traveldraft

Kebaya dan Jawi Jangkep dalam Pakaian Tradisional Jawa

Jawa tengah, salah satu provinsi di Indonesia dengan luas wilayah 25,04 % dari Pulau Jawa. Potensi alam dan budayanya tidak diragukan lagi, luar biasa.

PublishedDecember 18, 2012

byDgraft Outline

Kebaya dan Jawi Jangkep adalah dua jenis pakaian tradisional yang dikenal baik oleh masayarakat Jawa. Orang Jawa menggunakan Kebaya dan Jawi Jangkep dalam acara-acara adat mereka, acara resmi Keraton, hingga pesta-pesta keluarga yang khidmat.

Kebaya dikenakan oleh perempuan dan Jawi Jangkep merupakan busana kaum lelaki Jawa. Keduanya tidak hanya sekedar pakaian, tapi juga telah menjelma menjadi identitas Jawa yang syarat akan makna dan nilai-nilai kehidupan

Kebaya dalam Budaya dan Pakaian Adat Jawa

Kebaya berasal dari kata abaya dalam bahasa arab yang berarti tunik panjang khas Arab. Kebaya sendiri dipercaya dibawa oleh orang Tiongkok ke Indonesia sekitar pada Abad ke 13 hingga 16 Masehi.

Sebelum tahun 1600 Masehi, kebaya hanya digunakan di kalangan kerajaan saja namun setelah belanda masuk ke Nusantara para wanita Belanda juga mulai memakai busana kebaya.

Pada masa ini kebaya mengalami modifikasi dari bahan pembuatan yang memakai sutera sampai kepada sulaman yang berwarna-warni. Sejak saat itu kebaya mulai dikenakan oleh lapisan masyarakat tidak terbatas di kalangan kerajaan saja.

Kaum perempuan Jawa biasanya memakai kebaya sebagi pakaian sehari-hari, namun kebaya juga sering digunakan pada acara-acara formal seperti upacara atau perayaan adat, pernikahan, dan event resmi lainnya.

Selain itu, masyarakat Jawa juga mengenal dua jenis kebaya yaitu kebaya pendek dan kebaya panjang. Kebaya pendek biasanya terbuat dari bahan katun polos berwarna atau brokat yang dihiasi dengan bunga sulam. Kebaya ini biasa dipakai oleh perempuan Jawa sebagai busana sehari-hari.

Jenis kebaya pendek juga dikenal sebagai kebaya Kartini. Perempuan jawa tengah biasanya memaki kebaya dengan memakai kain dengan warna senada sebagai penyambung kedua sisi kebaya di bagian dada.

Perempuan Jawa juga melengkapinya dengan kemben dan kain batik sebagai bawahan, taklupa memakai sanggul atau konde.

Kebaya panjang adalah jenis kebaya yang terbuat dari bahan brokat berwarna gelap seperti hitam dan merah tua, yang dihiasi pita emas di sekitar baju. Dalam budaya Melayu, kebaya jenis ini dikenal sebagai Kebaya Labuh; meskipun serupa, tapi tak sama.

Pemakaian kebaya Panjang sama halnya dengan kebyaa pendek, dilengkapi dengan kain jarik batik berlipat dan selendang. Kebaya panjang biasa digunakan oleh perempuan Jawa pada acara-acara resmi atau acara adat.

Khusus dalam acara pernikahan, kebaya panjang digunakan pengantin dengan dilengkapi aksesoris seperti tusuk konde emas dan untaian bunga melati yang dipasang di sanggul pengantin serta sebuah sisir yang berbentuk hampir setengah lingkaran dipakai di pusat kepala.

Nilai Filosofis Kebaya Jawa

Kebaya Jawa tidak semata-mata busana yang lazim dikenakan oleh perempuan Jawa. Di balik itu, kebaya juga menyimpan nilai-nilai moral dan nilai filosofis. Secara moral kebaya merupakan pakaian yang menyimbolkan kepribadian perempuan jawa yang patuh, lemah lembut, dan halus.

Kain jarik yang membebat tubuh sehingga membatasi gerak-gerik perempuan Jawa bermakna bahwa perempuan Jawa adalah sosok yang menjaga kesucian dirinya. Bentuk stagen bermakna bahwa perempuan Jawa adalah sosok yang mampu menyesuaikan diri.

Kebaya merupakan simbol dari pepatah jawa “ dowo ususe ” yang berarti panjang ususnya atau dapat diartikan kesabaran seorang perempuan jawa.

Kini, kebaya mengalami banyak modifikasi. Meskipun, kekinian kebaya sudah tidak lazim lagi menjadi pakaian sehari-hari hanya dipakai sehari-hari oleh wanita paruh baya.

Eksistensi kebaya masih bertahan dan terus berkembang sebagai busana khas Jawa. Kebaya saat ini juga mempunyai varian kebaya klasik dan kebaya modern.

Jawi Jangkep dalam Pakaian Tradisional Jawa

Salah satu Pakaian tradisional Jawa untuk kaum laki-laki adalah Jawi Jangkep yaitu seperangkat pakaian yang terdiri dari baju beskap dengan motif kembang-kembang, destar atau blankon yang digunakan di kepala, kain samping jarik, stagen untuk mengikat kain samping, cemila (alas kaki) dan dan keris.

Jawi Jangkep berasal dari pakaian kaum bangsawan keraton Surakarta. Berfungsi sebagai pakaian pada acara-acara keraton. sepintas, baju beskap terlihat mendapat pengaruh budaya eropa.

Nilai Filosofis Pakaian Jawi Jangkep

Sama halnya dengan kebaya, Jawi Jangkep juga disusupi symbol-simbol yang mengandung makna-makna filosofis Jawa.

Penutup kepala atau blankon bermakna bahwa laki-laki Jawa harus memiliki pikiran yang teguh dan tidak mudah terombang-ambing.

Pakaian beskap yang memilki kancing di sebelah kiri dan kanan bermakna bahwa lelaki jawa harus memperhitungkan segala perbuatan yang dilakukan dengan cermat dan hati-hati.

Kain jarik atau wiru jarik yang dipakai dengan melipat pinggiran secara vertikal dengan maksud agara jarik tidak terlepas dari wirunya. Maknanya adalah agar para lekaki jawa jangan sampai melakukukan sesuatu dengan keliru. Segala hal harus dilakukan dengan benar agar memperoleh hasil yang baik.

Keris yang dikenakan di bagian belakang pinggang bermakna bahwa manusia harus selalu bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan mampu menolak semua godaan setan yang menyesatkan manusia. Disamping keris juga menjadi lambang lelaki Jawa.