traveldraft

Permainan Tradisional Aceh; Dari Cato hingga Sepangkal

Meskipun ada kesamaan, permainan tradisional akan memiliki nama-nama unik berdasarkan daerah di mana permainan itu berada. Tidak terkecuali dengan Permainan Tradisional Aceh.

PublishedJune 16, 2010

byDgraft Outline

Masyarakat Aceh tentunya punya sebutan tersendiri untuk permainan tradisional yang mungkin saja sama dengan wilayah lain di Indonesia tapi tetap punya ciri khasnya tersendiri. Berikut beberapa Permainan Tradisional Aceh.

Table of contents

Open Table of contents

1. Permainan Cato/Cabang

Permainan catur (Aceh: Cato/cabang), adalah permainan yang memerlukan dan melatih kecerdasan. Permainan catur Aceh ini dimainkan pada sebilah papan pada titik pertemuan garis vertikal dan horizontal diletakkan masing-masing sebiji anak (buah) catur. Anak catur ini pada mulanya terdiri dari biji-bijian yang keras kecil.

Permainan dilaksanakan di waktu senggang menjelang saat magrib. Tempatnya biasanya di meunasah/surau, di bawah kolong rumah tradisional dan lainnya. Pemain terdiri dari laki-laki yang berusia antara 15 – 40 tahun. Permainan ini terdiri dari dua jenis:

A. Catur Perang

Aturan permainan:

Misalkan yang bertanding A melawan B, A mendapat giliran I, (dengan undian sut). Karena hanya titik 5 yang kosong, maka dia menyodorkan buah 4 ke 5 yang kosong, B, membalas langkah A dengan menjalankan buah 6 – 4 dan mengambil buah 5 yang dilangkahi (buah ganjil yang dilangkahi satu).

Seterusnya para pemain mengatur siasat untuk dapat menghabiskan buah lawan. Pemain yang menang adalah pemain yang dapat menghabiskan buah lawan.

B. Catur Harimau

Aturan Permainan:

Penentuan Pemenang: Pemegang buah harimau dinyatakan menang apabila dapat meng-habiskan buah kambing. Pemegang buah kambing dinyatakan menung apabila dapat mengurung buah harimau sehingga tidak dapat bergerak lagi. Posisi buah harimau dalam keadaan mati, kemanapun dia tidak bisa bergerak/melangkah lagi.

2. Permainan Daboih

Kata daboih dari bahasa Arab dabbus, dan di Banten disebut debus. Pemainnya adalah laki-laki. Peralatan berupa instrumen musik rebana, berbagai senjata tajam, ranuri dan sebagainya.

Pada awal dimulai permainan; tetabuhan mulai ditabuh. Para pengiring mulai berzikir dan rateb. Tetabuhan dari tempo lambat dan merambat tempo sedang dan cepat. Pada saat tetabuhan pada tempo sedang, para pemain mulai beraksi menusuk-nusukan senjata tajam di tubuhnya.

Demikianlah musik terus meningkat pada tempo cepat dan pemainpun bersemangat menusuk, menetak, menyambit dirinya dengan keris, rencong, pedang dan rantai yang dibakar

Apabila rencong, keris maupun pedang telah bengkok- bengkok, maka permainan telah selesai. Jika pemain ada yang terluka, maka yang ber-sangkutan menemui kalilah untuk diobati. Pengobatan dengan dioles dan pulih lagi serta dapat bermain kembali.

3. Permainan Galumbang

Permainan Tradisional Aceh ini lebih bersifat olahraga bela diri yang digemari oleh masyarakat di pulau Simeulu. Olahraga ini dibutuhkan untuk menghadapi serangan binatang buas. Dalam permainan dibutuhkan keterampilan fisik dan kemahiran magis.

Permainan galumbang dimainkan dua regu masing-masing beranggota ± 20 orang. Galumbang dimainkan dalam upacara perkawinan pada waktu mengantar pengantin atau dalam menyambut tamu agung.

Cara permainan adalah salah satu regu membelakangi tamu sebagai penjaga. Sedang regu yang lain menghadap tamu seperii akan menyerangnya. Permainan ini sama dengan silat. Maka dalam permainan terdapat banyak gerakan silat untuk saling menyerang dengan diiringi bunyi-bunyian, meskipun bukan keharusan.

