traveldraft

Permainan Tradisional Riau, Ragam dan Jenisnya

Permainan Tradisional Riau umumnya merupakan hasil budaya manusia yang awalnya bertujuan untuk memanfaatkan waktu senggangnya.

PublishedNovember 24, 2011

byDgraft Outline

Dengan permainan yang berfungsi sebagai hiburan dan mengandung ketangkasan–ketangkasan jasmani maupun kecerdasan otak dalam mengatur strategi-kerap bisa dimanfaatkan sebagai stimulus tersendiri jika diarahkan untuk menuai hasil atau sesuatu yang positif.

Permainan rakyat biasanya bersifat kooperatif, rekreatif dan edukatif. Beberapa permainan tradisional dari Riau ini dapat dimanfaatkan untuk mengisi waktu luang Anda atau dapat menjadi hiburan alternatif di akhir pekan.

Table of contents

Open Table of contents

1. Permainan Alau Alau

Permainan alau alau ini dimainkan anak-anak laki-laki dan perempuan berusia 7 sampai 15 tahun oleh Suku Sakai di pedalaman Pulau Rangsang desa Sokap Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis.

Permainan pong alau-alau adalah suatu permainan jenis hiburan di kala malam hari dalam suasana riang gembira. Permainan ini diiringi dengan nyanyian dengan syair: “ Pong alau alau Ketipung nyaring-nyaring Buntal hawa sagu Ketipung belang ” Sekelompok anak-anak duduk dalam susunan melingkar di lantai rumah dengan langan disusun dalam keadaan tergenggam. Kemudian semuanya menyanyikan pong alau- alau dengan syair seperti di atas.

Setelah selesai satu lagu maka. genggaman tangan paling bawah akan terbuka dan ditelungkupkan di lantai sementara yang lain masih terganggam dan tersusun di atasnya. Seterusnya nyanyian di alas dinyanyikan kembali sampai seluruh tangan tertelungkup di lantai.

Selelah semua tangan dalam keadaan tertelungkup, seorang pemain bertugas tukang korek, la mengorek dengan telunjuk ke tengah-tengah susunan tangan-tangan kawannya sambil mengucapkan “ korek-korek tai ayam, bila tangan terbawah merasa telah sampai ke lantai lalu menjawab ”sampai”, kalau belum dia jawab “belum ” sambil mengorek dengan telunjuk, ia mengait-ngaitkan tangannya ke tangan teman.

Bila ada yang tak tahan hingga membuat pihak lawan ketawa maka yang ketawa langsung digelitik si pengorek sambil mereka ketawa riuh rendah bergembira. Maka permainan diulang kembali hingga mereka merasa puas dalam permainan itu.

2. Permainan Ali Oma

Nama permainan ali oma ini diambil dari nama nyanyian yang dinyanyikan pemain secara bergantian saat bermain Permainan tradisional Riau ini.

Saat zaman penjajahan, permainan ali oma telah dimainkan anak-anak di Pekanbaru dan sekitarnya yang disebut dengan “main sembunyi-sembunyian”, setelah merdeka nama permainan berubah menjadi ali oma sesuai dengan lagu pengiring permainan.

Permainan ali oma ini dilakukan anak-anak laki-laki dan perempuan berjumlah 5 sampai 20 orang, berusia 7 sampai 12 tahun oleh seluruh lapisan masyarakat

Bila anak-anak laki-laki dan perempuan berkumpul 5 orang atau lebih bersepakat untuk bermain ali oma mereka mencari tempat bermain yaitu lapangan yang agak luas, terdapat tembok atau pohon kayu yang agak besar untuk digunakan sebagai benteng dalam permainan, di sekitarnya terdapat tempat persembunyian seperti semak-semak yang tidak berbahaya. Kemudian mereka melakukan undian untuk menentukan siapa yang “jadi” dan “penyuruk”.

Undian dilakukan dengan cara “lambung uang” yaitu semua pemain menelentangkan dan menelungkupkan tangannya masing-masing secara serentak, dalam posisi berhadap-hadapan.

Mula-mula semua pemain menelungkupkan tangannya dengan saling menindih, kemudian secara serentak semua mengangkat tangan dan masing-masing saling membuka atau menutup telapak tangannya, dan dilakukan penghitungan tangan yang menutup dan yang membuka. Jumlah yang paling sedikit dinyatakan pemenang.

