almanak

Protein Tertua 3,8 Juta Tahun dari Tanzania Utara

Sekelompok Ilmuwan dari University of York dilaporkan telah menemukan Protein tertua; 3,8 Juta Tahun, dari dalam Fosil Kulit telur. Fosil fragmen kulit telur itu berasal dari burung unta. Ditemukan di situs paleontologi di Tanzania utara.

PublishedOctober 5, 2016

byDgraft Outline

Metode DNA kuno telah digunakan untuk mengurutkan gen dari beberapa hewan seperti mammoth dan kuda–hingga yang berusia 700.000 tahun –tetapi setengah dari ‘kehidupan’ DNA hanya bertahan 521 tahun.

Meskipun ada kemajuan analitis yang luar biasa pada tata-urut genom, kadang-kadang ada saja yang tidak tepat pada urutannya. DNA bisa berantakan–terutama karena faktor waktu.

Ini bisa sulit jika mendorong terlalu jauh di luar batas yang terlihat. Setelah sekitar 6,8 juta tahun, seluruh nukleotida dalam DNA akan rusak, sayangnya ini berarti mustahil untuk mendapatkan genom penuh dari T-rex –yang lebih dari 65 juta tahun.

Namun, jika kita mampu dengan mudah mengekstrak DNA purba dari fosil yang berumur beberapa juta tahun, hal itu akan memiliki potensi untuk memecahkan sejumlah misteri dari evolusi.

Shaena Montanari, seorang ahli paleontologi dari University of Edinburgh, mewartakan informasi tentang protein tertua ini, dilansir forbes.com (29/9).

Protein, sebagai lawan materi genetik, bisa lebih kuat dan bertahan dalam catatan fosil, meskipun mekanisme bagaimana hal itu bertahan tidak persis jelas.

Sebuah tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Beatrice Demarchi dari University of York telah memeriksa fosil kulit telur burung unta dari daerah di Afrika.

Mereka mencari protein, dan yang lebih penting mencari untuk memahami apa yang sebenarnya tersimpan pada molekul yang bertahan dari kerusakan waktu.

Pengawetan luar biasa dari protein dan biomolekul telah terlihat bahkan pada prehistory, tetapi pertanyaan tentang bagaimana dan mengapa protein ini berlangsung lebih lama dari DNA masih belum jelas.

Demarchi dan koleganya menggunakan teknik pemodelan yang mereka sebut “ molecular dynamics ” untuk melihat bagaimana struktur mineral dari kulit telur bisa mempengaruhi pelestarian protein.

Salah satu ciri telur yang para peneliti amati dan menarik perhatian mereka secara khusus adalah adanya fakta bahwa protein telur terjalin ke dalam matriks kristal dari cangkang.

Pemodelan komputer dan data eksperimen menunjukkan protein dapat menempel pada permukaan keras mineral dari cangkang telur dan itu terlindungi sepanjang waktu geologi.

Rekan penulis studi Colin Freeman mengatakan, cangkang itu mengherankan dengan kenyataan bahwa sesuatu yang kuno masih ada:

“Hebatnya, kulit telur tertua dalam studi ini–dari situs 3,8 juta tahun dari Laetoli di Tanzania–wilayah protein itu masih ada, ini memberi kita wawasan yang unik dan harus dicari ketika menganalisis fosil semacam ini.”

Kulit telur burung unta yang ideal sebagai kajian penelitian ditemukan di daerah fosil di seluruh Afrika. Beberapa fosil telur telah digunakan untuk perhiasan dan tempat air selama ribuan tahun. Disamping itu kulit telur burung unta memang memiliki kulit yang sangat tebal hingga tahan lama.

Demarchi terkejut dengan hasil dan jenis protein yang berhasil diawetkan dalam kulit telur; pada awalnya mereka pikir itu akan menjadi protein yang stabil.

“Seperti yang kita periksa, kulit telur yang lebih tua dan lebih tua, kita bisa melihat bahwa asumsi ini mengejutkan salah… Mereka mampu mengikat lebih kuat pada cangkang, yang memungkinkan bertahan seiring waktu, ” ungkapnya

Penelitian ini membantu menentukan mengapa dan bagaimana para ilmuwan dapat menemukan tanda biomolekuler dari fosil kuno. Ini akan berpotensi menularkan penelitian bahkan lebih jauh ke tempat yang tidak terpikir bisa memberikan informasi mengenai masa silam.

Penelitian ini memang belum berbicara tentang masa Jurassic seperti yang banyak orang mulai harapkan, tapi ini akan menjadi sebuah awal.