4. Permainan Gatok/Katok

Gatok/katok adalah suatu permainan dengan mempergunakan biji pinang tua sebagai alat dan mempergunakan jari tangan sebagai pelenting buah pinang. Permainan dilaksanakan di lapangan yang relatif sempit dimana dibuat 3 buah lubang di tanah yang masing-masing berjarak 1 meter.

Setiap peserta I biji pinang. Peserta pemain anak laki- laki umur 8-12 tahun. Permainan ini dilakukan pada waktu senggang atau pada sore hari. Peserta pemain aniara 3 – 5 orang.

Cara bermain; Dari lubang A buah permainan dibuang ke arah lubang C, giliran ditentukan dengan mengukur jarak buah permainan dengan lubang C, dan yang dianggap pemenang (sekaligus memperoleh giliran I) adalah buah yang terdekat dengan lubang C.

Tetapi bila lebih dari sebuah yang masuk ke dalam lubang C, maka buah yang terakhirlah yang merebut giliran 1. Jika ketiga-tiganya masuk lubang, maka masing-masing memperoleh angka 1 dan seterusnya secara bergiliran sehingga mencapai angka 10 dan ini sudah dianggap game (selesai). Maka ia berhenti dan menunggu sisa penyisihan lainnya hingga yang dianggap kalah adalah satu orang yang terakhir.

Hukuman bagi yang kalah harus membuka telapak tangannya di lubang A, lalu D dan F melempar telapak tangannya di lubang A, lalu D dan F melempar tangan E sekuat tenaga dari lubang C masing-masing sekali lemparan.

5. Permainan Gegedi

Permainan tradisional Aceh ini dilakukan oleh ramaja putra suku Gayo. Biasanya dilakukan pada musim panen padi atau sesudahnya. Permainan tanpa peralatan dan iringan apa pun.

Pemain berumur sekitar 10-15 tahun terdiri dua regu. Setiap regu beranggota ± 10 orang. Masing-masing regu mempunyai daerah yang disebut rumah. Daerah atau rumah satu regu dengan regu yang lain berjarak ± 15 meter.

Permainan ini pada prinsipnya serang-menyerang atau jajah-menjajah satu sama lain. Beberapa larangan untuk keselamatan pemain:

Cara permainan yaitu : Misalnya salah seorang anggota regu A berusaha masuk daerah regu B. Tentu anggota regu B berusaha mengusir dan mengejar anggota regu A (adi. Anggota A tadi berusaha kembali ke rumahnya

Anggota regu A yang lain membantu dan mengusir anggota regu B tadi. Misalnya anggota regu A tertangkap dan dengan paksa dibawa masuk ke rumah/daerah regu B, Anggota regu A yang tertangkap berusaha sekuat tenaga melepaskan dari cengkraman beberapa orang anggota regu B

Anggota yang tertangkap ada dua pilihan : menyerah atau tetap dipaksa menyerah. Di situlah sering terjadi pergulatan atau adu fisik. Sedang anggota regu A yang lain tidak dapat membantu regu yang tertangkap dan berada di daerah musuh.

Dia hanya dapat menyandra musuh yang ada di daerahnya sendiri. Usaha yang dapat dilakukan adalah memecah perhatian dengan berusaha masuk daerah/rumah regu B

Biasanya anggota regu B yang lain berusaha mengusir musuh yang akan masuk daerahnya. Kelengahan itu biasanya dimanfaatkan oleh anggota yang tertangkap untuk meloloskan diri.

Kalah atau menang permainan ini adalah ditentukan banyaknya anggota regu yang dapat masuk daerah regu yang lain dan dapat selamat kembali ke daerahnya sendiri. Di Yogyakarta permainan ini disebut Robag sodor.

6. Permainan Gegedi Pacih

Permainan Gegedi Pacih (Engklek), terbuat dari lempengan kayu. Alat permainan ini ada juga yang terbuat dari biji-bijian dan dari batu. Permainan tradisional Aceh ini sering dilakukan pada saat pagi dan sore hari dimusim kemarau.

Permainan tradisional Aceh ini secara umum pesertanya adalah anak perempuan berumur sekitar 12 tahun, karena permainan ini terlalu statis (tidak terlalu banyak gerak) sesuai dengan kodrat perempuan.

