almanak

Haidar Ali Sahib dan Revolusi Amerika Serikat

Jika Sultan Mysore punya sedikit keberuntungan, George Washington mungkin akan dikenal sebagai Haidar Ali dari Amerika Utara. Haidar Ali Sahib penguasa Mysore–sebuah kerajaan di barat daya India sekarang.

PublishedDecember 8, 2016

byDgraft Outline

Haidar Ali Sahib berjuang di India dalam serangkaian perang dengan Inggris di paruh kedua abad ke-18. Sementara Washington memimpin “pemberontakan” terhadap Inggris di utara Amerika, saat musim dingin keras di Valley Forge hingga berhasil menguasai Yorktown.

Haidar dan Washington tidak pernah berkomunikasi secara langsung satu sama lain, tetapi mereka berperang melawan musuh bersama–yang sama. Dibalik itu, seperti tentara Mysorean, para pejuang Amerika adalah “mitra” Perancis–yang melihat keduanya sebagai kesempatan mereka untuk “merendahkan” Inggris.

Haidar kecil tidak dikisahkan sebagai sosok yang kelak akan menjadi “besar”. Lahir sekitar 1720, Haidar Ali segera kehilangan ayahnya, seorang perwira tentara bayaran yang meninggal di medan laga. Haidar kemudian mengikuti jalan ayahnya, menjadi prajurit untuk dinasti Wodeyar, penguasa Mysore kala itu.

Setelah bertahun-tahun mengabdikan diri, ia tumbuh sebagai sosok yang sangat “diperlukan” penguasa, hingga berhasil menjadi sosok yang paling berpengaruh di Mysore di 1760-an.

Di waktu yang sama, British East India Company memperluas kekuasaannya di seluruh India, dengan mengalahkan penguasa dari Bengal di timur hingga ke wilayah tetangga kekuasaan Haidar Ali Sahib di selatan.

Bersekutu dengan Perancis, Haidar sanggup menahan muka Inggris selama dua dekade. Naasnya ia meninggal pada tahun 1782, hanya setahun sebelum AS menang dalam pemberontakan melawan Inggris.

Dalam Perang Tujuh Tahun (1756-1763), Inggris berhasil mengakhiri konflik yang hampir satu abad dengan rival kekaisaran-nya di Amerika Utara. Inggris berhasil merebut wilayah luas Perancis di Kanada hingga lembah Sungai Mississippi.

Perancis terlalu lemah untuk menghadapi Inggris sendiri. Pemerintah Perancis lalu menenun jaringan aliansi, bermain di kebencian terhadap kontrol perdagangan Inggris pada jaringan global.

Dimulai pada pertengahan 1770-an, Perancis telah mengirim uang dan penasehat militer mereka untuk kedua sekutu; Mysore dan AS. Tujuannya adalah membalas kekalahan mereka dengan memicu pemberontakan wilayah kolonial Inggris.

Aliansi dengan Perancis terbukti penting untuk kelangsungan hidup bibit perlawanan di AS. Memori bantuan Perancis, dan khususnya Marquis de Lafayette, disanjung Washington, sebagai asal-usul cerita simbolik hubungan dekat Franco-Amerika.

Amerika mulai melihat diri mereka sebagai korban penindasan penjajahan Inggris. Mereka segera bersimpati dengan para korban lainnya kekaisaran, terutama Asia Selatan.

Selama Perang Revolusi, bagaimanapun, Amerika melihat diri mereka bukan hanya sebagai sekutu Perancis, tetapi sebagai bagian dari koalisi, Para pejuang Mysore termasuk di dalamnya.

Pemberontakan Amerika melawan Inggris dengan cepat menguap pada dimensi internasional. Agen Amerika segera sibuk mencari pengakuan internasional dan goodwill dari negara-negara termasuk Maroko, Belanda dan, yang paling penting, Prancis, rival kekaisaran Inggris.

Tahun 1778, Perancis dan Amerika Serikat secara resmi menjadi sekutu. Sebelumnya, di tahun 1776, sebuah Kongres yang dibentuk tahun 1774 bahkan telah menyatakan kemerdekaannya sendiri, bermaksud mengubah bekas koloni Inggris menjadi Amerika Serikat.

Kongres yang sama juga mengakui bahwa mereka tidak hanya mitra Perancis melawan Inggris, tapi juga mencari cara untuk bekerja sama dengan Mysore, sekutu perancis di Asia Selatan.

