etnografi

Suku Bauzi, Papua

Suku Bauzi mempunyai beberapa sebutan, yaitu Baudi, Bauji, Bauri, dan Bazi. Suku Bauzi ini merupakan suku yang berada di pedalaman tanah Papua dan oleh beberapa peneliti kerap digolongkan kedalam “suku terasing”.

PublishedJuly 17, 2014

byDgraft Outline

Menurut sumber data Summer Institute of Linguistics (SIL) yaitu Lembaga bahasa dari Amerika Serikat memasukkan suku Bauzi ke dalam 14 suku paling terasing, begitu juga menurut sumber lokal Badan Pusat Statistik (BPS) Papua, mendaftarkan suku Bauzi ini ke dalam 20 suku terasing. Selain itu kedatangan mereka juga salah satunya untuk meneliti bahasa dan dialek Bauzi.

Upaya ini berhasil dengan penerbitan berbagai literature berkenaan dengan suku ini, termasuk penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Bauzi yang dilakukan oleh Dave dan Joice Briley. Dari hasil penelitian SIL, bahasa Bauzi kurang lebih memiliki 1350 kosakata yang terbagi ke dalam tiga dialek utama, yakni dialek Aumenefa, Gesda Dae, dan dialek Neao.

Asal muasal orang Bauzi diperkirakan dari daerah Waropen Utara, sedangkan daerah sebaran penduduknya meliputi wilayah selatan danau Bira, Neao tenggara, Noiadi dan dua daerah yang berada di perbukitan Van Rees Mamberamo.

Kehidupan orang Bauzi masih tradisional, hal itu terlihat dari mata penceharian yang dilakukan mereka yaitu meramu, dengan teknologi yang digunakan meliputi parang, dan perlatan yang mereka buat sendirib. Suku Bauzi tidak bercocok tanam karena alam masih menyediakan anugerah yang tak terbatas bagi mereka.

Kehidupan suku ini mulai bebeda setelah kedatangan misionaris Kristen dari Eropa, suku Bauzi kemudian mulai berkebun. Mereka membangun rumah-rumah yang berdinding kulit kayu dengan atap dari daun-daun sagu atau rumbia dan atau kulit pohon. Kehidupan meraka pun sedikit berubah. 65% penduduk suku Bauzi memeluk agama Kristen. Sejak saat inu mereka mulai mengenal Injil Jauh sebelum itu, dalam kehidupan yang semi nomamden, umumnya mereka membuat Bifak yang berda dipinggir sungai atau hutan. Bifak digunakan bukan hanya sebagai tempat tinggal saja, melainkan untuk memudahkan dalam berbagai aktivitas seperti berburu dan meramu.

Pada masyarakat suku Bauzi, cara berpakaian antara laki-laki dan perempuan bisa dibedakan. Pada umumnya laki-laki suku Bauzi mengenakan cawat koteka. Mereka juga mengenakan hiasan pada pada bagian lubang hidung umumnya tulang. Sedangkan para perempuan mengenakan telah menggunakan pakaian dari olahan kayu dan daun.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, suku Bauzi memaanfaatkan sagu sebagai makanan poko mereka. Kadang-ladang mereka menanam umbi-umbian. Anehnya orang Bauzi tidak suka makan sayur-sayuran, maka tidak heran balita, ibu-ibu hamil sering terkena gejala anemia dan kekurangan gizi.

Perkembangan suku Bauzi kini semakin berkembang, terlepas kedatangan para peneliti dari eropa dan Amerika. Mereka juga memberikan beberapa ilmu-ilmu yang diajarkan kepada orang bauzi semisal, cara bercocok tanam, menerjemahkan Alkitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Bauzi, membangun gereja dan lain-lain.

Sampai sekarang banyak kunjungan dari provinsi bahkan penelti dari luar. Tarakhir pada tahun 2010 seteleh penemuan kampung Fona sebagai perluasan wilayah orang Bauzi pada tahun 80an. Hingga sekarang di kampong Fona terdapat landasan sebagai akses hubungan udara.