almanak

Mother Teresa; Cinta Kasih dan Kemanusiaan

Suatu ketika Mother Teresa ditanya perihal bagaimana caranya mempromosikan perdamaian dunia. Wanita yang dianugerahi Nobel Perdamaian pada tahun 1979 itu lantas menjawab, 'pulanglah, cintai keluargamu'.

PublishedJanuary 27, 2017

byDgraft Outline

Mother Teresa (1910-1997) adalah seorang tokoh perempuan yang mengabdikan hidupnya untuk kemanusiaan. Ia merupakan biarawati Katolik Roma yang mencurahkan hidupnya untuk melayani orang miskin dan melarat di seluruh dunia.

Mother Teresa dilahirkan pada tahun 1910 di Skopje, ibu kota Republik Macedonia. Namun beliau menghabiskan bertahun-tahun di Calcutta, India, di mana dia mendirikan Missionaries of Charity ; kongregasi religius yang ditujukan untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Sedikit yang diketahui tentang kehidupan awal Mother Teresa. Tapi, beliau memang sudah merasa terpanggil dari usia muda untuk menjadi biarawati dan terlibat untuk melayani, membantu orang-orang yang kesusahan.

Pada usia 18 beliau terbergabung dengan sekelompok biarawati di Irlandia; Sisters of Loret.

Dia kemudian diberi izin untuk melakukan perjalanan ke India setelah mengambil sumpah agama resmi nya pada tahun 1931 dengan memilih nama St Theresia dari Lisieux – orang suci pelindung para misionaris.


Pada kedatangannya di India, ia mulai dengan bekerja sebagai guru, namun kemiskinan yang meluas di Calcutta membuat kesan yang mendalam pada dirinya. Hal tersebut jualah yang memicunya memulai suatu tatanan baru–menjadi cikal bakal “ The Missionaries of Charity“.

Tujuan utama dari misi ini adalah untuk melindungi orang-orang, yang tidak mempunyai orang lain yang siap untuk menjaga. Mother Teresa merasa bahwa melayani orang lain adalah prinsip utama dari ajaran Yesus Kristus.

Di Calcutta Mother Teresa mengalami dua periode traumatis: Yang pertama adalah kelaparan Bengal 1943 dan yang kedua adalah kekerasan Hindu-Muslim pada tahun 1946, sebelum perpecahan India.

Pada tahun 1948, ia memutuskan untuk meninggalkan biara dan hidup penuh waktu di antara kemiskinan Calcutta. Dia memilih untuk memakai sari putih India dengan pinggiran biru sebagai bentuk penghormatannya terhadap pakaian tradisional India.

Selama bertahun-tahun, sosok ibu yang dianugerahi Congressional Gold Medal (1994) ini dan sekelompok kecil rekan biarawatinya melakukan kerja-kerja sosial. Perlahan-lahan usaha dan perjuangannya melawan kemiskinan mendapat perhatian masyarakat dan politisi setempat.

Pada tahun 1952, ia membuka rumah duka pertama; tempat bagi jiwa-jiwa sekarat yang memungkinkan orang untuk mati dengan bermartabat. Mother Teresa pun sering menghabiskan waktunya mendampingi dan terpanggil untuk berada di sisi mereka.

Sekali pun ia adalah seorang misionaris, Mother Teresa tidak pernah berusaha untuk mengkonversi orang-orang dari agama lain. Mereka yang dirawat hingga kematian menjemput diberi ritual agama sesuai dengan iman mereka.

Seiring waktu, misi yang berawal dari Calcuta mulai menyebar ke lain benua. Di tahun 2013, tercatat ada 700 misi yang beroperasi di lebih dari 130 negara. Ruang lingkup kerja mereka juga diperluas di antaranya mencakup panti asuhan hingga rumah sakit khusus bagi mereka dengan penyakit yang di-diagnosa mendekati ajal.

Mother Teresa, memang dikenal memiliki iman Katolik sangat tegas dan terkadang ia mengambil garis tegas sesuai imannya, misalnya tentang aborsi, hukuman mati, dan perceraian – bahkan beberapa kali keputusannya menyebabkan posisinya tidak populer.

The Missionaries of Charity kini memiliki cabang di seluruh dunia termasuk cabang-cabang di negara maju di mana mereka bekerja dengan para tunawisma dan orang-orang yang terkena AIDS.

Kehidupan Mother Teresa pertama kali dibawa ke perhatian publik yang lebih luas oleh Malcolm Muggeridge pada tahun 1960. Malcolm menulis sebuah buku dan memproduksi sebuah film dokumenter “Sesuatu yang indah untuk Allah”.

Tahun 1979, beliau dianugerahi Nobel Perdamaian “untuk pekerjaan yang dilakukannya dalam perjuangan untuk mengatasi kemiskinan dan kekurangan hidup yang juga merupakan ancaman bagi perdamaian.”

Mother Teresa tidak menghadiri perjamuan seremonial penganugerahannya, tetapi ia meminta agar “hadiah” atas Nobel — waktu itu sebesar $ 192.000–diberikan kepada orang miskin.


Selama dua dekade terakhir hidupnya, Mother Teresa menderita berbagai masalah yang bersumber pada kesehatan. Tapi tidak ada yang bisa menghalanginya dari misi untuk terus melayani mereka yang membutuhkan.

Sampai penyakit membawanya ke hari-hari terakhirnya, dia masih aktif dalam perjalanan keliling dunia untuk berbagi cinta kasih.

Setelah kematian Mother Teresa Vatikan memulai proses beatifikasi–yang merupakan langkah kedua dalam perjalanan ke kanonisasi dan kesucian. Pada tahun 2003, ia secara resmi dibeatifikasi, tepatnya pada bulan Oktober oleh Paus Yohanes Paulus II.

Pada bulan September 2015, Paus Francis menyatakan Mother Teresa adalah seorang santa hidup yang menawarkan contoh yang teramat baik, dapat menjadi inspirasi cinta kasih bagi dunia.

Wanita yang telah menjadi simbol kerja-kerja kemanusiaan tanpa pamrih inipun lantas ditahbiskan sebagai orang suci, sebagai seorang santa, oleh Gereja Katolik Roma pada tahun 2016.