Dengan cara di atas yang kalah melakukan lambung uang kembali sampai jumlah yang kalah menjadi 2 orang dan dilanjutkan dengan sut. Dari hasil undian lambung uang, 1 orang dinyatakan sebagai yang kalah berperan sebagai “jadi” yaitu pencari dan peserta lainnya berperan sebagai “penyuruk” yaitu yang dicari. Pencari (jadi) menutup muka dengan menghadap ke benteng dan yang dicari (penyuruk) pergi untuk bersembunyi.

Mereka menyanyikan Ali oma secara bersahut-sahutan antara pencari dan yang dicari sebagai berikut:

Pencari/Jadi: Ali oma, Kaki pincang, Ro apa, Kon apa, Bing apa, Kak apa, Dok apa, Lah apa, Ci apa, Na apa, Si apa, Ta apa, Li apa, Pan apa, Dan apa Yang Dicari/Penyuruk: Ambio, Mata kero, Rokan, Kambing, Bing kok, Kodok, Dolah, Cina, Nasi, Si ta, Tali, Lipan, Pandan, Dandut, lico-lico Sampai pada bait terakhir maka pencari (jadi) sudah dapat melakukan pencarian.

Bila ada penyuruk yang dapat, pencari menyebut nomor penemunya satu-per satu. Nomer penemuan syah bila benteng dalam keadaan aman atau benteng tidak diserang pemain lainnya, dan nomor yang disebut duduk dekat benteng sebelum pemain lainnya ditemukan seluruhnya.

Setelah penyuruk dapat semua mereka, maka penyuruk baris berbanjar satu per-satu menghadap benteng, pencari akan menebak baris keberapa yang pertama ditemuinya. Jika benar maka yang ditebak berganti menjadi pencari (jadi) dan bila salah maka permainan diulangi kembali dengan cara seperti di atas.

Kalah-menang dalam permainan ini hanya terletak pada siapa yang mencari ialah yang kalah (tidak ada perhitungan point). Demikian permainan ini dilakukan sampai mereka sepakat untuk menghentikan permainan karena bosan atau lelah.

3. Permainan Bengkek

Permainan bengkek termasuk salah satu Permainan tradisional Riau. dengan mempergunakan buah bengkek sebagai alat permainannya. Pada umumnya permainan bengkek ini dimainkan oleh anak-anak di halaman rumah.

Permainan buah bengkek ini ketentuannya hampir sama dengan permainan kelereng. Ada 2 cara permainan buah bengkek yaitu: cara ucak dan pangkah Cara main ucak: dua orang atau lebih memasang berjajar buah bengkeknya (dengan jumlah sudah ditentukan) pada sebuah garis, dan pemainnya melempar dari jarak tertentu, apa bila buah bengkek yang paling kiri kena maka semuanya menjadi miliknya.

Cara Pangkah: dua orang atau lebih melemparkan huah bengkeknya pada sebuah garis dari jarak tertentu, pelempar dengan buah bengkek yang terdekat dengan garis adalah yang mendapat giliran pertama untuk memangkah/menembak buah bengkek lawannya

Apabila buah bengkok lawan kena maka lawannya harus membayar buah hengkek dengan jumlah tertentu, sedangkan apabila tidak kena maka dilanjutkan dengan pemangkah kedua dan seterusnya.

4. Permainan Canang

Permainan canang adalah Permainan tradisional Riau yang digemari oleh masyarakat Bunguran Barat, Pulau Tujuh, Kepulauan Riau terutama anak-anak dan telah berkembang ke kota Pekan bani dan sekitarnya yang disebut dengan main Patok lele.

Mula-mula permainan canang dilakukan anak-anak pelani dan anak-anak nelayan, di manasehari- harinya dalam melengkapi keperluan hidupnya dengan cara menikam, melempar dari berbagai bahan baku yang diperlukan. Permainan ini mengandung unsur kecerdasan, kemahiran dan hiburan bagi pemain dan penontonnya.

Permainan ini juga digemari oleh anak-anak kaum bangsawan, terutama putera-puteri Datuk yang berkuasa pada /aman kekuasaan Sultan Riau abad XVIII, sehingga main canang sangat berkembang dari masyarakat desa, kota dari seluruh lapisan masyarakat.

