traveldraft

Permainan Tradisional Jambi; Adangan hingga Taji

Permainan Tradisional Jambi yang juga merupakan olahraga tradisional in kadang tidak mempergunakan alat apapun dan dimainkan secara beregu, baik putera maupun puteri.

PublishedApril 12, 2011

byDgraft Outline

Table of contents

Open Table of contents

1. Permainan Adang-Adangan

Adang-adangan (Hadang) adalah permainan Permainan Tradisional Jambi yang juga merupakan olahraga tradisional. Tidak mempergunakan alat apapun dan dimainkan secara beregu, baik putera maupun puteri.

Permainan adang-adangan dilakukan oleh anak laki-laki atau perempuan berusia 10 – 16 tahun, Jumlah pemain minimal 6 orang. Tidak ada alat khusus dalam permainan ini, hanya yang diperlukan tempat yang luas dan terbuka.

Tempat ini diberi petak-petak sejumlah delapan buah. Tiap petak berukuran lebih kurang tiga meter bujur sangkar. Permainan ini biasanya dilakukan pada saat turun ke sawah atau ke ladang.

Sebelum permainan dimulai, maka diadakan sut oleh ketua kelompok masing- masing. Kelompok yang menang bertindak sebagai penerobos, sedangkan yang kalah bertindak sebagai penjaga benteng.

Cara bermain, pertama-tama masing-masing anggota penghadang menempati garis melintang pada petak-petak tersebut, ketua kelompok menempati garis paling depan.

Ketua kelompok boleh berjalan atau berlari sampai ke belakang melewati garis vertikal yang ada di tengah, sedangkan penghadang lainnya hanya dibenarkan pada garis melintang yang sudah ditentukan.

Penerobos benteng berusaha memasuki benteng dengan segala taklik dan kelihaian untuk memasuki petak-petak tersebut, jika penerobos berhasil melewati petak benteng tanpa melanggar aturan mendapatkan nilai satu. Pemain melanggar aturan apabila:

  1. Menginjak garis permainan
  2. Berada di luar petak selelah yang bersangkutan memasuki benteng.
  3. Bersinggungan dengan salah satu penghadang.

Pemenang adalah kelompok yang banyak mengumpulkan nilai. Sebagai hukuman bagi kelompok yang kalah setiap anggota kelompok diharuskan menggendong setiap anggota yang menang.

2. Permainan Cari-Carian

Permainan tradisional Jambi ini disebut cari-carian karena masing-masing kelompok bertugas untuk mencari teman, saling bergantian antara yang satu dengan lainnya, yang satu menyuruk (bersembunyi) dan yang satu lagi mencari. Permainan ini dikenal di Kabupaten Sarolangun Bangko (Sarko), Kabupaten Bungo Tebo dan Kabupaten Batanghari.

Permainan cari-carian umumnya dilakukan oleh para remaja pria antara usia 10 – 18 tahun. Pesertanya berjumlah lebih kurang 20 orang yang dibagi menjadi dua kelompok dan pembagian ini harus berdasarkan musyawarah dengan mempertimbangkan keadaan usia, pisik, kecakapan, dan ketangkasan.

Permainan tradisional Jambi ini dilakukan pada waktu malam hari terang bulan purnama pada saat penduduk kampung selesai menuai padi (panen). Karena permainan ini dilakukan pada malam hari dan adakalanya memanjat pohon naik turun lurah dan bukit, maka tidak mungkin dilakukan oleh seorang wanita yang hidup di tengah masyarakat pedesaan yang serba terikat oleh adat istiadat dan agama

Alat yang dipergunakan dalam permainan cari-carian adalah selembar kain sarung pelekat berwarna hitam yang harus dimiliki oleh setiap peserta. Kain pelekat tersebut diselubungkan ke badan dengan tujuan agar badan terhindar dari rasa dingin dan berfungsi untuk melindungi diri dari kejaran musuh.

