etnografi

Suku Palembang, Tradisi dan Budayanya

Kota Palembang merupakan salah satu kota di provinsi Sumatra Selatan sekaligus ibu kotanya. Lokasinya di tepi sungai Musi. Dari 12 juta penduduk kota Palembang, 40-50% adalah suku Palembang.

PublishedApril 7, 2013

byDgraft Outline

Beberapa kalangan berpendapat bahwa suku Palembang merupakan hasil dari peleburan bangsa Arab, Cina, suku Jawa dan kelompok-kelompok suku lainnya di Indonesia

Islam menjadi agama yang dianut sebagian besar orang Palembang. Sondok piyogo atau dalam bahasa Indonesia berarti “Adat dipangku, syari’at dijunjung” merupakan semboyan yang dipegang teguh oleh suku Palembang. Semboyan tersebut bermakna bahwa meskipun mereka sudah mengecap pendidikan tinggi, mereka tetap mempertahankan adat kebiasaan suku Palembang.

Dalam kesehariannya, suku Palembang berbicara dalam bahasa Palembang. Bahasa Palembang sendiri merupakan bagian atau varian dari bahasa Melayu atau sering disebut sebagai bahasa Melayu Palembang. Bahasa Palembang menggunakan dialek “o” pada akhir setiap kata.

Inilah yang membedakan bahasa Melayu Riau dan Melayu Malaysia dengan bahasa Melayu Palembang. Adapun dialek bahasa Melayu Palembang ini memiliki dua dialek bahasa, yaitu baso Palembang Alus dan baso Palembang Sari-Sari.

Ekonomi dan Sosial

Suku Palembang dibagi dalam dua kelompok, yaitu Wong Jeroo dan Wong Jabo. Wong Jeroo merupakan keturunan bangsawan dan sedikit lebih rendah dari orang-orang istana dari kerajaan zaman dulu yang berpusat di Palembang. Sementara Wong Jabo adalah rakyat biasa.

Banyak orang Palembang banyak menjadi pegawai pemerintahan. Namun ada pula yang bekerja sebagai pedagang di pasar, buruh, nelayan, guru, atau sebagai pengrajin kerajinan tangan. Luasnya ladang minyak di Palembang menjadi kekayaan tersendiri kota Palembang.

Tradisi yang telah mengakar dalam budaya suku Palembang dan telah dijalankan selama beberapa abad sebagai pedagang. Pedagang menjajakan dagangannya di atas permukaan air sungai Musi dengan menggunakan perahu.

Selain menjadi pedagang, orang Palembang juga banyak yang berhasil menduduki sektor penting di pemerintahan Sumatra Selatan, dan juga tidak sedikit yang berhasil di perantauan dalam segala bidang, termasuk menjadi pejabat pemerintahan Indonesia dan beberapa sukses menjadi artis, sedangkan yang lain juga banyak bekerja di sektor swasta dan lain-lain

Banyak orang Palembang yang masih tinggal di rumah yang didirikan di atas air. Rumah limas menjadi model arsitektur rumah khas Palembang yang kebanyakan didirikan di atas panggung di atas air untuk melindungi dari banjir.

Kekerabatan dan Pernikahan

Suami atau ayah berfungsi sebagai pelindung rumah tangga dengan tugas pokok mencari nafkah dalam sistem kekeluargaan suku Palembang. Sedangkan istri bertanggung jawab menjaga ketertiban dan keharmonisan rumah tangga. Keberhasilan seorang istri ditentukan oleh ungkapan para suami yang berkata “rumah tanggaku adalah surgaku”.

Sebuah keluarga lebih mengharapkan anak laki-laki dari pada anak perempuan. Para kakek-kakek dari kedua belah pihak menganggap cucu lelaki sebagai jaminan dan bakal negeri (memperkuat kekuatan mereka) dan negakke jurai (jaminan sebagai penerus garis keturunan mereka).

Dari sekian banyak adat yang ada dalam tradisi Suku Palembang, Tradisi pra pernikahan masih dilakukan sampai hari ini oleh beberapa kalangan. Rangkaian tradisi yang terdiri dari banyak kegiatan ini terbilang unik dan berbeda dari wilayah lainnya.

Upacara pernikahan Suku Palembang adalah pranata yang mengusung aturan dan budaya Palembang pada masa kesultanan. Dilihat dari pakaian yang dipakai, upacara Suku Palembang mengusung kejayaan raja-raja dinasti Sriwijaya.

Sesuai dengan apa yang dilakukan pada masa kejayaan dinasti Sriwijaya tersebut, masyarakat Suku Palembang mempercayai bahwa sebuah pernikahan itu ditentukan oleh keluarga besar dengan memperhatikan bibit, bebet, dan bobotnya.

Oleh karena itu, digelarlah beberapa ritual ‘Milih Mantu’ terutama oleh keluarga laki-laki dan serangkaian proses pra pernikahan pun siap digelar.

A. Madik

Sebelum diadakannya lamaran, keluarga dari pihak laki-laki melakukan prosesi Madik atau penyelidikan terhadap calon mempelai perempuan. Proses Madik ini bertujuan untuk melihat bagaimana keadaan keluarga pihak perempuan, asal-usul keluarga tersebut, juga sislsilah keluarga sebagai bentuk perkenalan.

