almanak

Kesultanan Palembang, Kisah Pendirian dan Keruntuhan

Berdirinya kesultanan Palembang ini berkaitan dan sering dikaitkan dengan kerajaan-kerajaan sebelumnya yang telah lebih dulu menduduki Palembang, sebut saja Kerajaan Majapahit, Kerajaan Mataram, dan Kerajaan Demak. Ketiga kerajaan ini memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap berdirinya Kesultanan Palembang.

PublishedJune 30, 2014

byDgraft Outline

Seiring dengan masuknya agama Islam pada abad ke-15, satu persatu kerajaan di Indonesia mulai memeluk agama Islam. Salah satu kerajaan yang juga mendapat pengaruh dari masuknya agama Islam adalah Kerajaan Majapahit.

Kisah Aria Damar, Raden Patah dan Kerajaan Palembang

Dikisahkan Raja Majapahit memiliki putra bungsu bernama Aria Damar dikirim ke Palembang untuk menjadi penguasa di sana. Aria Damar berganti nama menjadi Aria Dilah setelah memeluk Islam itu menikah dengan Putri Sandang Biduk, dan ia diangkat menjadi raja (1445-1486).

Di saat pemerintahan tersebut, Aria Dilah dikirimi seorang putri Cina oleh ayahnya sebagai hadiah. Putri Cina tersebut adalah istri dari Prabu Brawijaya dan sedang mengandung, oleh ayahnya putri tersebut diamanatkan untuk menjaga dan merawatnya.

Sang putri itu akhirnya dinikahi oleh Aria Dilah dan melahirkan seorang anak laki-laki dari keturunan langsung Prabu Brawijaya yang diberi nama Raden Patah. Raden Patah kemudian dididik agama Islam oleh Aria Dilah, sedangkan anak yang lahir dari pernikahan Aria Dilah dan putri Cina tersebut diberinama Raden Kusen.

Setelah dewasa, Raden Patah menjadi raja Demak I (1478-1518) dan berhasil memperbesar kekuasaannya dan menjadikan Demak kerajaan Islam pertama di Jawa. Namun, kejayaan ini tidak berlangsung lama, Kerajaan Demak runtuh karena terjadinya perebutan kekuasaan antar saudara. Hal ini mengakibatkan sejumlah bangsawan Demak melarikan diri kembali ke Palembang.

Menjadi awal kebangkitan Kesultanan Palembang, sejumlah bangsawan Demak yang mengungsi ke Palembang diketuai oleh Sedo Ing Lautan (1547-1552) menetap di Palembang Lama, saat itu berada di bawah pimpinan Dipati Karang Widara, keturunan Demang Lebar Daun.

Didirikanlah Kerajaan Palembang yang bercorakkan Islam yang ditandai dengan didirikannya Istana Kuto Gawang dan Masjid di Candi Laras. Sebagai pengganti Sedo Ing Lautan sebagai raja adalah anaknya yang bernama Ki Gede Ing Sura Tuo selama 22 tahun.

Pada tahun-tahun selanjutnya banyak terjadi perubahan kekuasaan di Kesultanan, sehingga susunan kepemimpinan di Kesultanan Palembang mengalami penggemukkan.

Berdirinya Kesultanan Palembang membuat Kerajaan di jawa terusik, mereka tidak terima dengan pengaruh dan perubahan yang diakibatkan oleh Kesultanan tersebut. Maka dari itu, terjadilah proses konsensus “Jawa dan Melayu”.

Keruntuhan Kesultanan Palembang

Pergantian raja di Kesultanan Palembang sampai pada Sultan Mahmud Badaruddin II. Pada tahun 1811 M, entah apa alasannya sang sultan menyerang orang-orang Belanda beserta kantornya. Menanggapi serangan tersebut orang-orang Belanda yang juga didukung oleh Inggris, juga Bangka dan Jambi menyerang Palembang, hingga Palembang hangus terbakar.

Menghadapi kemelut yang terjadi di Palembang, pada tahun 1818 M Raffles mengirimkan pasukan ke Palembang untuk campur tangan dalam negosiasi yang dialukan antara Kesultanan Palembang dengan Belanda. Di tahun 1821 M, Sultan Mahmud Badaruddin II ditangkap.

Bersama seluruh keluarganya, ia diasingkan ke Ternate. Dalam proses pengungsiannya, Sultan pernah diminta kembali memimpin di Palembang karena dinilainya kepemimpinan yang ada sekarang sangatlah kacau, tetapi Sultan menolaknya karena tidak mau adanya perpecahan di sana.

Melalui petugas yang mengungsikannya, Sultan Mahmud Badaruddin II berpesan agar sebaiknya Kesultanan Palembang Darussalam dibubarkan. Tentu saja pesan tersebut menjadi consensus ketiga yang dimanfaatkan Belanda untuk menguasai Palembang. Masyarakat Palembang sangat mematuhi pesan yang disampaikan oleh sultan mereka.

Hingga pada akhirnya Belanda keluar dari Palembang pun kesultanan tidak didirkan lagi dan dianggap tidak ada lagi Sultan setelah Sultan Mahmud Badaruddin II.