almanak

Peristiwa Pemberontakan di Kerajaan Majapahit

Hampir selama kerajaan Majapahit berdiri, timbul sejumlah peristiwa pemberontakan (dan juga perebutan kekuasaan) yang menjadi bagian dari dinamika politik pada masanya.

PublishedApril 12, 2015

byDgraft Outline

Kendatipun data yang kita peroleh hanya merupakan sebagian saja dari seluruh, berikut beberapa pemberontakan di Kerajaan Majapahit yang pernah terjadi.

Table of contents

Open Table of contents

Peristiwa Ranggalawe (1295)

Pemberontakan di Kerajaan Majapahit yang pertama tercatat adalah pemberontakan Ranggalawe yang berlangsung pada tahun saka kuda-bhumi-paksaning-wong, 1217 (1295 Masehi).

Pemberontakan (perlawanan) Ranggalawe ini dipicu oleh kekecewaaan atas pengangkatan Nambi menjadi patih kerajaan Majapahit. Ranggalawe menganggap bahwa pengangkatan Nambi sebagai seorang patih tidak tepat, dia menganggap Lembu Sora atau dirinya (Ranggalawe) yang lebih pantas.

Kemarahan Ranggalawe sempat bisa diatasi oleh Lembu Sora, Lembu Sora memberikan nasehat kepada Ranggalawe untuk segera pulang ke Tuban dan berunding dengan ayahnya, Wiraraja.

Ranggalawe akhirnya menuruti saran Lembu Sora untuk pulang ke Tuban. Sementara itu tentara Majapahit sudah dipersiapkan untuk bergerak ke Tuban.

Sesampainya di Tuban Wiraraja mendengar permasalahan yang terjadi pada anaknya itu dan ia menyarankan untuk setia kepada Sri Baginda. Namun, Ranggalawe memutuskan melawan pasukan kerajaan Majapahit.

Dalam pertempuran, Ranggalawe harus kehilangan nyawanya ditangan Mahisa Anabrang ketika bertarung di sungai Tambak Beras. Lembu Sora yang menyaksikan pertarungan tersebut akhirnya merasa kasian kepada Ranggalawe hingga ia menusukan tombaknya kepada Anabrang.

Peristiwa Lembu Sora (1301)

Pemberontakan Lembu Sora adalah Pemberontakan di Kerajaan Majapahit yang terjadi pada tahun 1301 masehi pada masa pemerintahan Sri Kertarajasa. Alasan terjadinya pemberontakan Lembu Sora ialah, karena berlarutnya kejadian Lembu Sora yang menusuk Mahisa Anabrang.

Dibalik terjadinya pemberontakan Lembu Sora terdapat seorang tokoh yang oleh pengerang Pararaton dikisahkan bernama Mahapati, dia adalah seorang yang memiliki watak ambisius dan ingin menjadi patih Majapahit.

Berkata kecerdikannya Mahapati berhasil menyebarkan berita tentang kematian Mahisa Anabrang yang ditusuk dari belakang oleh Lembu Sora, berita yang disampaikan oleh Mahapati ini akhirnya membuat kalangan pejabat istana bersifat dingin kepada sang Prabhu.

Melihat keadaan yang demikian Mahapati mendekati Sang Prabhu dan menceritakan kejadian tentang kematian Mahisa Anabrang yang sebenarnya, selain kepada Sang Prabhu Mahapati juga menceritakan kepada Mahisa Taruna (anak Mahisa Anabrang) tentang kematian ayahnya.

Melihat keadaan yang semakin berpihak kepadanya Mahapati berhasil memutar balikan informasi dari Sang Prabhu untuk Lembu Sora maupun dari Lembu Sora untuk Sang Prabhu. Mahapati pada saat itu menginformasikan kepada Sang Prabhu bahwa Lembu Sora dan para pengikutnya telah siap untuk mengadakan pemberontakan. Sang Prabhu percaya kepada berita dari Mahapati.

Oleh karena itu tentara dipersiapkan untuk menghadang Lembu Sora dan para pengikutnya. Ketika Lembu Sora datang bersama pengikutnya, diberitahukan bahwa Sang Prabhu tidak bersedia untuk menemuinya. Tentara Majapahit yang sudah dipersiapkan segera menyerbunya, Lembu Sora dan para pengikutnya Juru Demung dan Gajah Biru berturut-turut gugur dalam pertempuran tersebut.

Peristiwa Nambi (1316)

Pemberontakan di Kerajaan Majapahit selanjutnya adalah Pemberontakan Nambi yang terjadi pada masa pemerintahan Raja Jayanagara, Nenarakretagama menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Sri Jayanagara terjadi pemberontakan Nambi. Nambi berhasil dibinasakan pada tahun saka dengan candrasankala mukti-guna-paksa-rupa, 1238 (1316 masehi).

Pada tahun 1316 Mahapati mengincar kedudukan sebagai seorang patih Majapahit, dia berusaha mendekati Nambi dan mengatakan bahwa Sri Jayanagara tidak senang kepada Nambi. Demi menghindari sengketa Nambi meminta izin kepada Sang Prabhu untuk kembali ke Lumajang dengan alasan bahwa ayahnya Sang Pranaraja sedang sakit.

Dengan izin Sang Prabhu akhirnya Nambi berangkat pulang ke Lumajang, sampai di Ganding Nambi di jemput oleh utusan Pranaraja yang mengatakan bahwa Pranaraja sakit keras. Setibanya di Lumajang ternyata Pranaraja telah mengkat. Berita kematian Pranaraja akhirnya sampai ke Majapahit.