Dimainkan anak laki-laki saja atau perempuan saja yang berumur 7 – 20 tahun secara perorangan (2 sampai 5 orang) dan berkelompok (masing-masing kelompok terdiri 3 sampai 5 orang). Permainan canang memerlukan “induk canang”=pemukul, sepanjang 30 cm. diameter 5 cm dan “anak canang”=yang dipukul, sepanjang IX cm, diameter 172 cm.

Lapangan permainan cukup menggunakan jalur jalan baik di lembah, dilereng-lereng gunung ataupun di pantai yaitu dengan menyiapkan lubang permainan dengan ukuran 30 x 5 cm sedalam 3 – 5 cm yang dibuat secara bersama-sama, dan membuat garis batas tikam/garis benteng yaitu balas minimum jatuhnya anak canang yang dilentingkan pelaku.

Seluruh pemain akan melakukan undian dengan sut untuk menentukan urutan pelaksanaan permainan, dan bila permainan berkelompok dilakukan undian oleh masing- masing ketua kelompok. Masing-masing melakukan permainan sampai mencapai nilai gim yang sudah disepakati yaitu dari 1000 sampai 20(X).

Tahapan permainan Canang:

Saat dilakukan pemukulan anak canang yang melambung di udara, penjaga ber-siap-siap untuk menangkap anak canang, bila berhasil langsung membawanya lari dan tancapkan pada benteng sebelah garis batas, maka penjaga mendapat nilai 2 saat penjaga membawa lari anak canang pemain dapat merebutnya kembali sehingga nilai pada penjaga tinggal L Bila penjaga tidak berhasil menangkap anak canang, dilakukan pengukuran tempat jatuhnya anak canang untuk melakukan penilaian.

Pergantian pemain/pemukul berlangsung bila tidak dapat memukul anak canang can memindahkan sampai garis balas benteng dan bila anak canang dapat ditangkap oleh penjaga dan menancap-kannya pada garis balas benteng secara selamat.

Pergantian pemain dilakukan dari penjaga menjadi pemukul, dimulai dari tahap awal alau bila sudah pernah “mati” maka hanya melanjutkan pada tahapan saat permainan mati sebelumnya.

Demikianlah permainan ini dilakukan dari tahap ke tahap acara berurutan sampai mencapai nilai gim yang disepakati, Bagi pemain yang kalah harus menggendong temannya yang menang satu persatu sampai arena yang ditentukan.

Walaupun main canang tergolong permainan berbahaya tetapi permainan ini sangat diminati masyarakat, terlebih-lebih saat hari-hari besar permainan ini sering dipertandingkan.

5. Permainan Congkak

Congkak merupakan Permainan tradisional Riau yang digemari masyarakat Tanjung pinang dan sekitarnya oleh perempuan khususnya kaum ibu-ibu untuk mengisi waktu-waktu senggang mereka pada malam hari. Permainan congkak pada mulanya dimainkan oleh puteri-puteri kaum bangsawan, tetapi lambat laun permainan ini memasyarakat sampai ke semua lapisan golongan.

Main congkak biasanya dimainkan perempuan saja walaupun tidak ada larangan untuk kaum lelaki untuk memainkannya, tetapi menurut kaum lelaki main congkak adalah permainan yang membosankan sehingga pada umumnya tidak digemari oleh kaum lelaki. Jumlah pemain terdiri dari 2 orang dengan usia 18 sampai 50 tahun.

Permainan congkak membutuhkan peralatan yang disebut dengan papan congkak dan buah congkak yang terdiri dari batu-batu kecil sebesar kelingking, kulit remis, kulit siput sebanyak 49 buah per orang (setiap lubang pemain yang di hadapannya diisi dengan 7 buah congkak). Papan congkak dibuat dari kayu sedemikian rupa sehingga berbenluk perahu, dengan ukuran 50 x 20 cm, tebal 8 cm

Bila dua orang anak perempuan atau ibu-ibu sepakat melakukan permainan congkak, kemudian mereka melakukan undian dengan sut untuk menentukan urutan pelaksanaan pemain, masing-masing pemain saling duduk berhadapan.

Setiap pemain mengisi lambung yang di depan masing-masing dengan 7 buah congkak. Dan permainan dimulai dengan mengambil sebuah congkak dari lambung dan membagi-bagikan pada masing-masing lambung (termasuk lambung yang di depan lawan, kecuali mengosongkan lubang induk lawan) satu buah sesuai dengan arah jarum jam untuk setiap masing- masing pemain, serta mengisi lubang induk masing-masing pemain. Permainan akan mati bila pembagian yang terakhir lepat jatuh pada lambung yang kosong.

