almanak

Batik; Selayang Pandang Membatik di Indonesia

Secara etimologis, batik berasal dari kata menitik yang berarti 'menetes'. Dalam bahasa Jawa krama, batik disebut seratan, dalam bahasa Jawa ngoko disebut 'tulis', yang dimaksud adalah menulis dengan lilin.

PublishedOctober 2, 2009

byDgraft Outline

Istilah Batik juga bisa dimaknai sebagai “ amba ” yang berarti menulis dan “ tik ” yang berarti menitik.

Kegiatan membatik merupakan sebuah proses yang selain membutuhkan ketelatenan dan keuletan, juga memerlukan kesungguhan dan konsistensi yang tinggi.

Hal ini dapat dilihat dari serangkaian proses, mulai dari mempersiapkan kain ( pencucian, pelorodan, pengetelan, pengemplongan ), membuat pola ( ngelowongi ), membuat isian ( Ngisen-iseni), Nerusi, Nembok, hingga Bliriki. Melalui serangkaian proses panjang tersebut, dapat diketahui bahwa proses pembuatannya membutuhkan waktu dan kesabaran yang tidak sedikit

Batik dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: proses pembatikan, qualitas pembatikan, motif, dan warna batik (bagi beberapa orang ada yang memperhitungkan makna atau nilai yang terkandung dalam selembar kain batik).

Secara visual, batik mempunyai pakem-pakem tertentu yang mesti diterapkan dalam penggunaannya, baik dalam pakem pembuatan pola maupun pakem penggunan motif tersebut beserta acara atau upacara ritual yang akan diselenggarakan.

Seperti contohnya pola Parang Rusak yang hanya boleh digunakan oleh Pangeran atau Pola Truntum yang diperuntukkan bagi pasangan pengantin.

Warna yang digunakan pada batik keraton terbatas pada pewarna alami, pasalnya pada masa itu belum ditemukan pewarna sintesis. Berdasarkan kosmologi Jawa, penerapan warna seperti hitam, merah, putih atau coklat mengacu pada pakem yang berlaku.

Table of contents

Open Table of contents

Tehnik Dan Proses Batik; Penggolongan Motif Batik

Batik merupakan seni melukis yang dilakukan di atas kain. Dalam pengerjaannya, pembatik menggunakan lilin atau malam untuk mendapatkan ragam hias atau pola di atas kain yang dibatik dengan menggunakan alat yang dinamakan canting.

Batik secara terminologi adalah gambar yang dihasilkan dengan menggunakan alat canting atau sejenisnya dengan bahan lilin sebagai penahan masuknya warna. Jadi, yang dimaksud dengan batik adalah cara membuat ragam hias di atas sehelai mori dengan menggunakan malam (lilin) cair sebagai perintang warna dengan menggunakan alat canting.

Canting adalah alat yang dibuat dari tembaga berbentuk semacam mangkuk kecil bercarat dan berbingkai buluh bambu. Jumlah dan besar kecil carat tergantung pada kebutuhan untuk melukis.

Macam-macam motif Batik. Pada hakikatnya, motif batik tradisional dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu motif geometris dan motif nongeometris. Motif goemetris (ragam hias ilmu ukur), berawal dari ketentuan tertentu, seperti berujud garis-garis, segitiga, segi empat, cêplok, dan sebagainya.

Motif Batik Geometris

Ragam hias yang termasuk motif batik geometris adalah motif banji, motif ceplok, motif kawung, anyaman dan limar, dan garis miring atau parang dan udan liris.

Motif Batik Non Geometris

Motif non goemetris adalah ragam hias yang tidak terikat oleh bentuk-bentuk ilmu ukur dan biasanya tersusun dari ornamen tumbuh-tumbuhan, seperti: motif semen dan buketan-terang bulan, lunglungan, meru, pohon hayat, candi, binatang, burung, garuda, ular atau naga.

Motif semen tersebut dapat digolongkan menjadi tiga macam, antara lain sebagai berikut.

