almanak

Kerajaan Buleleng Bali, Kerajaan Abad ke-17

Di provinsi Bali terdapat kerajaan besar yang pernah berdiri di Bali. Kerajaan tersebut adalah kerajaan Buleleng. Kerajaan yang berdiri oleh kekuasaan dan kepemimpinan I Gusti Anglurah Panji Sakti.

PublishedNovember 21, 2012

byDgraft Outline

Ki Gusti Panji Sakti adalah seorang yang memiliki julukan banyak nama yaitu: Ki Barak, Gede Pasekan, Gusti Panji, Ki Panji Sakti dan Ki Gusti Anglurah Panji Sakti yang memiliki makna seseorang yang teguh, berjiwa pemimpin, merakyat, memiliki daya supernatural (sakti).

Beliau berhasil menyatukan daerah Bali bagian utara sampai wilayah daerah Blambangan bagian timur pulau Jawa. Kerajaan Buleleng Bali berdiri pada pertengahan abad ke-17. Wilayah Buleleng dikenal dengan nama Den Bukit.

Ia seorang anak yang tidak diakui oleh I Gusti Ngurah Jelantik dari Blahbatuh (Gianyar), salah seorang Panglima Perang Dewa Agung Susuhunan Bali-Lombok. I Gusti Panji memiliki kekuatan gaib, berhasil melepaskan Buleleng dari kekuasaan Kerajaan Mengwi, oleh karena itu diberi julukan I Gusti Panji Sakti, sebagai pendiri dinasti Panji di Kerajaan Buleleng Bali atau Semayapura.

I Gusti Panji Sakti dalam babad Buleleng disebut sebagai I Gusti Wijayastra. Pada jamannya Kerajaan Buleleng Bali mengalami jaman keemasan. Setelah wafat dia diganti oleh I Gusti Panji Danurdrastra. Terus diganti oleh putranya I Gusti Nyoman Oka. I Gusti Nyoman Oka diganti oleh I Gusti Jelantik Satra (Agung Gde: 1989).

Sejak Panji Sakti berkuasa di kerajaan Buleleng pada tahun 1660 sampai 1697, kerajaan Buleleng Bali banyak disegani oleh kawan dan lawan kerajaan Buleleng.

Salah satu kekuatan kerajaan Buleleng Bali yang meyebabkan kerajaan lain segan adalah raja Panji Sakti bersama kekuatan pasukan Gowak yang diorganisir bersama rakyat membuat beliau menguasai kerajaan Blambangan, Pasuruan, Jembrana sampai tahun 1690an. Kekuasaan raja Panji Sakti yang berhasil menguasai kerajaan Blambangan, Pasuruan dan Jembrana adalah bukti kejayaan kerajaan Buleleng.

Kekuatan dan kekuasaan kerajaan Buleleng runtuh sejak terjadi perang Bali pada tahun 1846-1849 antara Kerajaan Buleleng beserta kerajaan lain dengan pihak penjajah Belanda. Perang ini bermula saat pihak kerajaan Buleleng dengan pihak Belanda melakukan sebuah perjanjian pada tahun 1841.

Selain kerajaan Buleleng, perjanjian ini juga diikuti oleh kerajaan Klungkang dan Badung di Bali. Perjanjian tersebut berisi tentang raja-raja beserta kerajaannya harus mengakui keberadaan Belanda dan pengaruh Belanda terhadap kerajaan.

Salah satu faktor yang membuat perang mesti terjadi adalah pada zaman raja Buleleng I Gusti Ngurah Made beserta patih I Gusti Ketut Jelantik karang Asem terdapat permasalahan hak tawan karang yang berarti bahwa semua perahu dan isinya yang terdampar di perairan wilayah kerajaan Buleleng menjadi tawanan kerajaan.

Awal mulanya ada perjanjian mengenai hal tersebut bahwa pihak kerajaan akan membantu Belanda jika kapal mereka terdampar di wilayah Buleleng. Perjanjian tersebut tidak terlaksana dan akhirnya terjadi perang.

Pada tahun 1849 pihak Belanda menyerang kerajaan Buleleng dengan menggempur pusat pertahanan kerajaan Buleleng yaitu desa Jagaraga. Pusat pertahanan Jagaraga berada di atas bukit berbentuk “Supit Urang” yang dikelilingi dengan parit dan ranjau untuk menghambat gerakan musuh.

Kerajaan Buleleng berperang dengan semangat habis-habisan (Puputan). Kerajaan Buleleng beserta masyarakat meyakini bahwa semangat berperang yang mereka lakukan merupakan bukti implementasi dari kepercayaan bahwa berperang adalah wujud kehormatan, tidak mengenal menyerah kepada musuh termasuk meyakini bahwa orang yang meninggal dalam peperangan akan masuk surga. Pada perang tersebut Belanda kalah.

Pada tahun 1849, Belanda menyerang kembali kerajaan Buleleng dengan pasukan yang lebih banyak. Pusat pertahanan kerajaan Buleleng Jagaraga ditembak dan dihancurkan dengan meriam.

Akhirnya pusat pertahanan kerajaan Buleleng hancur dan Belanda mengambil alih kerajaan tersebut. Pada tanggal 19 April 1849 dalam perang tersebut, masyarakat Buleleng semangat dalam berperang dan akhirnya mereka gugur termasuk isteri patih Jelantik yang bernama Jero Jempiring.