Demikian permainan ini sampai seluruh buah congkak habis dan telah berada pada lubang induk masing-masing pemain, dilakukan perhitungan. Bagi pemain yang mempunyai buah congkak yang paling banyak dinyatakan sebagai pemenang.

6. Permainan Gasing

Gasing merupakan permainan tradisional Riau. Pada umumnya gasing teihuat dari jenis kayu yang keras. Permainan gasing dimainkan oleh anak-anak maupun orang dewasa pada musim kemarau atau selepas panen

Gasing dimainkan dengan cara diputar atau dipusingkan dengan bantuan seutas tali yang dililitkan pada bagian atas. setelah itu gasing dijatuhkan ke muka sambil diikuti dengan larikan tali ke belakang, maka gasing tersebut akan jatuh ke tanah dalam keadaan berputar.

Didaerah Riau ada beberapa jenis gasing, antara lain: Gasing jantung dan gasing beralik Gasing jantung bentuknya agak lonjong menyerupai jantung, bagian atasnya terdapat punut dan bagian bawahnya meruncing sebagai poros ketika berputar.

Sedangkan gasing beralik bentuknya bundar agak pipih, dengan bagian atas terdapat punut dan bagian bawahnya terdapat tonjolan sebagai poros ketika berputar. Gasing beralik ini dimainkan hanya sebagai hiburan, atau hanya sekedar untuk dipusingkan saja.

Jenis gasing jantung sering dimainkan untuk pertandingan, yaitu dengan ketentuan gasing yang paling lama berputar yang menjadi pemenangnya. Selain itu ada pula pertandingan yang melakukan dengan cara gasing diadukan alau dibenturkan pada gasing lawan yang sedang berputar. Pada pertandingan gasing ini bisa dimainkan seeara individu maupun kelompok.

7. Permainan Goncang Kaleng

Goncang kaleng adalah permainan anak-anak di Pekanbaru dan sekitarnya, dilaksanakan pada waktu senggang di sore hari atau malam terang bulan sebagai permainan hiburan. Permainan tradisional Riau ini pemainnya terdiri dari anak laki-laki dan perempuan yang berusia 7 sampai 12 tahun dengan jumlah 6 sampai 20 orang, dapat dilakukan anak dari seluruh lapisan masyarakat.

Anak-anak yang ingin bermain goncang kaleng menentukan tempat permainan di mana di sekelilingnya terdapat semak-semak atau pohon untuk tempat bersembunyi serta mempersiapkan kaleng yang diisi dengan batu-batu kecil yang diletakkan pada sebuah lingkaran di tengah lapangan permainan.

Kemudian anak-anak melakukan undian dengan cara ‘uang” yaitu pengundian dengan cara menelungkupkan dan menelentangkan telapak tangan para pemain secara bersama-sama.

Yang terbanyak dalam keadaan teleniang maupun telungkup merupakan pihak yang kalah, kemudian melakukan uang kembali sampai tinggal 2 orang dan dilanjutkan dengan sut. Yang kalah dalam undian disebul “jadi” dan penjaga yang menang disebut “penyuruk”=penyerang.

Penjaga akan berdiri dekat kaleng, kemudian penyerang akan melemparkan kaleng dan secepatnya lari dan bersembunyi. Penjaga mencari kaleng dan menempatkannya pada lingkaran yang tersedia, kemudian mencari penyerang.

Bila menemukan penyerang, maka penjaga segera berlari dan menggoncang kaleng sambit menyebut namanya, maka ditemukan tersebut akan berganti menjadi penjaga=“jadi”; selanjutnya penyuruk berusaha untuk lari dan menyerang kaleng untuk segera menggoncangkannya berarti dia aman dari pencarian.

8. Permainan Kelereng Batu

Permainan kelereng batu adalah permainan rakyat masih digemari anak-anak di Pekanbaru sekitarnya. Dimainkan oleh anak-anak laki-laki dan perempuan di halaman sekolah maupun lapangan yang luas pada sore dan malam terang bulan.

