traveldraft

Wayang Beber dalam Catatan Sejarahnya

Yang dipertunjukkan dalam pentas Beber adalah lembaran gambar-gambar yang melukiskan adegan-adegan ceritera. Adegan tersebut diuraikan oleh dalang secara berurutan dari awal hingga akhir suatu lakon.

PublishedMay 7, 2013

byDgraft Outline

Wayang Beber memang berbeda dengan wayang kulit dan wayang-wayang lainnya. Wayang Beber bukan suatu pentas bayangan, melainkan suatu pentas gambar. Oleh karena berkesan membeberkan gambar-gambar, maka dikenal dengan nama Wayang Beber.

Wayang merupakan salah satu kebudayaan Indonesia asli yang sudah ada sejak sebelum pengaruh kebudayaan Hindu datang. Diperkirakan wayang sudah ada di bumi Nusantara sejak empat abad Sebelum Masehi.

Dalam perjalanan jaman, teater wayang mengalami perkembangan dan makin lama makin diperkaya dengan terciptanya berbagai jenis wayang, dua diantaranya adalah Wayang Kulit dan Wayang Beber.

Yang banyak dikenal oleh masyarakat saat ini adalah wayang kulit, sedangkan Wayang Beber kurang dikenal dan makin lama makin menghilang dan termasuk langka

Dari beberapa naskah yang mengungkapkan sejarah wayang dapat diketahui bahwa Wayang Beber merupakan salah satu bentuk kesenian keraton, warisan dari zaman kerajaan Majapahit. Raja-raja Jawa yang telah beragama Islam masih tetap melestarikan kesenian ini. Misalnya pada masa kerajaan Demak. Sultan Demak pernah bertindak sebagai dalang.

Hanya saja pada zaman kerajaan Demak dilakukan pembaharuan bentuk wayang yang diprakarsai oleh para Wali. Bentuk wayang yang semula realisasi sesuai dengan bentuk tubuh manusia diubah menjadi tidak lagi sesuai dengan anatomi manusia.

Salah satu sumber mengatakan, pada zaman kerajaan Majapahit Wayang Beber menjadi sarana untuk upacara menolak bala, yaitu upacara Ruwatan. Pada zaman itu pula fungsi Wayang sudah mulai berkembang, tidak hanya untuk upacara ritual, tetapi juga menjadi pertunjukan non ritual.

Walaupun untuk pertunjukan non ritual, namun dalang akan tetap menyampaikan gagasan vital tentang kebenaran nilai tradisional. Fungsi ini tetap berjalan sampai jaman raja-raja Jawa Islam, hanya saja Wayang Beber tidak lagi dipergunakan untuk upacara Ruwatan. Sebagai gantinya upacara Ruwatan mempergunakan Wayang Purwa/Kulit.

Konon pertunjukan Beber di dalam keraton mempergunakan orkes pengiring gamelan slendro. Seorang sarjana bernama Poensen memberi kesaksian bahwa pertunjukan Wayang Beber di kalangan umum dalam abad ke 19 dan awal abad 20, kebanyakan hanya mempergunakan satu alat gamelan yaitu rebab.

Seorang sarjana barat lainnya bernama Hazeu mencatat, pertunjukan Wayang Beber dalam abad 19 dan awal abad 20 dari Gelaran tidak mempergunakan gamelan sama sekali.

Pertunjukan dapat dilakukan siang atau malam hari, kecuali malam Jum’at Kliwon karena pada malam tersebut gulungan beber harus diberi sesajen. Selama bulan puasa atau Ramadhon juga tidak diperkenankan melakukan pertunjukan. Lama pertunjukan antara satu sampai dua setengah jam dan tempat pertunjukan dapat dilakukan baik di ruang tertutup maupun terbuka atau di halaman.

Dalang Wayang Beber harus seorang pria dan keahliannya mendalang itu diwariskan turun-temurun secara lisan kepada generasi penerus, yang biasanya seorang putra dari sang Dalang sendiri. Apabila sang Dalang tidak mempunyai anak laki-laki, keahlian mendalang itu dapat diwariskan kepada salah seorang kemenakannya.

Lakon-Lakon Wayang Beber

Ada dua lakon yang masih dapat dikatakan utuh, yaitu lakon ceritera Panji yang berjudul Remeng Mangunjoyo dan Joko Kembang Kuning Nama-nama tersebut merupakan nama samaran dari Raden Panji Asmorobangun. Lakon Remeng Mangunjoyo menceriterakan pengalaman Raden Panji ketika menjadi seorang pertapa dengan nama Remeng Mangunjoyo.

Ia harus berjuang keras terlebih dahulu untuk memperoleh kembali istrinya, bernama Dewi Galuh Candrakirana alias Dewi Sekartaji yang kembali ke orang tuanya di Kraton Kediri.

Lakon Remeng Mangunjoyo terdiri dari empat babak. Setiap babak terdiri dari empat adegan yang terlukis dalam satu gulungan Wayang Beber.

Lakon Joko Kembang Kuning diperkirakan merupakan suatu gabungan dari ceritera Panji yang masih tergolong muda. Joko Kembang Kuning menceriterakan tentang pengalaman Raden Panji mengikuti sayembara dalam usahanya mencari Dewi Sekartaji.

Raden Panji menyamar sebagai putera Demang Kuning yang pandai main musik dan akhirnya berhasil menemukan Dewi Sekartaji. Walaupun Raden Panji telah menang sayembara, namun masih harus menghadapi tantangan Prabu Klana Sewandono alias Prabu Klana Dending pita, raja dari tanah seberang yang ingin meminang Dewi Sekartaji untuk dijadikan permaisuri