etnografi

Suku Kutai, Kalimantan Timur

Suku Kutai merupakan salah satu etnis asli yang berada dan mendiami wilayah-wilayah di Kalimantan Timur dengan populasi tercatat mencapai 314.000 jiwa. Suku Kutai dikatakan merupakan bagian dari rumpun masyarakat Dayak, sehingga terkadang ia disebut sebagai suku Dayak Kutai.

PublishedJuly 12, 2014

byDgraft Outline

Hari ini, mayoritas masyarakat Kutai memeluk agama Islam, dan sebagian kecil masih berpegang pada keyakinan leluhur mereka yang disebut “ Kaharingan ”.

Pada mulanya, istilah “Kutai” merujuk pada suatu nama tempat atau wilayah dan nama kerajaan, tempat diketemukannya prasasti Yupa oleh para arkeolog dan peneliti Belanda. Lambat laun,”Kutai” menjadi nama suku, persis seperti sebutan “Dayak” yang juga merupakan penyebutan orang-orang Belanda.

Suku Kutai ini terdiri dari beberapa sub-suku yang memiliki bahasa beragam. Sejumlah bahasa sub-suku yang sudah tidak digunakan lagi dan kemungkinan diperkitakan sudah punah adalah bahasa Baang Kelo, Umaa Luhaat, Umaa Palaa, Umaa Palog, Umaa Sam dan Umaa Wak

Bahasa-bahasa itu pada masa dahulu lazim dituturkan oleh orang Kutai yang berada di hulu dan do hilir sungai Mahakam. Sementara bahasa Kutai yang masih digunakan saat ini terbagi ke dalam empat dialek, yakni dialek Kutai Tenggarong, Kutai Kota Bangun, Kutai Muara Ancalong, dan Kutai Sengata atau Sangatta.

Sejarah Suku Kutai

Berkenaan dengan asal-muasal suku Kutai, teori yang paling terkemuka menyebutkan bahwa leluhur suku Kutai berasal dari provinsi Yunan, China, yang datang ke Kalimantan Timur dalam dua gelombang, yakni antara tahun 3000-1500 SM dan 500 SM. Para pendatang tersebut kemudian berasimilasi dengan para penduduk lokal yang sudah ada sebelumnya. Dalam sejarahnya, di wilayah Kutai terdapat lima puak (suku), yakni Puak Pantun, Puak Punang, Puak Pahu, Puak Sendawar, dan Puak Melani. Berikut adalah nama-nama puak tersebut berikut wilayah persebarannya: Puak Pantun, yakni kelompok masyarakat tertua di Kalimantan Timur yang juga merupakan puak yang paling tua di antara 5 puak Kutai lainya. Mereka adalah suku bangsa yang dahulu mendirikan kerajaan tertua di Nusantara, yakni kerajaan Kutai Martadipura pada abad ke-4 Masehi. Wilayah persebaran mereka mencakup sebagian wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur hari ini.

Puak Punang (Puak Kedang), yakni suku yang mendiami wilayah pedalaman. Puak punang ini tersebar di wilayah Kota Bangun, danau semayang, Muara Muntai, Sungai Belayan dan wilayah-wilayah di sekitarnya.

Puak Pahu, yakni suku yang mendiami wilayah Kedang Pahu dan wilayah sekitarnya.

Puak Sendawar, yakni suku yang mendiami wilayah Sendawar (Kutai Barat). Suku ini dulu mendirikan sebuah Kerajaan bernama Sendawar di wilayah Kutai Barat. Dalam perkembangannya, mereka bermigrasi meninggalkan tanah moyangnya dan membentuk kelompok sukunya masing-masing, yang sekarang dikenal sebagai suku Dayak Tunjung, Bahau, Benuaq, Modang, Penihing, Busang, Bukat, Ohong dan Bentian. Selain suku-suku tersebut, terdapat pula suku-suku lain, yaitu suku Dayak Kenyah, Basap, Kayan, dan Punan.

Puak Melani, yakni suku yang mendiami wilayah pesisir. Suku ini merupakan kelompok masyarakat yang termuda di antara puakpuak Kutai. Di dalam suku ini telah dimungkinkan juga telah terjadi “percampuran” antara suku kutai asli dengan beberapa suku pendatang seperti; Banjar, Melayu dan suku Jawa.

Dalam sejarahnya, puak Pantun, Punang, Pahu dan Melani kemudian berkembang menjadi suku Kutai yang masing-masing memiliki bahasa yang mirip tetapi berbeda secara dialek. Sebagian puak Sendawar yang tetap tinggal di wilayah pedalaman, dan oleh Peneliti Belanda kemudian disebut dengan sebutan “Orang Dayak”.

Di sinilah dikatakan sebagai awal dari terbaginya dua kelompok atau golongan dari suku asli di Tanah Kutai; Suku Dayak dan Suku Kutai. Oleh suku Dayak, suku Kutai disebut sebagai “ haloq ”. Haloq merupakan sebutan Suku Dayak atau “suku asli” Tanah Kutai yang keluar dari adat atau budaya dan atau kepercayaan nenek moyang. Mereka yang behaloq (meninggalkan adat lama) telah menerima dan berbaur dengan “budaya” pendatang.

Sebutan haloq dari sebagian puak mulai timbul ketika sejumlah puak lainnya banyak meninggalkan kepercayaan lama, salah satunya adalah dengan memeluk ajaran-ajaran pendatang, terutama Islam.

Puak yang masih bertahan dengan adat atau kepercayaan lamanya adalah puak Sendawar, meskipun sebagian kecilnya ada juga suku yang berasal dari puak Sendawar yang telah meninggalkan adat lama.

Mungkin sejak saat itulah orang yang dinyatakan haloq dan orang yang bukan haloq telah terpisah kehidupannya, karena dinilai sudah berbeda adat istiadat. Perlahan namun pasti, kelompok yang tergolong haloq menyebut dirinya “Orang Kutai”, yang berarti mereka yang ada di tanah Kutai atau orang yang berasal dari wilayah Kerajaan Kutai.

Setelah masuknya Islam, terjadi perubahan secara drastis dalam tatanan kehidupan Suku Kutai, yang cukup signifikan menghapus jejak tradisi yang diwariskan leluhur mereka. Merebak secara luas kecenderungan yang menganggap bahwa kebudayaan Melayu yang masuk bersama Islam lebih “beradab”, sehingga “budaya Dayak” pada Suku Kutai mulai tersisih.

Sebagai akibat, hari ini banyak orang yang mengidentikan suku Kutai sebagai bagian ras Melayu (muda). Secara teoritis, para peneliti memberikan istilah “suku Dayak berbudaya Melayu” untuk mewakili keunikan suku Kutai tersebut.