traveldraft

Kolintang Minahasa, Alat Musik Tradisional dari Sulawesi Utara

Kolintang merupakan alat musik khas dari Minahasa (Sulawesi Utara) yang berbahan dasar kayu dan jika dipukul dapat mengeluarkan bunyi yang cukup panjang hingga dapat mencapai nada-nada tinggi maupun rendah.

PublishedDecember 7, 2015

byDgraft Outline

Kata Kolintang berasal dari bunyi : Tong (nada rendah), Ting (nada tinggi) dan Tang (nada tengah). Dahulu Dalam bahasa daerah Minahasa untuk mengajak orang bermain kolintang: “Mari kita ber Tong Ting Tang” dengan ungkapan “Maimo Kumolintang” dan dari kebiasaan itulah muncul nama “Kolintang” untuk alat yang digunakan bermain.

Kolintang Minahasa dimainkan dengan cara dipukul dengan menggunakan alat pemukul khusus, bentuknya yang berjajar menyerupai piano memungkinkan untuk memainkan rangkaian diatonis atau tujuh nada pada umumnya. Kolintang terdiri dari banyak bagian, ada yang bernada rendah, tengah, dan tinggi.

Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer diatas kedua kaki pemainnya dengan posisi duduk di tanah, dengan kedua kaki terbujur lurus kedepan.

Jenis kayu yang digunakan seperti kayu telur, bandaran, wenang, kakinik atau sejenisnya (jenis kayu yang agak ringan tapi cukup padat dan serat kayunya tersusun sedemikian rupa membentuk garis-garis sejajar).

Dengan berjalannya waktu kedua kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, atau kadang-kadang diganti dengan tali seperti arumba dari Jawa Barat. Sedangkan penggunaan peti sesonator dimulai sejak Pangeran Diponegoro berada di Minahasa (th.1830).

Pada saat itu, konon peralatan gamelan dan gambang ikut dibawa oleh rombongannya. Adapun pemakaian kolintang erat hubungannya dengan kepercayaan tradisional rakyat Minahasa, seperti dalam upacara-upacara ritual sehubungan dengan pemujaan arwah para leluhur. Itulah sebabnya dengan masuknya agama kristen di Minahasa, eksistensi kolintang demikian terdesak bahkan hampir menghilang sama sekali selama ± 100 tahun.

Sesudah Perang Dunia II, barulah kolintang muncul kembali yang dipelopori oleh Nelwan Katuuk (seorang yang menyusun nada kolintang menurut susunan nada musik universal).

Pada mulanya Kolintang Minahasa hanya terdiri dari satu Melody dengan susunan nada diatonis, dengan jarak nada 2 oktaf, dan sebagai pengiring dipakai alat-alat “string” seperti gitar, ukulele dan stringbas. Tahun 1954 kolintang sudah dibuat 2 ½ oktaf (masih diatonis). Pada tahun 1960 sudah mencapai 3 ½ oktaf dengan nada 1 kruis, naturel, dan 1 mol.

Dasar nada masih terbatas pada tiga kunci (Naturel, 1 mol, dan 1 kruis) dengan jarak nada 4 ½ oktaf dari F s./d. C. Dan pengembangan musik kolintang tetap berlangsung baik kualitas alat, perluasan jarak nada, bentuk peti resonator (untuk memperbaiki suara), maupun penampilan. Saat ini Kolintang yang dibuat sudah mencapai 6 (enam) oktaf dengan chromatisch penuh.

Biasanya pemain kolintang yang ingin memainkan nada penuh, menggunakan banyak kolintang. Rentangan nada yang ada sama seperti pada alat musik string, yang berjarak 2 oktaf, ini memungkinkan kolintang dapat dimainkan dengan maksimal. Memainkan kolintang juga mempunyai teknik khusus agar lagu yang dibawakan bisa dihasilkan secara sempurna

Alat musik ini juga sering dimainkan untuk menyambut tamu dari luar daerah atau luar negeri, bahkan beberapa pementasan di Luar negeri juga sering dilakukan. Suara khas yang dihasilkan dari alat musik ini menjadikan kolintang sebagai mahakarya dengan estetika yang tinggi.