Jumlah pemain antara 2 sampai 5 orang yang berusia 7 sampai 12 tahun, oleh semua lapisan masyarakat. Kelereng terbuat dari adonan semen dengan kapur, bentuknya yang bulat sebesar ibu jari kaki, atau terbuat dari batu kali, yang di bentuk sedemikian sehingga menyerupai kelereng yang sebenarnya, dan akhir-akhir ini telah menggunakan kelereng yang terbuat dari kaca sebesar telunjuk tangan saja.

Setiap pemain diwajibkan mempunyai kelereng L buah untuk satu orang. Mereka menyiapkan lapangan dengan menggaris lingkaran yang berjari-jari sekitar 5 meter (tergantung jumlah pemain), dan membuat lubang dengan diameter 12 sampai 14 cm pada tengah-tengah lapangan. Mereka memulai permainan dengan melakukan undian.

Para pemain secara bersama-sama berusaha memasukkan (menikam) kelereng dari garis batas lingkaran ke dalam lubang tengah, yang terdekat dengan lubang dinyalakan sebagai pemain urutan pertama dalam melakukan permainan dan terdekat kedua adalah sebagai pemain kedua dan seterusnya sesuai jumlah pemain.

Permainan tradisional Riau  adalah permainan memasukkan kelereng ke dalam lubang dan mengenakan kelereng lawan secara terus-menerus, kalau tidak berhasil maka dia disebut mati langkah, permainan digantikan oleh pemain selanjutnya.

Pemain yang mencapai nilai gim tertentu (sesuai dengan yang disepakati=nilai 7) maka dinyatakan menang. Setiap mengenakan kelereng lawan atau memasukkan kelereng ke lubang akan mendapat nilai masing-masing l, dan biJa dapat memasukkan kelereng ke lubang saat melakukan undian maka nilainya langsung 7.

Hukuman pada pemain yang kalah dilakukan dengan menyentik kelerengnya ke tangan pemain yang kalah atau mengambil kelereng pemain yang kalah. Permainan ini sangat digemari anak-anak sampai saat ini dan permainan sejenis banyak dijumpai pada daerah lain di Indonesia, hanya aturan mainnya yang sedikit berubah.

9. _Permainan Layang-Layang

Layang-layang juga termasuk salah satu permainan tradisional Riau. Pada umumnya layang-layang terbuat dari kertas atau kain parasut yang diberi kerangka dan dapat diterbangkan ke angkasa dengan bantuan angin setelah diikatkan pada seutas tali atau benang.

Layang-layang ini dimainkan oleh anak-anak maupun orang dewasa di tanah lapang pada musim kemarau atau selapas panen. Di daerah Riau ada beberapa jenis layang-layang antara lain: layang-layang kuwau dan sri bulan.

Layang-layang Kuwau adalah layang-layang yang terdiri dari tujuh bilah bambu yaitu: untuk sayap dua bilah, batang satu bilah dan ekor empat bilah (dua atas dan dua bilah bawah). Sayap berbentuk agak bulat sedangkan ekornya menyerupai segi tiga. Pada bagian kepala layang-layang tersebut diberi hiasan bunga-bunga dari benang wol.

Layang-layang sri bulan terdiri dari lima bilah bambu yaitu: untuk sayap dua bilah, batang satu bilah dan ekor dua bilah. Sayapnya berbentuk agak bulat sedangkan ekornya menyerupai bulan sabit. Pada bagian kepala layang-layang tersebut diberi hiasan bunga- bunga dari benang wol.

10. Permainan Lomba Kolek

Lomba kolek dimainkan oleh masyarakat Tanjungbalai Karimun, Moro, Kundur dan Batam. Biasanya Permainan tradisional Riau ini dimainkan pada musim kering pada waktu siang mulai jam 9.30 hingga jam 13.00 karena waktu itu diperkirakan angin sedang berhembus kencang, rata dan pasangpun sedang penuh yang memberikan kemungkinan besar bagi kolek-kolek itu diperlombakan.

Dahulu, lomba kolek dipertandingkan pada hari penobatan anak-anak raja ataupun keluarga istana semasa keemasan Sultan Riau abad XVII, dan sekarang menjadi permainan untuk memeriahkan perayaan 17 Agustus dan akhirnya menjadi permainan rakyat yang tetap dilaksanakan setahun sekali secara mentradisi.

