminta paksa oleh Kertajaya untuk menyembahya sebagai dewa.

Tentu saja apa yang dilakukannya itu dianggap melanggar aturan agama dan hal ini membuat gejolak antara keduanya.

Mengalami desakan yang terus menerus membuat perselisihan antara Raja Kertajaya dan Brahmana tak kunjung mendapat titik temu, lebih menyedihkan dari itu, perseteruan terus berlanjut hingga munculnya peperangan.

Brahmana akhirnya meminta perlindungan pada Ken Arok. Perang antara Kediri (Raja Kertajaya) dan Tumapel (Ken Arok) terjadi dekat desa Ganter tahun 1222 M. Peperangan terjadi dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama karena Raja Kertajaya sendiri memiliki pasukan yang tidak cukup banyak.

Sampai akhirnya pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Di luar perkiraan para Brahmana, bahwa niat baik yang dilakukan oleh Ken Arok dalam peperangannya melawan Raja Kertajaya bukan sekedar membantu atau demi keyakinan yang mereka usung.

Di luar perkiraan, Ken Arok memiliki misi tersendiri dengan kemenangannya ini, ia bermaksud untuk memerdekakan Tumapel sebagai daerah yang dikuasai oleh Kediri sejak lama. Sejak itulah muncul Kerajaan Singasari (Singhasari) yang memutar balik kondisi.

Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kediri menjadi suatu wilayah di bawah kekuasaan Singhasari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati Kediri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang.

Jayakatwang memberontak terhadap Singasari yang ketika itu dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam masa lalu dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Jayakatwang memanfaatkan situasi politik di Singasari.

Di bawah kepemimpinan Kertanegara (1268-1292) Kerajaan Singasari megalami pergolakan internal. Raja Jayakatwang (raja Kediri) yang selama ini mengikuti aturan Singasari akhirnya bekerja sama dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk menjatuhkan Kertanegara.

Perjuangan tersebut akhirnya membuahkan hasil, pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil mengalahkan Kertanegara. Berdirinya Kediri kali ini tidaklah lama karena pada 1293 Kerajaan Kediri kembali diserang oleh tentara Mongol yang bekerja sama dengan pimpinan pasukan Singasari yang tersisa di bawah pimpinan Raden Wijaya.

Raden Wijaya kemudian meneruskan trah Singasari namun dengan mendirikan kerajaan baru, bernama Wilwatikta atau Kerajaan Majapahit. Sejak saat itulah kerajaan Kediri dan juga wilayah singasari berada di bawah kuasa Majapahit.