Madik ini tidak dilakukan oleh pihak laki-laki, orang tua laki-laki secara langsung, atau bahkan oleh seluruh keluarga pihak laki-laki. Prosesi ini dilakukan oleh seorang utusan dipercaya oleh keluarga pihak laki-laki untuk memastikan bahwa perempuan yang akan dinikahi anak mereka belum dipinang oleh pihak yang lain.

B. Menyengguk

Menyengguk dilakukan jika proses Madik berjalan dengan baik. Berasal dari bahasa ‘Jawa kuno’, menyengguk berarti memasang pagar yang mengelilingi calon mempelai perempuan agar tidak diganggu oleh sengguk (sebangsa musang); sebagai bentuk kiasan dari lelaki lain.

Selain itu menyengguk juga dilakukan sebagai bentuk keseriusan yang ditunjukkan oleh pihak laki-laki terhadap keluarga calon besannya. Untuk menunjukkan keseriusan tersebut, pihak laki-laki biasanya membuat tenong atau sangkek yang terbuat dari anyaman bambu berbentuk bulat atau segi empat dengan berbalut kain batik bersulam benang emas.

Pada tenong atau sangkek tersebut biasanya diisi dengan makanan, makanan ini dapat berisi telur, terigu, mentega, dan sebagainya sesuai dengan keadaan pihak perempuan.

C. Ngebet

Setelah prosesi Menyengguk selesai dilakukan berdasarkan targetan yang dituju. Langkah selanjutnya adalah Ngebet, hal ini dilakukan dengan cara membawa iring-iringan tenong berjumlah tiga buah yang berisi terigu, telur itik, dan gula pasir ke rumah pihak perempuan.

Ngebet adalah sebuah kesepakatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak, kesepakatan ini disebut juga dengan ‘nemuke kato’. Kesepakatan ini dipertegas lagi dengan membawakan iring-iringan lain yang beisi benda berharga, seperti kain, bahan busana, atau berupa perhiasan cincin, kalung, ataupun gelang tangan dari pihak laki-laki pada pihak perempuan.

D. Berasan

Berasal dari bahasa melayu, berasa yang berarti bermusyawarah ini dilakukan secara resmi oleh kedua keluarga. Pada poin ini mulailah calon mempelai perempuan diperkenalkan pada seluruh keluarga pihak laki-laki dengan sedikit pantun atau basa-basi sebelumnya, hal ini biasa dipimpin oleh tetua.

Setelah pertemuan itu dengan suasana yang lebih santai, kedua belah pihak membicarakan tanggal yang baik untuk acara ‘ mutuske kato ’ dan memutuskan akan menggunakan apa dalam adat pernikahannya nanti, termasuk seberapa besar mahar yang diminta calon mempelai perempuan.

E. Mutuske Kato

Acara ini dilakukan dengan tujuan agar kedua belah pihak dapat memilih waktu yang tepat untuk menggelar ‘hari nganterke belanjo’ hari pernikahan. Hari pernikahan ini akan dipertimbangkan dengan melihat bulan baik dalam Islam.

Pada saat upacara ini juga pihak laki-laki membawa 7 tenong yang kemudian akan ditukarkan dengan iringan dari pihak perempuan berupa jajanan Palembang saat prosesi selesai dilakukan.

Mutuske Kato juga selesai dilakukan ketika tanggal sudah berhasil dipilih dan pihak laki-laki telah mengirimkan persyaratan adat yang telah disepakati sebelumnya.

F. Nganterke Belanjo

Prosesi ini adalah prosesi terakhir dalam acara lamaran di mana acara nganterke belanjo dilakukan oleh pihak perempuan, sedangkan pihak laki-laki hanya ikut mengirinya saja.

Pada acara ini pula pihak laki-laki akan membawakan hantaran berupa uang belanjo (uang belanja) yang dimasukkan ke dalam wadah ponjen berwarna kuning dengan diiringi buah manggis. Selain itu juga dikirimkan paling sedikit 12 nampan persiapan pernikahan yang telah disepakati di prosesi sebelumya.

Setelah dilangsungkannya serangkaian prosesi tersebut, selanjutnya adalah acara pra pernikahan yang di dalamnya juga terdiri dari banyak macam acara. Salah satunya adalah upacara Munggah, yakni acara paling puncak sebagai upacara sakral yang dilakukan untuk saling mengucap janji nikah dan meresmikan pernikahan.

Setelah acara Munggah tersebut selesai, selanjutnya akan dilakukan beberapa ritual adat seperti Kumpulan (grup) Rudat dan Kuntau, Nyanjoi, Nyemputi, dan Ngater Penganten.

Dari semua acara yang dilakukan hampir seluruhnya dilaksanakan di pihak perempuan. Pihak perempuan memilki peran dominan dalam upacara (persiapan) pernikahan, sedangkan pihal laki-laki hanya perlu menyiapkan iring-iringan dan “ ponjen uang ”, serta mengadakan upacara terakhir pasca pernikahan sebagai bentuk syukur.