Pada umumnya permainan ini hanya dimainkan oleh para nelayan yang mendiami perkampungan di tepi pantai, di manalaut adalah sarana harian mereka untuk menyambung hidup, karena itu setidak-tidaknya mereka harus memiliki kolek, jongkong, sampan ataupun perahu sebagai alat perhubungan dan fasilitas bagi kepala keluarga untuk menggarap hasil laut.

Pemain dalam lomba kolek diklasifikasikan atas 3 kelompok berdasarkan atas jumlah pelakunya yaitu kelompok kecil dengan pemain 3 orang. Kelompok sedang dengan pemain 5 orang, kelompok menengah dengan jumlah pemain 9 orang.

Permainan tradisional Riau dilakukan oleh laki-laki yang berumur 15 – 40 tahun. Pertandingan ini dilaksanakan di pinggir pantai yang terbuka baik dari laut maupun dari darat guna menampung angin yang menjadi sumber perlombaan kolek tersebut

Arena lomba dibuat dalam bentuk bujur telur, dan diberi beberapa tonggak sebagai rambu-rambu ataupun sebagai patokan ukuran kolek yang dipertandingkan adalah sesuai dengan jenis pertandingan yaitu kolek kecil mempunyai panjang 3 meter, sedang 3,5 meter dan menengah mempunyai panjang 5 meter. Kolek terbuat dari kayu yang agak ringan dan mempunyai daya apung yang baik.

Perlombaan dapat dimulai bila seluruh pemain telah siap-siap dengan koleknya. Peluit berbunyi pertanda pertandingan dimulai, seluruh pemain berusaha untuk berpacu paling cepat mengelilingi areal pertandingan dan mencapai garis finish. Yang tercepat mencapai garis finish dinyatakan sebagai juara I dan seterusnya diambil juara II dan III.

11. Permainan Lu Lu Cina Buta

Permainan tradisional Riau lu lu cina buta dimainkan oleh anak-anak di Temhilahan. Indera Hilir. Lu lu cin buta dapat dimainkan seluruh anggota masyarakat tanpa membeda-bedakan asal-usul orang tuanya. Permainan ini berupa permainan hiburan baik terhadap penonton maupun sesama pemain.

Ada dua penafsiran orang Melayu tentang perkataan lu lu Cina buta, yaitu cina buta dalam arti sebenarnya yaitu seorang Cina yang buta matanya. Penafsiran lain, orang Cina yang kawin pada perempuan Islam yang bercerai “talak tiga” yang ingin rujuk kembali dengan suaminya.

Dalam hukum Islam bila suami/isteri yang sudah talak tiga bercerai dan ingin rujuk kembali maka isteri mestinya melaksanakan kawin sementara dengan orang lain, setelah cerai dengan suami sementara itu barulah syah rujuk kembaJi dengan suami yang asal.

Perkawinan sementara ini untuk orang biasa walaupun ia diupah untuk melaksanakan hal tersebut tetap ditolaknya, maka orang Cina tersebut mau masuk Islam dan kawin sementara walaupun pekerjaannya ini menjadi buah mulut orang sekampung, ia tak peduli.

Itulah sebabnya maka kisah orang Cina itu menjadi lelucon masyarakat yang cukup populer, hingga tersebarlah kata-kata Cina buta tersebut dan akhirnya menjadi sebuah nyanyian masyarakat terutama anak-anak dan menjadi lagu pengiring permainan lu lu Cina, dengan syair :

Lu lu Cina Buta Lu banyak tai mata Lu berjalan teraba-raba Lala terantuk janda tua. (Dalam hal ini syair janda, selalu ditukar-tukar menjadi nyonya dan kuda).

Jalannya permainan :

Jumlah pemain adalah 10 sampai 30 orang yang berusia 7 sampai 10 tahun oleh perempuan dan laki-laki (campuran). Pertama-tama seluruh pemain melakukan undian dengan sut yaitu untuk pemeran Cina Buta oleh pemain yang kalah undian dan pemenang sebagai orang yang akan ditebak.

Yang menang beramai-ramai membuat lingkaran dengan cara berpegangan tangan, kemudian yang kalah mukanya ditutup saputangan berdiri di tengah-tengah para pemain dalam keadaan mala tersimpul.

Permainan dimulai, di mana pihak yang menang jalan keliling sambil melingkar menyanyi bersama-sama “lu lu cina buia” (seperti syair di atas). Selesai menyanyi, pemain duduk mencakung dalam posisi menghadap pusat lingkaran.