Cara bermain dilakukan secara perorangan. Sarana Permainan ini adalah lapangan yang tidak berumput atau yang agak berdebu. Masing-masing peserta menggunakan sebuah lempengan papan atau balu yang berbentuk bulat/ceper (buah). Setiap permainan terdiri dari 2 – 3 orang.

Aturan Permainan;

Bintang lawan tidak boleh diinjak dan buah tidak boleh dibuang ke dalamnya. (Bintang adalah petak hak milik seseorang yang diperoleh dengan perjuangan. Pemilik bintang boleh menjatuhkan kaki keduanya di bintangnya masing-masing).

Buah dianggap sah bila lemparan memasuki petak sesuai dengan urutan yang teratur. Permainan mati bila buah keluar garis, atau salah petak, atau kaki menginjak tanah keduanya tidak pada tempat yang dibenarkan.

Buah yang dilempar tidak boleh mengenai buah lawan. Kita misalkan ada 3 pemain yaitu A, B, dan C dan gilirannyapun kita misalkan pertama=A, kedua=B dan ketiga adalah C. Pemenang adalah pemain yang paling banyak bintangnya.

7. Permainan King-Kingan

Bahasa Kluet, kata king-kingan berarti kejar-kejaran. Namun permainan itu dilakukan dalam air sambil berenang dan menyelam. Usia pemain antara 9-12 tahun

Biasanya permainan dilakukan di sungai pada sore hari setelah usai menggembala ternak, membantu orang tua atau sehabis sekolah. Kelompok pemain terdiri dua regu dengan jumlah anggota sama masing-masing ± 5 orang..

Penentuan lawan berdasar keterampilan, perimbangan kekuatan atau besar badan. Lawan tidak boleh saling bertukar. Aturan permainan adalah :

Pengejar berusaha memegang lawan. Jika berhasil memegang lawan, maka berteriak sebagai pemberitahuan bahwa berhasil memegang lawan.

8. Permainan Lehong

Lehong berarti mati (bahasa Aneuk Jamee). Permainan dilakukan di halaman rumah, masjid atau lapangan atau tempat ukuran 5×5 meter2 atau lebih, Alat utama permainan ini adalah kaleng berisi baLu, sehingga berbunyi keras apabila ter- sepak.

Sejumlah anak misal 10 orang mengadakan mufakat untuk bermain lehong. Sebelum bermain dilakukan undian. Undian ini akan mendapatkan satu orang yang dipandang kalah.

Pemain yang kalah misalnya no. 1 ditutup matanya dan menunggu kaleng yang diletakkan di tengah lingkaran. Sementara itu semua teman bersembunyi kesegala arah. Setelah sepi, maka tutup mata boleh dibuka.

Tugas pemain penjaga adalah mencari teman yang bersembunyi sambil memperhatikan kaleng itu. Misalnya no. 7 (tujuh) diketahui persembunyiannya.

Maka secepatnya no. 1 kembali ke kaleng dan menggerakkannya sambil berteriak no. 7 lehong. Maka no, 7 tidak istirahat (tidak main).

No. 1 melanjutkan pencarian. Tetapi awas, sebab pemain lain dapat dengan cepat menuju lingkaran sambil menggerakan kaleng dan berteriak no. 1 lehong. berani no. I tetap sebagai penjaga.

Kalah-menang tidak diperhatikan, namun pemain yang banyak menjadi penjaga adalah paling kalah. Permainan ini di Jawa Tengah disebut petak umpet.

9. Permainan Letep

Letep adalah sejenis permainan membidik sasaran atau menembak dengan menggunakan letep atau sumpit yang dibuat dari bambu kecil. Permainan ini dapat dilakukan dengan berdiri, berlutut, duduk atau tiarap.

Peserta permainan berumur 10 – 12 tahun dengan jumlah tak terbatas. Peralatan berupa sumpit dan anak panah + 10 buah.

Peralatan dapat disediakan oleh panitia atau peserta. Sasaran dapat berupa buah jeruk atau benda lain yang sebentuk/seukuran dan mudah ditancapi anak panah.

Cara membidik atau menembak bisa bersama atau sendiri- sendiri. Pemenang ditentukan banyaknya anak panah yang menancap pada sasaran tempat masing-masing.

10. Permainan Meu Awo

Permainan tradisional Aceh ini membutuhkan tempat yang cukup luas semacam lapangan. Pemainnya adalah anak-anak alau anak dewasa. Permainan menggunakan bola yang dibuat dari daun kelapa (meu awo=bahasa Aceh).