  1. Motif semen yang tersusun dari ornamen tumbuh-tumbuhan, yaitu: bagian bunga atau kuncup dan daun.
  2. Motif semen yang tersusun dari ornamen tumbuh-tumbuhan dan binatang, yaitu: bagian bunga atau kuncup dan daun, serta binatang.
  3. Motif semen di mana bentuk ornamennya berupa tumbuh-tumbuhan, binatang dan lar-laran atau binatang bersayap.

Kategori Batik dan Filosofinya

A. Batik Keraton

Batik keraton adalah batik dari Surakarta (Solo) dan Yogyakarta (Yogya). Di antaranya:

B. Batik Pesisir

Batik yang dibuat di luar daerah Solo dan Yogyakarta. Beberapa contoh diantaranya :

Jenis Canting dalm Tehnik Dan Proses Batik

1. Jenis Canting Menurut Fungsinya

A. Canting Reng-rengan

Canting reng-rengan dipergunakan untuk membatik Reng-rengan. Reng-rengan ( ngengrengan ) ialah batikan pertama kali sesuai dengan pola sebelum dikerjakan lebih lanjut.

Orang membatik reng-rengan disebut ngengreng. Pola atau peta ialah batikan yang dipergunakan sebagai contoh model. Reng-rengan dapat diartikan kerangka

Biasanya canting reng-rengan dipergunakan khusus untuk membuat kerangka pola tersebut, sedangkan isen atau isi bidang dibatik dengan mempergunakan canting isen sesuai dengan isi bidang yang diinginkan

Batikan hasil mencontoh pola batik kerangka ataupun bersama isi disebut Polan. Canting reng-rengan bercucuk sedang dan tunggal.

B. Canting Isen

Canting Isen ialah canting untuk membatik isi bidang, atau untuk mengisi polan. Canting isen bercucuk kecil baik tunggal maupun rangkap.

2. Jenis Canting Menurut Banyaknya Carat (Cucuk)

A. Canting Cecekan

Canting cecekan bercucuk satu (tunggal), kecil, dipergunakan untuk membuat titik- titik kecil (Jawa : cecek ). Orang membuat titik-titik dengan canting cecekan disebut “ nyeceki ”. Selain untuk membuat titik-titik kecil sebagai pengisi bidang, canting cecekan dipergunakan juga untuk membuat garis-garis kecil.

B. Canting Loron

Loron berasal dari kata loro yang berarti dua. Canting ini bercucuk dua,berjajar atas dan bawah, dipergunakan untuk membuat garis rangkap.

C. Canting Telon

Telon dari kata telu yang berarti tiga. Canting ini bercucuk tiga dengan susunan bentuk segi tiga. Kalau canting telon dipergunakan untuk membatik, maka akan terlihat bekas segi tiga yang dibentuk oleh tiga buah titik, sebagai pengisi.

D. Canting Prapatan

Prapatan dari kata papat yang berarti empat. Maka canting ini bercucuk empat, dipergunakan untuk membuat empat buah titik yang membentuk bujursangkar sebagai pengisi bidang.

E. Canting Liman

Liman dari kata lima. Canting ini bercucuk lima untuk membuat bujursangkar kecil yang dibentuk oleh empat buah cicik dan sebuah titik ditengahnya.

F. Canting Byok

Canting byok ialah canting yang bercucuk tujuh buah atau lebih dipergunakan untuk membentuk lingkaran kecil yang terdiri dari titik-titik; sebuah titik atau lebih, sesuai dengan banyaknya cucuk, atau besar kecilnya lingkaran. Canting byok biasanya bercucuk ganjil.

G. Canting renteng atau galaran

Galaran berasal dari kata galar, suatu alat tempat tidur terbuat dari bambu yang dicacah membujur. Renteng adalah rangkaian sesuatu yang berjejer ; cara merangkai dengan sistem tusuk. Canting galaran atau renteng selalu bercucuk genap–empat buah cucuk atau lebih–biasanya paling banyak enam buah, tersusun dari bawah ke atas.

