etnografi

Suku Abung, Suku Bangsa di Lampung

Provinsi Lampung memiliki keanekaragaman budaya. Kebudayaan yang lahir dari berbagai suku di tanah Lampung. Salah satu suku yang memiliki sejarah panjang kebudayaan di daerah Lampung adalah Suku Abung. Lokasi suku Abung di provinsi Lampung berada tepat di bagian timur laut provinsi Lampung.

PublishedJuly 5, 2013

byDgraft Outline

Suku Abung berada pada posisi di sebelah utara yang dialiri sungai Tulang Bawang, sebelah barat berbatasan dengan daerah Lampung Utara dan Barat, sebelah selatannya berbatasan dengan Selat Sunda, dan sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa.

Populasi Suku Abung di daerah tersebut adalah 500.000 jiwa. Mayoritas masyarakat Abung memeluk agama Islam. Masyarakat Abung terdapat tiga bagian kelompok yaitu: kelompok Abung, kelompok Abung Peminggir, dan kelompok Abung Pubian.

Orang Abung terkenal dengan sebutan “Masyarakat Pegunungan” serta memiliki sejarah khusus dalam perkara berburu.

Orang Abung tinggal di daerah pegunungan. Orang Abung peminggir berada dan tinggal di daerah pesisir sepanjang pantai selatan Lampung. Orang Abung Pubian berada dan tinggal di bagian timur provinsi Lampung.

Untuk percakapan sehari-hari, masyarakat suku Abung memiliki bahasa yaitu bahasa Abung yang sedikit beda dengan bahasa Melayu Riau.

Dalam kelompok-kelompok Abung terdapat sembilan marga yaitu Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupai.

Sosial dan Ekonomi Suku Abung Lampung

Aktivitas masyarakat Abung dalam hal mata pencaharian pada umumnya adalah menanam padi di ladang. Selain itu, tanaman yang biasa ditanam oleh masyarakat Abung sesudah memanen padi adalah lada (Ladar). Tanaman lada memiliki usia produktif untuk menghasilkan yang panjang yaitu 20-25 tahun.

Mata pencaharian lain yang penting bagi masyarakat Abung adalah menangkap ikan, khususnya di daerah berawa-rawa di Tulang Bawang. Kondisi tersebut merupakan bentuk alternatif karena menanam pada ladang hampir tidak memungkinkan.

Menanam lada yang menjadi salah satu mata pencaharian suku Abung merupakan kegiatan usaha mereka yang sangat produktif. Hal ini berdasarkan hasil dari menanam lada banyak memberi sumbangan besar bagi banyak aktivitas masyarakat suku Abung. Salah satu aktivitas itu adalah penyelenggaraan pesta papadon (upacara permulaan tanam) yang dirayakan meriah.

Dalam segi tata letak bangunan rumah perkampungan masyarakat Abung terdapat pola perkampungan masyarakat Abung yaitu komunitas adat (tiuh). Setiap kelompok masyarakat Abung mempunyai rumah permanen sendiri.

Rumah-rumah tersebut diisi oleh sedikit orang saja terutama orang-orang tua. Untuk lelaki dewasa dan anak-anak lebih banyak tinggal di Pemukiman musiman (Umbulan)

Pola hubungan dan sistem kekerabatan Suku Abung adalah kelompok patrilineal eksogami. Kelompok/suku yang memiliki kepala penyimbang. Penyimbang adalah seseorang yang memiliki posisi secara turun temurun dan dipegang oleh kaum pria. Dalam komunitas desa terdapat 10 kelompok/suku.

Selain itu, dalam pola pernikahan dan pola menetap masyarakat suku Abung sesudah menikah bersifat patrilokal. Dalam hal pernikahan bagi masyarakat Abung poligami adalah sesuatu hal yang diperbolehkan

Banyak orang dalam masyarakat Abung yang poligami adalah orang-orang kaya. Pernikahan sesama saudara bahkan sesama sepupu tidak diperbolehkan.

Dalam soal perceraian, menurut adat setempat tidak diperbolehkan. Apabila seorang istri meninggalkan suami maka pihak suami harus membayar denda kepada dewan adat desa.

Masyarakat Abung memiliki beragam kesenian suku diantaranya adalah tari tigel. Tari tigel merupakan tari perang kuno yang dilakukan bersama dengan penyembelihan kerbau untuk persembahan pada saat pesta besar. Masyarakat Abung juga banyak menciptakan kerajinan yaitu seni kerajinan tembikar.

Pandangan dan Prinsin Hidup Suku Abung Lampung

Dalam kehidupan masyarakat Abung sehari-hari menerapkan prinsip dan keyakinan dalam melaksanakan aktivitas sosial, keagamaan dan lain-lain. Berikut Beberapa Pandangan Hidup Suku Abung yaitu:

Piil-Pusanggiri merupakan wujud dari rasa malu masyarakat Abung saat melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri. Masyarakat Abung menjaga harga diri mereka.

Sakai Sambaian yaitu sikap masyarakat Abung yang saling gotong royong, bahu membahu dan saling tolong menolong sesama masyarakat Abung dalam bentuk apapun.

Bejuluk Beadek yaitu berdasarkan pada “Titei Gemettei” yang diwarisi turun temurun dari sejak dulu. Tata ketentuang yang selalu diikuti “Titei Gemettei” termasuk antara lain adalah menghendaki seseorang disamping mempunyai nama juga gelar sebagai panggilan terhadapnya.

Juluk-Adok adalah masyarakat Abung mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya.

Nemui-Nyimah adalah aktivitas saling mengunjungi antar masyarakat Abung untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu. Selain itu, makna lainnya adalah masyarakat Abung yang ramah dan murah hati.

Nengah-Nyampur yaitu aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis. Masyarakat Abung terbuka terhadap kemajuan dan perkembangan zaman.