Kemudian Cina Buta akan meraba-raba para pemain dan menerka nama pemain tersebut. Bila Cina Buta dapat berhasil menerka nama pemain yang diraba, maka pemeran Cina buta akan diganti oleh pemain yang diterka tersebut, dan bila 3 kali berturut-turut Cina Buta tidak berhasil menerka nama pemain maka permainan dinyatakan selesai dan dapat diulang kembali dari permainan awal dengan melakukan undian.

Permainan tradisional Riau masih sering dimainkan anak-anak karena di samping bermanfaat sebagai hiburan juga menguji keterampilan para pemain.

12. _Permainan Setatak _

Setatak adalahPermainan tradisional Riau khususnya permainan anak-anak yang masih berkembang di Pekanbaru dan sekitarnya. Menurut informasi yang didapat, permainan setalak sama dengan Dore di mana bentuk dan aturan permainannya adalah sama.

Permainan setatak digolongkan dengan permainan hiburan yang dilakukan saat waktu senggang oleh anak laki-laki dan perempuan berjumlah 2 sampai 4 orang dengan usia 6 sampai 12 tahun.

Sebelum permainan dimulai, anak-anak biasanya bergotong-royong menggaris tanah untuk membuat lapangan permainannya Kemudian setiap anak akan menyiapkan ucak atau gacuk yang dibuat dari pecahan piring kemudian diasah dan dibulatkan yang digunakan sebagai penikam.

Pada permainan setatak ada beberapa urutan permainan yang akan dilaksanakan:

    1. _Ucak tikam pada petak 1 sampai petak 9 kemudian kembali ke petak 5 sampai petak l, loncat sebelah kaki sambil menjepit gacuk pada jari kaki.
  1. Ucak diletakkan di telapak tangan dan loncat sebelah kaki untuk naik lan turun lapangan. Tingkop ucak 5 kali dengan lambungan ucak di belakang telapak tangan, ucak ditangkap dengan telapak tangan.
  2. Ucak dikenakan pada lengan yang ditelentangkan dekat siku. Ajukan tangan ke muka ke samping, loncat sebelah kaki. Turunkan ueak dari tangan, sambut dengan telapak tangan itu juga.
  3. Ucak diletakkan di kepala, berjalan biasa melewati lapangan. Jatuhkan ueak dari kepala dan sambut dengan tangan.
  4. Ucak diletakkan pada belakang kaki kanan dan meloncat dengan kaki kiri. Ueak yang di belakang kaki, lambungkan ke atas, tangkap dengan tangan kanan.
  5. Ucak dipegang di telapak tangan, loncaL dengan kaki sebelah kiri.
  6. Meraba-raba ueak di petak bintang. Dengan mata terpejam, membelakangi petak bintang sampai duduk mencangkung tangan meraba-raba untuk mengambil ueak di petak bintang. Ucak dilambung sambut dengan belakang telapak tangan. Sambil membelakangi arena permainan mengambil ancang-ancang untuk menikam bintang.
  7. Ambil bintang. Bintang merupakan biji kemenangan bagi permainan setatak, petak- petak yang akan direbuti bintang-bintang.

Penentuan kalah menang dalam pertandingan ini adalah yang terbanyak memiliki bintang dari 10 petak.

13. Permainan Porok

Porok adalah Permainan tradisional Riau yang terdapat di Selat Panjang Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis serta pada lain di Kepulauan Riau. Permainan porok merupakan olahraga rakyat secara tradisional yang bersifat hiburan bagi pemain dan penonton.

Permainan porok biasanya dimainkan oleh orang-orang yang tinggal di daerah pinggiran laut yang hanyak ditanami oleh kelapa, sehingga mudah mendapatkan tempurung. Permainan ini menggunakan tempurung kelapa, di mana setiap pemain mempunyai 3 sampai 4 buah tempurung sebagai alat permainan.

Peserta permainan terdiri dari 3 sampai 8 orang secara perorangan atau beregu oleh anak laki-laki, anak perempuan maupun campuran laki-laki dan perempuan yang berusia 8 sampai 40 tahun.

Terlebih dahulu semua pemain melakukan undian. Pemenang undian berhak membawa tempurung terlebih dahulu disebut penentu. Untuk permainan perorangan, undian dilakukan dengan melerengkan tempurung permainannya secara bersama-sama ke gawang pusat yang telah disepakati bersama, yang paling dekat dengan pusat adalah orang yang pertama membawa tempurungnya kemudian diikuti orang kedua, ketiga dan seterusnya.