3. Jenis Canting Berdasarkan Besar Kecilnya Cucuk

Jenis Malam Batik dan Fungsinya

Pemalaman adalah proses penggambaran corak dengan prinsip negatif di atas kain dengan menggunakan malam cair dengan canting sebagai alatnya. Proses ini didahului dengan pemolaan.

Malam yang dipakai sebagai perintang warna berasal dari sarang lebah. Daerah penghasil sarang lebah antara lain Sumbawa, Timor, Sumba dan Palembang.

Pada awal abad ke-19 ketika penyebaran batik mulai meluas, Palembang sempat mengirim lilin lebah ke Pulau Jawa. Namun hal ini dianggap terlalu mahal karena pembudidayaan sarang lebah merupakan pekerjaan yang tidak mudah dan memakan waktu yang tidak sedikit.

Jenis-jenis Malam dalam Membatik

  1. Malam carik, warna agak kuning dan sifatnya luntur tidak mudah retak, lekatnya hebat, fungsinya untuk membuat batik tulis halus.
  2. Malam gambar, warna kuning pucat dan sifatnya mudah retak, fungsinya untuk membuat remekan (efek warna cetak).
  3. Malam tembokan, warna agak coklat sedikit, sifatnya kental dan berfungsi untuk menutup blok (putih).
  4. Malam biron, warna lebih coklat lagi dan berfungsi untuk menutup warna biru.
  5. Malam tawon: Dari sarang lebah (Tolo Tawon)
  6. Malam Klenceng: Dari sarang lebah klenceng
  7. Malam Timur: Asal bahan belum terindentifikasi, namun merupakan jenis terbaik
  8. Malam putih: minyak latung yang diproduksi massal
  9. Malam Songkal: Terbuat dari minyak Latung yang diproduksi massal
  10. Keplak dan Gandarukem: Digunakan sebagai bahan campuran
  11. Parafin: Berasal dari minyak bumi, bersifat mudah retak sehingga biasa digunakan sebagai campuran atau sebagai isen latar untuk kesan retakan yang halus

Tehnik Dan Proses Batik; Warna dalam Batik

A. Jenis-Jenis Pewarna

Ada berbagai macam pewarna batik yang digunakan dalam pembuatan batik tulis tersebut, yaitu: naptol, indigosol, rhemasol, dll. Setiap jenis warna batik memiliki cara yang berbeda dalam teknik pencampuran /penggunaannya.

Warna naptol terdiri dari: napthol, garam ( diazo ), TRO, dan kostik. Perbandingan naptol dan garam yaitu: 1:3, artinya jika 3 gram napthol dibutuhkan 9 gram garam ( diazo ). Caranya: 3 gram napthol dicampur TRO dan kostik, serta air panas (1/4 liter air) lalu diaduk sampai rata. Kemudian adonan tersebut dicampur dengan ¾ liter air dingin (jumlah air seluruhnya=1 liter).

Untuk zat pewarna sintetis rhemasol tersebut antara lain terdiri dari: rhemasol dan waterglass. Jenis warna ini memiliki sifat yang hampir sama dengan cat air, namun sebagai pengunci warna tekstilnya menggunakan waterglass.

Pewarna alami pada Batik

Diantaranya:

B. Teknik Pewarnaan Batik

Pada batik tradisional, pewarna yang digunakan adalah pewarna alami. Contohnya penggunaan warna coklat dari pohon tingi, warna biru dari tarum, akar pohon mengkudu yang mengeluarkan warna merah atau kunyit yang memunculkan warna kuning.

Warna-warna batik keraton biasanya dihiasi dengan warna-warna tanah seperti coklat, hitan, krem, putih atau bitu tua. Sedangkan warna cerah seperti merah atau kuning lebih banyak digunakan dalam pembuatan batik pesisir.

Sekitar akhir abad ke-19 menyusul penemuan zat pewarna buatan sebagai pengaruh dari pedagang Cina yang menjual batik namun berusaha mencari jenis pewarna baru yang efisien, murah, tahan sinar matahari dan variatif. Zat pewarna yang popular dikalangan batik saat itu adalah Naphtol dan Indigosol.

