almanak

Taoisme; Lao Tzu dan Jalannya Segala Sesuatu

Taoisme merupakan sebuah 'agama' filosofis yang mulai berkembang di Cina sekitar 500 SM. Periode ini dikenal dengan “The Hundred Schools of Thougt” atau masa aliran seratus pemikiran.

PublishedJanuary 10, 2017

byDgraft Outline

Kelembutan mengatasi kekerasan di dunia bagaikan pengendara kuda yang menunggang kuda liar ” –Lao Tzu

Perkembangan Tao tak lepas dari seorang Lao Tzu yang mengajarkan Tao dalam bukunya “Tao Te Ching”. Awalnya, Lao Tzu merupakan seorang yang bekerja di sebuah perpustakaan kekaisaran selama Dinasti Zhou.

Menurut Lao Tzu, sebenarnya tidak ada seorang pun yang dapat mempelajari Tao hanya dengan membaca buku. Menurutnya, Tao adalah sesuatu yang harus dialami sendiri.

Tao yang sempurna dianggap sebagai kekuatan hidup kekal, di mana seseorang dapat bertahan terhadap pengalaman yang datang dengan caranya dan tanpa peduli berapa lama terjebak dalam gelombang kehidupannya .

Taoisme dapat disebut juga prinsip hidup yang sesuai dengan alam. Landasan lain dalam Tao dikenal sebagai Wu-wei yang secara harfiah berarti “tidak bertindak”. Wu-wei sebenarnya “tindakan tanpa usaha”. Tindakan tanpa usaha di sini bukanlah tidak melakukan apa-apa, namun merupakan sebuah tindakan tanpa perlawanan.

Bagi agama Tao, perlawanan bukan saja sia-sia, tetapi juga konyol. Pengarahan tenaga yang serampangan. Wu-wei bermaksud meraih kehidupan dengan mengurangi pertikaian dan memperbanyak pedoman arah.

Wu-wei juga bukanlah cara mengetahui sesuatu, seperti mengetahui cara memperbaiki handphone atau cara meroasting kopi yang benar. Wu-wei bukan hanya sekedar dirasakan seperti halnya perasaan naluriah. Wu-wei lebih menyerupai cara men-sejajarkan dan cara mengorientasi layaknya rasa akan “jalannya sesuatu”.

Selain landasan yang dinamai Wu-wei, dalam Taoisme juga diperlukan pemahaman terhadap Yin-Yang. Namun, bukanlah ying-yang sebagai dikotomi yang merupakan sebuah pergeseran makna dari ying-yang –yang sebenarnya.

Konsep ying-yang dalam Tao yang sebenarnya adalah menggambarkan polaritas, bukan perlawanan, dan ada perbedaannya. Konsep ying-yang di sini yakni menjelaskan kedua hal yang saling bergantung, dan saling melengkapi seperti halnya panas tak mungkin ada tanpa dingin atau atas tak mungkin ada tanpa bawah.

Selanjutnya, dalam Taoisme ini juga terdapat konsep mengenai kekosongan atau ketiadaan. Kekosongan atau ketiadaan itu dimaksudkan pada hal menempatkan diri pada suatu ketenangan, keheningan dan juga kelembutan.

Ketiadaan sebenarnya adalah ruang kosong yang berisi benda-benda yang membuat hal-hal lain menjadi berguna. Seperti halnya sebuah pintu berguna karena memungkinkan seseorang memasuki dan meninggalkan ruangan, lalu contoh lain adalah sebuah cangkir kosong akan berguna ketika diisi dengan air untuk memuaskan dahaga seseorang.

Contoh lainnya dapat kita lihat dari sebuah botol air yang kosong, di sini kita dapat melihat bahwa jika seseorang dalam kondisi kosong, maka apa saja yang berharga akan bisa masuk.

Keheningan merupakan cara lain mengosongkan diri, menyelaraskan diri dengan Tao. Dalam keadaan hening atau tenang, maka seseorang akan lebih mudah menerima hal-hal baik.

Ajaran murni Tao yakni; jangan bergantung pada apa pun, khususnya gagasan diri sendiri, dan ikutilah Tao layaknya air yang mengikuti aliran atau elang yang mengendarai angin.

Dengan kata lain, dalam Taoisme seseorang diajarkan kelembutan, tidak berbuat(melakukan perlawanan), dan kesederhanaan. Taoisme mengajarkan untuk percaya pada ‘jalannya segala sesuatu’. Percaya terhadap aliran yang kita jalani akan membawa kita ke tempat yang lebih baik.

Demikianlah sekilas gambaran tentang Tao, namun seperti yang dikatakan Lao Tzu, untuk mendapatkan penjelasan Tao secara utuh, seseorang harus merasakannya sendiri.