Sebelum permainan dimulai, masing-masing kelompok memilih ketua. Tugas ketua adalah menentukan dan menetapkan peraturan permainan dan batas area atau daerah mana saja yang boleh ditempuh dan dipergunakan sebagai tempat bersembunyi.

Setiap anggota harus mematuhi peraturan permainan yang telah disepakati antara ketua kelompok antara lain :

Apabila ketentuan ini dilanggar maka sanksinya :

Dalam permainan cari-carian ini, jika terjadi sampai 3 (tiga) kali berturut-turut pada kelompok si pencari maka permainan di-henti kan dan kelompok yang menang berada di atas bahu/pundak kelompok yang kalah sambil dibawa berlari-lari kecil dengan jarak tempuh 100 meter.

3. Permainan Selam-Selaman

Permainan tradisional Jambi ini dikenal di kabupaten Batanghari dan Bungo Tebo yang terletak di pinggir sungai Batanghari. Permainan selam-selaman dapat dilakukan bermain sambil menyelam di dalam air. Menyelam dalam bahasa Melayu Jambi berarti memasukkan badan ke dalam air, sedangkan selam-selaman berarti saling memasukkan badan ke dalam air secara bergiliran.

Permainan selam-selaman biasanya dilakukan pada musim panas atau musim kemarau karena pada saat itu air sungai mengalami penyusutan atau surut. Remaja yang berusia 10 tahun – 17 tahun dapat melakukan permainan ini tanpa memandang jenis kelamin.

Ada-pun jumlah pemainnya tidak ada batasnya, hanya saja harus dilakukan secara berkelompok dan setiap kelompok harus lebih dari dua orang.

Peralatan yang dipakai untuk permainan selam-selaman adalah beberapa buah mata uang logam, di mana masyarakat setempat menyebutnya uang cent atau dapat juga dipakai batu kerikil yang agak tipis.

Cara memakai atau mempergunakan uang logam tersebut adalah dengan melemparkannya ke dalam sungai yang kemudian dicari dalam air oleh para pemain dan dijadikan sebagai bukti bahwa kelompok mereka telah berhasil mendapatkannya.

Sebelum permainan dimulai lebih dulu diadakan sut, untuk menentukan kelompok mana yang harus lebih dulu melemparkan uang ke dalam sungai dan kelompok mana yang harus mencari. Masing-masing kelompok memilih ketua kelompok yang bertugas untuk mengkoordinir teman-temannya.

Kelompok yang menang duduk di alas jamban yang umumnya digunakan untuk mandi, buang air besar/kecil-dengan memasukkan kedua kakinya ke dalam air. Setelah ada aba-aba maka kelompok yang kalah terjun ke dalam sungai untuk mencari uang logam yang telah dilemparkan oleh kelompok pemenang.

Permainan dilangsungkan silih berganti melempar dan mencari di antara kelompok tersebut. Permainan berakhir jika uang logam yang disediakan sudah habis dengan kata lain tidak dapat lagi ditemui di dalam sungai.

Untuk menentukan kelompok mana yang menang dan yang kalah maka diadakan perhitungan jumlah point yang diperoleh masing-masing kelompok. Kalau dalam perhitungan terdapat angka yang sama banyak alau draw maka diadakan permainan ulang satu kali dengan mempergunakan batu kerikil yang tipis sebagai pengganti uang logam jika habis.

Sebagai hukuman bagi kelompok yang kalah adalah setiap peserta harus membawa di atas punggungnya sambil berenang semua peserta kelompok yang menang dalam jarak yang sudah ditentukan sebelumnya. Biasanya jaraknya kira-kira 100 meter.

4. Permainan Taji

Permainan tradisional Jambi ini terdapat di daerah Kabupaten Bungo Tebo, Kabupaten Sarko, Kabupaten Tanjung Jabung, Kabupaten Batanghari dan Kotamadya Jambi. Pemainnya adalah anak laki-laki berumur 7-15 tahun dengan jumlah minimal dua orang.