Secara kimiawi, naphtol merupakan persenyawaan phenolik yang diperoleh dengan menggantikan satu atau lebih Hidrogen Napthalen dengan gugus pencelupan gugus hidroksil. Sifat lain dari zat kimia ini adalah tidak dapat larut dalam air, asam atau basa encer sekalipun dipanasi

Akan tetapi cat jenis ini tidak tahan terhadap gosokan. Warna-warna yang mampu dihasilkan oleh naphtol hampir melingkupi seluruh spektrum warna.

Tehnik Dan Proses Batik; Tahapan dalam Membatik

Batik dihasilkan melalui proses celup rintang ( resist dyetechnique ). Ada dua jenis proses celup rintang, pertama adalah tenun dengan perintangnya benang; dan kedua batik dengan perintangnya menggunakan malam ( wax ).

Proses membatik dapat dibedakan menjadi: batik tulis, batik cap, dan batik printing.

Proses batik tulis dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

  1. mengolah kain ( mori ) yang akan digunakan untuk membatik, dan
  2. proses pembuatan batik tulis itu sendiri. Proses batik ini dilakukan dalam beberapa tahap.

Tahap-tahap dalam proses pembuatan batik tulis tersebut, antara lain sebagai berikut.

A. Mengolah Kain ; Mori

  1. Ngloyor, tujuannya untuk menghilangkan lapisan kanji dan kotoran yang masih melekat pada kain. Caranya: dengan jalan merendam kain selama 1 hari.
  2. Ngemplong, merupakan salah satu proses dalam menyiapkan mori yang akan dibatik. Proses ini dilakukan dengan cara kain dibasahi dengan air (seperti akan disetrika), ditumpuk yang rapi lalu dipukuli dengan pemukul kayu, gunanya agar supaya kain tersebut lunak (lembek) sehingga malam dapat menempel kuat dan halus (rata) sehingga jika dicap hasil lebih baik.

B. Proses Pembuatan Batik Tulis

  1. Nglowong, yakni menggambari kain dengan lilin, baik dengan menggunakan canting tangan maupun dengan menggunakan cap ( stample ). Sifat lilin yang digunakan dalam proses ini harus cukup kuat dan renyah. Jenis malam ini digunakan agar supaya lilin mudah dilepaskan dengan cara dikerok karena bekas gambar dari lilin ini nantinya akan diberi warna coklat. Nglowong ada dua tingkatan yaitu: ngéngréng dan nerusi (menggambar pada pemukaan kain lainnya).
  2. Nembok, proses hampir sama dengan nglowong tetapi lilin yang digunakan lebih kuat karena lilin ini dimaksudkan untuk menahan zat warna biru ( indigo ) dan coklat ( soga ) agar tidak menembus kain. Bedanya dengan nglowong adalah nembok dimaksudkan untuk menahan warna, sedangkan nglowong dimaksudkan untuk menggambar dan menjadi tempat warna coklat setelah dikerok.
  3. Wedelan, proses untuk memberi warna biru dengan menggunakan indigo ( napthol ) yang disesuaikan dengan tingkat warna yang dikehendaki.
  4. Ngerok, untuk menghilangkan lilin klowongan untuk tempat warna coklat. Ngerok dikerjakan dengan potongan kaleng dengan lebar kurang lebih 3 cm dan panjang kurang lebih 30 cm yang ditajamkan sebelah, lalu dilipat menjadi 2. Alat ini kemudian disebut dengan cawuk.
  5. Mbironi, kain yang telah selesai dikerok bagian-bagian yang diinginkan tetap berwarna biru dan putih ( cecekan /titik-titik) perlu ditutup dengan lilin dengan menggunakan canting tangan, maksudnya agar bagian tersebut tidak kemasukkan warna lain bila di soga.
  6. Nyoga, kain yang telah selesai dibironi lalu diberi warna coklat ( disoga ) dengan ekstrak warna yang terbuat dari kulit kayu soga, tingi, tegeran, dll. Kain tersebut dicelup dalam bak pewarna hingga basah seluruhnya kemudian dianginkan sampai kering. Proses ini diulang-ulang sampai mendapatkan warna coklat yang diinginkan. Untuk warna yang tua sekali, proses ini dapat memakan waktu 1-2 minggu. Bila menggunakan zat pewarna kimia, proses ini dapat selesai 1 hari.
  7. Mbabar/nglorot, untuk membersihkan seluruh lilin yang masih ada di kain dengan cara memasak dalam air mendidih yang ditambah dengan air tapioka encer agar lilin tidak melekat kembali ke kain.