Sebagai tanda bela sungkawa akhirnya Sri jayanagara mengutus beberapa orang untuk ke Lumajang yang dipimpin oleh Mahapati. Mahapti memberikan nasehat kepada Nambi untuk memperpanjang cutinya, dan akhirnya Nambi sendiri setuju dengan usulan Mahapati.

Sesampainya di Majapahit Mahapati memberikan laporan kepada Sang Prabhu bahwa Nambi segan kembali ke Majapahit. Mahapati juga menceritakan kalau Nimbi sedang mempersiapakn perlawanan kepada Sang Prabhu.

Mendengar berita tersebut Sang Prabhu mempercayainya. Lalau mengirim tentara ke Lumajang dibawah komando Mahapati. Tentara Majapahit berhasil menghancurkan benteng pertahanan di Pajarakan dan Gading, terus menyerbu ke Lumajang.

Kidung Sorandaka menyatakan bahwa setelah perang Lumajang Mahapati diangkat menjadi Patih Amangkubhumi menggantikan Nambi. Nama Mahapati dalam Kidung Sorandaka dapat di identifikasi dengan Dyah Halayudha dalam prasasti Tuhanyaru (1323) yang menyatakan bahwa Dyah Halayudha adalah Patih Majapahit.

Peristiwa Badander, Perlawanan Kuti (1319)

Peristiwa Badander adalah peristiwa pengungsian Sri Jayanagara ke desa Badander akibat pendudukan ibukota Majapahit oleh Kuti. Pararaton menyatakan bahwa pemberontakan Kuti berselisih tiga tahun dengan perang Lumajang atau berlangsung sekitar 1319.

Kuti adalah seorang Dharmaputra, yang dimaksud dengan Dharmaputra adalah pembesar yang dimajakan. Pada dasarnya pemberontakan ini diakibatkan oleh sikap dharmaputra yang tidak senang kepada Sri Jayanagara. Mereka merencanakan untuk menyingkirkan Sri Jayanagara.

Dalam situasi yang demikian muncul Tokoh yang bernama Gajah Mada sebagai tokoh yang telah berhasil mamadamkan pemberontakan Para dharmaputra. Sebagai catatan, kedudukan Gaja mada pada waktu itu hanya bekel bhayangkara (pengawal raja). Gajah Mada dalam sejarah awal Majapahit berhasil dalam memadamkan beberapa Pemberontakan di Kerajaan Majapahit.

Peristiwa Tanca (1328)

Pararaton menyatakan bahwa peristiwa Kuti berselisih sembilan tahun dengan dengan peristiwa Tanca. Peristiwa tanca berlangsung pada tahun saka bhasmi-bhuta-nampani-ratu, 1250 (1328 masehi). Sri Jayanagara dicandikan di kapopongan, candinya bernama Singgapura. Tahun yang disebutkan dalam Pararaton cocok dengan apa yang ada dalam Negarakretagama dan tidak ada prasasti Jayanagara sesudah tahun 1328 masehi.

Peristiwa ini konon Pada dasarnya didasari oleh Gajah Mada yang tidak suka kepada para dharmaputra, sekaligus tidak suka kepada tingkah laku Sang Prabhu. Peristiwa Tancan masuk kedalam peristiwa Pemberontakan di Kerajaan Majapahit

Entah apa yang sebenarnya terjadi, yang jelas pada saat itu Tanca dipanggil ke istana untuk melakukan pengobatan kepada Sang Prabhu. Tanca kemudian menikam Sang Prabhu, Tapi Tanca harus kehilangan nyawanya di tangan Gajah Mada. Tindakan yang dilakukan oleh Gajah Mada yang serba mendadak itu tidak di sangka-sangka oleh Tanca.

Peristiwa Sadeng – Ketta (1331)

Nagarakretagama yang ditulis Mpu Prapanca itu meberitakan bahwa saat pemerintahan Tribhuwanatunggadewi, tahun 1331 telah terjadi pemberontakan di daerah Sadeng dan Keta. Peristiwa tersebut juga mengangkat kembali peran dari Gajah Mada di kerajaan Majapahit.

Pemerintahan Tribhuwanatunggadewi tselanjutnya erkenal sebagai masa perluasan wilayah Majapahit. Dalam kitab Pararaton disebutkan bahwa Gajah mada megucapkan sumpanya yang terkenal itu; Sumpah Palapa, dengan wewenang Tribhuwanatunggadewi saat ia dilantik sebagai rakryan Patih Amangkubhumi Majapahit pada tahun 1334 Masehi.

Sebelumnya Gajah Mada telah berhasil memadamkan gejolak politik dan beberapa pemberontakan di Kerajaan Majapahit lainnya, khusunya di daerah kekuasaan Majapahit.

Peristiwa Paregreg (1404)

Sejarah setidaknya telah mencatat bahwa peristiwa yang pada akhirnya melemahkan Majapahit adalah perang saudara yang dikenal dengan ‘ Perang Paregreg’.

Sejak kekuatan Bhre Wirabhumi dihancurkan Wikramawardhana dalam Perang Paregreg, daerah Wirabhumi seperti “terlepas” dari kontrol Majapahit.

Perang Paregreg merupakan peperangan yang terjadi antara Majapahit istana barat yang dipimpin Wikramawardhana, melawan istana timur yang dipimpin BhreWirabhumi. Perang ini terjadi pada 1404-1406 AD yang diduga menjadi penyebab utama kemunduran Majapahit.

Peristiwa Paregreg tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa dan dikisahkan turun temurun. Pada zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, kisah Paregreg dimunculkan kembali dalam Serat Kanda, Serat Damarwulan, dan Serat Blambangan.