Kelompok pemain terdiri dua regu dengan anggota tidak terbatas (± 10 orang/regu). Pemain harus sebaya dan laki-laki atau perempuan, bahkan dapat bercampur (kadang-kadang).

Peralatan berupa bola daun kelapa dan lidi-lidi daun aren untuk pancang atau tanda-tanda di lapangan permainan. Tanda itu ada pada tempat memukul bola alau bu satu (rumah satu) bu dua (rumah dua) dan bu tiga (rumah tiga).

Cara bermain dilakukan undian untuk menentukan regu bermain dan regu penjaga. Regu bermain telah ditentukan urutan pemukul bola. Regu penjaga menentukan pula personil untuk tempat tertentu.

Urutan pertama melakukan pemukulan bola dengan tangan seperti sikap petenis memukul bola. Setelah memukul bola ia langsung lari ke bu kedua. Pemukul kedua mendapat giliran. Pada saat pemukul kedua melakukan tugas, maka pemukul pertama dapat lari ke bu ketiga. Demikian seterusnya.

Jika ada kesempatan baik, artinya bola terpukul jauh atau terlempar jauh, maka pemain dari bu tiga dapat lari atau kembali ke bu satu (rumah). Apabila dapat selamat sampai bu satu, maka mendapat point satu atau nilai satu.

Sebaliknya, pada saat pemukulan bola, atau pemain lari dari bu satu ke bu dua, atau kembali ke bu tiga dapat dikejar dan dilempar bola oleh penjaga. Jika lemparan tersebut mengenai bagian badan, maka regu bermain harus berusaha membalas melempar bagian badan anggota regu penjaga.

Jika tidak berhasil membalas maka terjadi pergantian permainan antara bermain dan penjaga. Atau pergantian permainan ini dapat dilakukan dengan membakar bu satu yaitu apabila sampai pemukul terakhir tidak seorang pun anggota regu bermain dapat kembali ke bu satu. Permainan ini hampir sama dengan permainan kasti. Permainan dipimpin seorang wasit.

11. Permainan Meukrueng-Krueng

Permainan ini adalah permainan beregu yang memerlukan ketangkasan dan kekuatan dari setiap anggota regu. Unsur kekuatan menabrak, membanting, menangkap dan menyeret adalah sangat penting. Biasanya dilakukan pada sore, malam atau pagi dan tidak pada siang hari. Pemain harus laki-laki dewasa.

Permainan tidak membutuhkan peralatan dan iringan apa pun. Permainan dapat dilakukan pada tempat lebar antara 4 – B meter dan panjang 10 – 12 meter (atau lebih).

Daerah panjang dibagi tiga yaitu daerah regu A dan daerah regu B yang dipisahkan oleh daerah bebas (daerah bebas lebih panjang; biasanya dua kali panjang daerah setiap regu).

Cara permainan : Setiap regu menunjuk pimpinan. Pemimpin mengatur siapa penyerang pertama dan pembantu-pembantunya.

Pertama salah satu anggota regu A masuk daerah bebas dengan hati-hati. Anggota regu B berusaha menangkap. Jika anggota regu A itu merasa lebih kuat, maka dia akan melayani tangkapan regu B tadi dan berusaha menyeretnya dalam daerahnya.

Namun jika anggota regu A itu merasa takut, maka lebih baik mundur, sehingga anggota regu A yang lain dan lebih kuat akan berusaha menangkap anggota regu B tersebut. Demikianlah masing-masing regu mencari kelengahan lawan

Apabila suatu ketika terjadi tangkapan satu lawan satu, maka masing-masing berusaha secepatnya dapat menyeret lawan masuk ke tempatnya. Jika terjadi demikian, maka temannya masing-masing berusaha membantu.

Dan apabila situasi sudah demikian, maka biasanya terjadi pergumulan satu lawan satu antara dorong-mendorong atau tarik- menarik. Semua berusaha menyeret atau membawa lawan masuk ke daerahnya

Anggota regu yang berhasil diseret ke daerah regu lawan, maka dinyatakan gugur dan tidak boleh melanjutkan permainan sampai ronde berakhir

Anggota regu yang tertangkap dan tidak cepat dibantu temannya, biasanya dengan cepat pula digotong masuk ke daerah musuh. Regu pemenang adalah regu yang berhasil menyandra musuh lebih banyak.