Pada 1777, atas saran dari Thomas Conway, seorang penasihat militer Prancis yang lahir di Irlandia, para patriot Amerika akan bergabung dengan ekspedisi militer Perancis ke benua Asia. Walaupun pada kenyataaanya Amerika kekurangan sumber daya untuk skema tersebut.

Tahun 1780-an awal, bayangan kekalahan Inggris dalam perang revolusi sudah semakin pekat.

Banyak orang Amerika dengan senang hati bermimpi tentang dunia pasca-perang di mana East India Company tidak lagi menjadi kekuatan yang signifikan. Inggris, bagaimanapun, nyatanya, tetap berhasil mempertahankan wilayahnya di India; menghalau pasukan gabungan Mysore dan Perancis.

Dukungan Prancis untuk Mysore dan AS dan atas ambisinya bersaing dengan Inggris, harus dibayar mahal karena telah ikut mendorong kekosongan tabungan mereka. Api dalam sekam, masyarakat Perancis justru mengobarkan revolusi yang lebih radikal di rumahnya sendiri.

Inggris sementara itu terus meraup pundi-pundi keuntungan yang memungkinkan mereka melanjutkan kebijakan agresifnya. Sedangkan AS, tengah bersiap menjelma menjadi “kekaisaran”.

Setelah merdeka, Amerika kehilangan rasa solidaritas terhadap anak benua India. Mysore pun sayangnya tetap berada di bawah kontrol Inggris.

Pemerintah Amerika yang baru lahir pun dipaksa harus menyesuaikan diri dengan realitas politik baru ini. Para saudagar menjadi motornya. Mereka segera menyadari bahwa bagaimanapun mereka tidak bisa memasuki pasar yang paling menguntungkan tanpa izin dari British East India Company.

Mereka melobi untuk pembentukan konsulat Amerika dan mendorong kepentingan Amerika. Pemerintah AS menciptakan konsulat pertama di Asia Selatan pada tahun 1792, di Calcutta. Dua tahun kemudian, di Madras, mereka menambah konsulnya yang lain.

Konsul yang hanya mengurusi kepentingan ekonomi. Mereka tidak punya kontak dengan kantung-kantung wilayah independen seperti Mysore, yang seperti Perancis kini sibuk melawan seorang diri.

Pada tingkat pemerintahan, kepentingan Amerika di Mysore mungkin menghilang. Tetapi banyak orang Amerika tetap terpesona oleh Haidar Ali Sahib.

Bahkan setelah AS berdamai dengan Inggris pada tahun 1783, Haidar dan anak yang menggantinya, Sultan Tipu (1750-1799) masih memiliki daya tarik tersendiri bagi Amerika. Para penguasa Mysore ini menjadi referensi yang akrab di surat kabar Amerika, puisi, hinggga percakapan sehari-hari.

Philip Freneau sahabat Thomas Jefferson dan salah satu penyair terkemuka di negara itu, sempat menulis puisi untuk Hyder-Ally (kapal perang Pennsylvania) dan yang Si Empunya nama; Sultan Mysore.

Koran Amerika dari 1780-an dan 90-an melaporkan perjuangan putus asa negara itu terhadap Inggris, buku-buku teks Amerika tentang isu Mysore masih diminati. Hingga tahun awal abad ke-19, perjuangannya untuk kemerdekaan Mysore masih terus bergema dalam imajinasi Amerika.

Masa berlalu, jiwa berganti. Pada awal abad ke-19, Amerika telah sepenuhnya memulai proyek kekaisaran sendiri. Diplomat Amerika, pedagang, dan misionaris bahu-membahu untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Amerika yang telah memenangkan kemerdekaan dari inggris kini rela berada di-buaian Sang Ratu.

AS perlahan menjelma menjadi kekuasaan “kekaisaran”, koloni-koloninya membentang dari Puerto Rico dan Guantanamo di Karibia bahkan hingga Filipina di Pasifik. Hari ini, dengan pangkalan militer di lebih dari 70 negara di seluruh dunia, AS tetap merupakan kerajaan.

Namun, jauh dari semua itu, kita tahu bahwa generasi orang Amerika yang berjuang untuk kemerdekaan dari Inggris, meletakkan dasar-dasar identitas mereka pada anti-kekaisaran dan kolonialisme. Generasi pendiri dan anak-anak zaman yang kala itu terpesona dengan kisah Mysore dan para pemimpinnya.

Tentu saja, jika generasi Amerika hari ini terus melihat Haidar Ali Sahib dan para pendiri mereka sebagai pahlawan, atau terus mengidentifikasi dengan perjuangan kebebasan, maka AS, dan mungkin dunia, akan terlihat sangat berbeda hari ini.