almanak

Kerajaan Medang; Mpu Sindok dan Dinasti Isyana

Pada tahun 929-1006 masehi berdiri sebuah kerajaan Medang di daerah Jawa Timur. Kerajaan Hindu. Pendiri kerajaan ini adalah Mpu Sindok yang merupakan juga pendiri Dinasti Isyana yang menurunkan raja-raja Medang.

PublishedApril 12, 2014

byDgraft Outline

Awal mula pendirian kerajaan Medang adalah saat Dinasti Sanjaya (Kerajaan Mataram Kuno) ‘melanjutkan’ kekuasaan dengan cara memindahkan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.

Berdasarkan Teori Van Bammelen, seorang sejarawan Belanda. Beliau menuliskan bawah perpindahan istana Medang (Mataram Kuno) dari Jawa Tengah menuju Jawa Timur disebabkan oleh letusan Gunung Merapi yang sangat dahsyat.

Konon sebagian puncak Merapi hancur. Kemudian lapisan tanah bergeser ke arah barat daya hingga terjadi lipatan. Bahkan antara lain membentuk Gunung Gendol dan lempengan Pegununggan Menoreh. Letusan tersebut di sertai gempa bumi dan hujan material vulkanik berupa abu dan batu.

Istana Medang yang di perkirakan saat itu berada di Bhumi Mataram hancur. Tidak di ketahui dengan pasti apakah Dyah Wawa tewas dalam bencana alam tersebut ataukah sudah wafat sebelum peristiwa itu terjadi, karena raja selanjutnya yang bertakhta di Jawa Timur bernama Mpu Sindok.

Berdasarkan sejarah mengenai kerajaan ini, tempat baru kerajaan berada di Watugaluh yang terletak di tepi Sungai Brantas. Saat ini daerah tersebut berada di wilayah Kabupaten Jombang (Jawa Timur). Kerajaan baru berubah nama menjadi kerajaan Medang (Mataram Kuno).

Berdasarkan periode sejarah, penamaan kerajaan Medang digunakan untuk menegaskan mengenai periode sejarah kerajaan yaitu periode Jawa Timur. Secara silsilah, nama Medang sudah ada pada periode Jawa tengah dengan nama kerajaan Mataram.

Untuk membedakan kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-16 dengan kerajaan Mataram periode Jawa Tengah, istilah yang digunakan adalah kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu.

Sejak kerajaan Medang berdiri, sudah banyak raja-raja yang memimpin kerajaan tersebut. Raja-raja tersebut adalah Mpu Sindok (929-947), Sri Isyana Tunggawijaya (947-9xx), Sri Makutawangsawardhana (9xx-985) dan Dharmawangsa (985-1006).

Raja-raja kerajaan Medang banyak membuat prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta membangun banyak candi dengan corak Hindu atau Buddha.

Sejak periode Bhumi Mataram sampai periode Wwatan, secara umum penduduk Medang bekerja sebagai petani. Kerajaan Medang memang terkenal sebagai Negara agraris, sedangkan saingannya yaitu Kerajaan Sriwijaya yang merupakan Negara maritim.

Agama resmi Kerajaan Medang pada masa pemerintahan Sanjaya adalah Hindu aliran Siwa. Ketika Sailendrawangsa berkuasa, agama resmi kerajaan berganti menjadi Buddha aliran Mahayana. Kemudian pada saat Rakai Pikatan dari Sanjayawangsa berkuasa, agama Hindu dan Buddha tetap hidup berdampingan dengan penuh toleransi.

Dalam sejarah kerajaan Medang, pada masa raja terakhir Medang yaitu Dharmawangsa (985-1006 Masehi). Dharmawangsa terkenal sebagai patron penerjemahan kitab Mahabharata ke dalam bahasa Jawa Kuno. Pada masa tersebut, penulisan Carita Parahyangan dilakukan dalam Bahasa Sunda yang menceritakan kerajaan Sunda dan Galuh.

Selain itu, Dharmawangsa mengadakan sejumlah penaklukan kerajaan di daerah Bali dan mendirikan koloni di Kalimantan Barat. Pada tahun tahun 990 Masehi, Dharmawangsa mengadakan serangan ke Sriwijaya dan mencoba merebut Palembang, namun serangan tersebut gagal.

Adapun kerajaan Medang Kamulan mencapai kejayaan lain yaitu pada masa Raja Airlangga. Pada masa ini digubah sebuah kitab Arjunawiwaha karangan Mpu Kanwa.

Pada tahun 1042, raja Airlangga menyerahkan kekuasaan kepada putrinya yang bernama Sanggrama Wijaya Tunggadewi. Namun, putrinya itu menolak. Oleh karena itu, Airlangga memerintahkan Mpu Barada membagi Medang Kamulan menjadi dua yaitu Janggala dan Panjalu (Kediri).

Pada awal abad ke 11 Masehi, kerajaan Medang mengalami keruntuhan. Salah satu yang menyebabkan hal tersebut adalah penyerangan Dharmawangsa pada kerajaan Sriwijaya yang gagal sehingga pada tahun 1006, Sriwijaya melakukan pembalasan yaitu menyerang dan menghancurkan istana Watugaluh (Kerajaan Medang).

Raja Dharmawangsa terbunuh dan beberapa kejadian pemberontakan mengikutinya dalam beberapa tahun ke depan. Raja Airlangga putera Mahendradatta yang masih berusia 16 tahun berhasil melarikan diri dan kelak akan menjadi raja pertama Kerajaan Kahuripan, suksesor Mataram Kuno dan Medang.