Alat yang dipergunakan adalah biji duren yang diberi semacam taji yang terbuat dari lempengan baja berbentuk huruf S dan Z. Ketangkasan dan kejelian merupakan ciri khas permainan ini.

Permainan ini dimulai dengan melakukan pasangan taji dengan cara melobangi biji duren untuk memasukkan tali. Kemudian taji bagian puting ditusukkan pada biji duren sehingga mata taji berada di atas.

Selanjutnya diadakan sut untuk menentukan siapa pemasang taji dan siapa yang akan menaji. Siapa yang kalah akan bertindak sebagai pemasang dan yang menang sebagai penaji.

Pemasang mengarahkan mata tajinya ke atas sambil memegang tali tersebut dengan kedua belah tangan, sedangkan penaji dengan memegang tali sambil memutar-mutarkan ke arah taji pemasang tadi dengan penuh perhitungan dan bidikan yang tepat.

Seandainya bidikan mengenai sasaran maka taji akan mengenai biji duren, tetapi jika bidikan meleset akan mengenai tanah maka penaji berganti menjadi pemasang, begitu seterusnya.

Permainan dianggap kalah apabila biji duren pecah berkeping-keping, baik sebagai penaji maupun sebagai pemasang. Sebagai sanksi pemain yang kalah tidak ada aturan tertentu, hanya kesepakatan antar pemain. Sedangkan permainan dianggap selesai jika biji duren salah satu pemain sudah habis.

Permainan ini menggunakan dua polong kayu yang sama besar dan panjang yang berbeda, yaitu induk 45 cm dan anak 15 cm. Selain itu dibuat lobang panjang 15 cm dan kedalaman 10 cm.

Pemainan tradisional Jambi ini dilakukan oleh anak laki-laki berumur antara 7-14 tahun dengan peserta minimal dua orang, pelaksanaannya di halaman yang luas.

Permainan sebelum dimulai lebih dahulu diadakan perundingan aturan permainan, yaitu :

Untuk menentukan siapa yang lebih dulu memulai permainan, maka dilakukan undian dengan jalan sut. Peserta yang menang sut yang akan memulai permainan. Ada tiga tahap permainan kak lele:

– Tahap pertama; Anak lele diletakkan di atas lubang dan pemain memegang induk lele dan mengaiskannya sekuat tenaga agar anak lele terlempar sejauh mungkin.

Selanjutnya penjaga melempar kembali anak lele di arahkan ke lubang yang di atasnya diletakkan induk lele

Apabila lemparan mengenai induk lele maka penjaga berganti menjadi pemain, tetapi jika berkelompok dilanjutkan dengan pemain selanjutnya.

– Tahap kedua; anak lele dilambungkan dan pada saat anak lele melambung di udara dipukul dengan induk lele sekuat tenaga agar terlempar jauh.

Sedangkan penjaga berusaha menangkapnya sebelum jatuh ke tanah. Jika penjaga dapat menangkap anak lele mendapat nilai.

Kemudian penjaga melempar anak lele ke arah lobang sedangkan pemain menunggu dengan memegang induk lele sambil menunggu anak lele dan siap memukul anak lele sejauh mungkin.

Selanjutnya dilakukan pengukuran dari jatuhnya anak lele sampai ke lobang dengan mengunakan induk lele.

– Tahap ketiga; anak lele diletakkan dalam lubang dengan posisi miring dengan ujungnya sedikit ke luar.

Kemudian pemain memukul ujung anak lele, saat anak lele mengangkasa pemain herusaha memukul agar anak lele terlempar jauh. Kalau anak lele dipukul satu kali penghitungan dengan induk lele dan kalau anak lele dipukul dua kali penghitungan dilakukan dengan anak lele

Apabila pukulan dapat ditangkap akan mendapat nilai bagi penjaga dan permainan dianggap mati. Pemenang akan ditentukan dengan siapa yang terlebih dahulu memperoleh jumlah nilai yang lelah disepakati.