Batik dalam Catatan Sejarah dan Pengakuan Dunia

Batik adalah bagian dari warisan kekayaan seni dan budaya yang artistik dan antik. Masyarakat dunia hari ini telah mengakui baik dari segi teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, sejak UNESCO menetapkan Batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi ( Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity ) indonesia pada 2 Oktober, 2009.

Untuk memperingatinya, pemerintah kemudian menjadikan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional, dengan harapan besarnya apresiasi dari forum internasional sebagai bahan penelitian ilmiah, peningkatan kreativitas karya seni serta menumbuhkan kecintaan dan kebanggaan masyarakat terhadap budaya Indonesia

Banyak bukti dan catatan sejarah, yang menguatkan pembuktian bahwa asal mula, pembuatan, penggunaan, perkembangan dan pelestarian batik adalah budaya wastra Indonesia. J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik berasal dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua.

Saat itu jatuhnya kekuasaan Majapahit ke tangan Demak, Kerajaan Islam, di masa kekuasaan Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijoyo pada tahun 1549-1582, pembangunan sebuah desa yang diberi nama Laweyan menjadi simbol pelestarian budaya membatik peninggalan Majapahit.

Tentang penggunaan batik sebagai sandang orang Jawa, ada beberapa catatan dari masa kolonial yang bersaksi akan hal ini, diantaranya; Raffles mencatatnya dalam The History of Java (1817). Van Rijekevorsel seorang saudagar Belanda, pada 1873 memberikan selembar batik Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam. Sewaktu dipamerkan pada tahun 1900 di Exposition Universelle, Paris, batik Indonesia berhasil memukau publik dan seniman internasional

Bukti sejarah lainnya ada pada sejumlah prasasti dan arca yang ditemukan di Malang, Jawa Timur. Detil ukiran kain pada arca Prajnaparamita (arca dewi kebijaksanaan Buddhis) yang diperkirakan berasal dari abad 13 M menyerupai pola batik tradisional Jawa saat ini

Bukti ini diperkuat oleh pernyataan sejarawan berkebangsaan Belanda G.P. Rouffaer dalam Iwan Tirta dkk (1996) yang menyebutkan, bahwa pola gringsing telah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur, dan pola tersebut hanya memungkinkan dibentuk menggunakan alat canting.

Dalam banyak referensi, kesenian membatik banyak mengaitkan pada zaman Majapahit. Sementara menurut KRT Hardjonagoro, sejarah dan perkembangan batik di Nusantara mulai terekam sejak masa Kerajaan Mataram Islam (berdiri abad ke-17) di Jawa Tengah. Keberadaan motif porong rusak dan semen rama bisa kita temui keberadaannya di keraton

Batik kemudian menjadi populer pada akhir abad ke 18 atau awal abad ke-19. Seluruh batik tersebut awalnya ditulis atau dilukis tangan dan baru pada tahun 1920-an, selain batik tulis kita juga mulai mengenal batik cap.

Penghargaan terpenting dari masyarakat Internasional terhadap batik Indonesia adalah keragaman dan pelestariannya, sehingga batik Indonesia terdaftar di Unesco dalam kategori Warisan Budaya non Benda. Dalam artian masih hidup dan berkembang di tengah masyarakat penggunanya.