Untuk permainan beregu (berpehak), yaitu dengan mengadu tempurung kedua regu, tempurung yang terlentang adalah pihak pemenang (pehak lapang) dan tempurung yang tertelungkup adalah pihak yang kalah (penjaga).

Pihak yang kalah meletakkan tempurungnya pada daerah jaga, kemudian pemenangnya akan mengenakannya dengan tempurungnya sendiri dengan 3 tahapan yaitu melereng, mengareng dan merasuk. Bila dalam tahapan tersebut di atas pihak pemenang dapat mengenakan tempurung pihak yang kalah maka dia menyatakan “porok” dan sekaligus mendapat nilai.

Saat pemenang melakukan penendangan, maka pihak yang kalah akan berusaha untuk menghalang- halangi supaya gagal dan bila pihak lawan gagal maka permainannya dinyalakan mati dan terjadi pergantian peran. Demikian permainan ini berlangsung saling bergantian dan berusaha mengumpulkan nilai sebanyak-banyaknya untuk dinyatakan sebagai pemenang dalam permainan porok.

Permainan porok masih populer di daerah-daerah terpencil dan telah jarang dijumpai di kota-kota Kepulauan Riau.

14. _Permainan Tuju Lubang _

Tuju lubang adalah Permainan tradisional Riau yang terdapat di Sedanau Kecamatan Bunguran Baiat Kepulauan Riau. Permainan tuju lubang biasanya dimainkan oleh anak- anak tanggung yang bertempat tinggal di pantai ataupun yang berdekatan dengan laut.

Dimainkan oleh sesama anak laki-laki atau sesama anak perempuan yang berusia 6 sampai 20 tahun dengan jumlah 2 sampai 5 orang secara perorangan. Permainan tuju lubang dimainkan untuk mengisi kekosongan waktu bermain-main di pantai Di sana mereka hersuka ria sambil memungut kulit kerang dan siput untuk dijadikan benda permainan.

Lapangan tempat bermain disebut jembang yaitu tanah datar 3 x 1 meter dan dibuat lubang lebih kurang sebesar telur ayam sedalam 2 ruas jari telunjuk. Dari arah tempat menikam dibuat sebuah garis yang disehut garis batas tikam.

Dari situlah pemain menikam buah permainannya. Sebagai alat penikam dibuat dari benda yang lebih bagus dari benda permainan seperti kulit kerang yang mengkilap dan bagus, pecahan kaca atau uang ringgit perak.

Para pemain sama-sama meletakkan benda permainan (tagan) sejumlah yang disepakati. Kemudian dilakukan undian, masing-masing menikamkan alat penikamnya ke arah lubang. Yang paling dekat dengan lubang merupakan urutan yang terlebih dahulu melakukan permainan.

Bila tikaman pemain berikutnya mengenai penikam pemain lainnya disebut pantis, pengundian seluruhnya diulang dan bila ada beberapa orang memasukkan penikamannya ke lubang maka urutan yang digunakan adalah urutan yang terlebih dahulu memasukkan alat penikamnya.

Seluruh tagan (benda permainan) digenggam sebelah tangan, lalu dicampakkan ke lubang, tagan yang masuk ke lubang menjadi milik penikam. Tagan yang di luar lubang harus ditikam yang sebelumnya ditunjuk oleh lawan main. Bila kena maka seluruh tagan adalah milik penikam. Bila tidak kena, maka gilirannya penikam pada giliran berikutnya.

Demikianlah permainan ini dilaksanakan, setiap permainan awal dimulai dengan undian untuk menentukan urutan penikam. Menang-kaiah dalam permainan tuju lubang adalah berdasarkan jumlah tagan yang dimilikinya.

Bagi anak-anak nelayan ataupun petani yang jauh dari hiburan ataupun keramaian kota masih memainkan tuju lubang dengan memakai kulit kerang, akan tetapi para remaja yang tinggal di kota sudah memainkannya dengan mempergunakan mata uang sehingga telah merupakan judi.

Tanggapan masyarakat tentang permainan ini masih positip bila masih menggunakan kulit kerang sebagai tagan tetapi bila menggunakan uang sebagai tagan sudah meresahkan orang tua karena sudah menjadi permainan judi.