12. Permainan Peh Kayee

Meuen peh kayee (permainan dengan cara memukul kayu). Peralatan ini ada juga yang terbuai dari rotan, pelepah rumbia dan aur yang telah kering.

Permainan ini ada juga yangmenamakan meuen siuigket (menyungkit). Permainan ini tidak terikat sama sekali dengan waktu kecuali malam hari.

Istilah-istilah yang dipergunakan dalam permainan yaitu boh sungket adalah bola pertama dalam memulai permainan dengan menyungkit anak yang telah diletakkan di atas lubang yang telah disediakan dengan gagangnya sekuat mungkin ke arah lawan.

Boh Peh adalah bola kedua dimana anak diumpamakan sebagai bola sesudah dilambungkan ke atas kemudian dipukul sekuat mungkin ke arah lawan.

Sedangkan boh jeungki adalah bola ketiga, dimana anak diletakkan di atas lubang yang berukuran 5 cm, panjang 10 cm, luas 5 cm secara membujur yang sebagian berada di dalam lubang dan sebagian lagi berada di atas dan kemudian dipukul bagian atas sampai naik setelah anak ini naik dari atas lubang diusahakan untuk dipukul secara lemah, barulah dipukul yang kuat ke arah lawan.

Permainan terdiri dari dua regu. Kedua regu itu melakukan sut untuk mencari pemenang. Pemenang mendapat giliran 1 untuk memulai permainan dan yang kalah men-jadi penjaga.

Permainan ini dimainkan anak dialas 8 tahun karena permainan ini harus bisa menghitung. Permainan ini dapat dimainkan secara perorangan maupun beregu. Permainan secara perorangan dapat dilakukan oleh 2 – 3 orang (secara sendiri sendiri).

13. Permainan Ploek Darut Kleng

Ploek Darut Kleng (Kotak Jengkrik). Kotak jengkrik terbuat dari kayu dan pegangan dari kuningan. Kotak ini digunakan untuk sarana permainan adu/melaga jengkrik.

Permainan tradisional Aceh ini pada umumnya dilakukan remaja laki-laki yang berusia 8-16 tahun pada saat pagi dan sore hari pada musim selesai panen padi Sekelompok remaja, musim selesai penen ini juga disebut rnusetn peupok darut kleng atau musim adu jengkrik.

Para pemain masing-masing berkumpul pada tempat yang telah disepakati. Tempat ini biasanya pada balai/gubuk yang ada di sawah bahkan adakalanya langsung di pemantang-pemantang sawah atau tempat mereka mendapatkan jengkrik.

Sistem adu jengkrik ini dilakukan oleh remaja, bukanlah usaha peternakan, tapi merupakan rekreasi yang bersifat temporer.

Dalam penyelenggaraan permainan ini jumlah pesertanya tak dibatasi, makin ramai pesertanya makin meriah acaranya. Satu-satunya perlengkapan yang penting adalah kotak jengkrik. Sebagai sarana adu dan kelengkapan lainnya adalah bunga rumput.

Kegunaan bunga rumput ini untuk memancing emosi lawan jengkrik dengan cara menggelitik di bagian pantatnya. Jengkrik yang diadu/dilaga adalah jengkrik yang jantan.

14. Permainan Sepangkal

Kata sepangkal berarti saling menjatuhkan. Permainan tradisional ini dilakukan oleh anak berumur antara 10 – 15 tahun di daerah Alas. Peserta terdiri dari dua regu yang saling berhadapan.

Masing-masing regu terdiri dari 5-11 orang. Setiap anggota regu berhadapan dengan anggota regu yang lain dengan kekuatan besar badan atau umur yang hampir sama. Maka dapat disebut satu lawan satu

Biasanya permainan itu dilakukan pada sore hari sehabis membantu kerja orang tua atau sehabis sekolah atau sewaktu akan mandi di sungai.

Kedua regu menunjuk seorang wasit yang disegani kedua regu. Permainan itu dilakukan di pinggir sungai.

Pada garis besarnya teknis permainan satu lawan satu, saling menjatuhkan dengancara menarik atau mendorong untuk dapat menceburkan dalam sungai. Regu yang menang adalah regu yang dapat lebih banyak menjatuhkan dan memasukkan dalam sungai anggota regu lawan.