traveldraft

Tari Kipas Pakarena, Tarian Sulawesi Selatan

Tari Kipas Pakarena merupakan tarian yang berasal dari Gowa-Makasar, Sulawesi Selatan. Kata pakarena sendiri berasal dari bahasa setempat yakni “karena” yang berarti main.

PublishedJuly 14, 2013

byDgraft Outline

Tarian Kipas Pakarena merupakan salah satu tradisi di kalangan masayarakat Gowa yang masih dipertahankan sampai saat ini. Masyarakat Gowa sendiri adalah masyarakat yang tinggal di daerah bekas kekuasaan kerajaan Gowa.

Kerajaan gowa berdiri sekitar abad ke 16 dan mencapai masa kejayaan di abad ke-18 kemudian mengalami keruntuhan di abad itu juga. Seluruh bagian Sulawesi Selatan merupakan wilayah kekuasaan kerajaan gowa sehingga masyarakat asli yang tinggal di daerah tersebut dikenal dengan masyarakat Gowa.

Hegemoni kerajaan Gowa yang berlangsung berabad-abad turut mempengaruhi corak kebudayaan masyarakat Gowa. Tari Kipas Pakarena merupakan salah satu bukti kekuatan tradisi masyarakat Gowa yang masih dipercaya dan dipertahankan sebagai warisan budaya yang tak ternilai harganya.

Tari kipas pakarena mencerminkan ekspresi kelembutan,kesantunan, kesetiaan, kepatuhan dan sikap hormat perempuan Gowa terhadap laki-laki. Setiap pola gerakan dalam tarian pakarena memiliki makna tersendiri.

Tarian ini diawali dan diakhiri dengan posisi duduk sebagai tanda hormat dan santun para penari. Pola gerakan memutar bermakna siklus hidup manusia yang selalu berputar. Pola gerakan memutar yang dimainkan adalah gerakan memutar searah jarum jam.

Kemudian pola gerakan naik turun melambangkan kehidupan manusia yang kadang berada di bawah dan kadang di atas,pola gerakan ini mengingatkan akan pentingnya kesabaran dan keasadaran manusia dalam mengahadapi kehidupan.

Tarian ini juga diiringi oleh kelompok musik yang dikenal dengan nama gondrong rinci. Kelompok ini beranggotakan 7 orang pemain musik yang semuanya adalah kaum pria. Tugas dari kelompok musik ini adalah mengiringi para penari dengan tabuhan gandrang sebagai pengatur irama musik dan juga memainkan alat musik tiup berupa seruling.

Selain itu kelompok pengiring ini juga harus memainkan alat musik sambil melakukan gerakan, terutama gerak kepala. Setiap hentakan dari tabuhan gandrang dari pengiring musik melambangkan watak lelaki Gowa yang keras. Keunikan lain yang dimiliki tarian ini adalah aturan bagi para penari dalam memainkan tarian ini.

Para penari tidak diperkenankan membuka mata terlalu lebar dan mengangkat kai terlalu tinggi, hal ini dikarenakan aspek kesopanan dan kesantunan sangat diutamakan dalam tarian ini. Dalam memainkan tarian ini,para penari dituntut memiliki kondisi fisik yang prima karena durasi tarian bisa mencapai dua jam dengan gerakan-gerakan yang dinamis.

Penaripa karena mengenakan baju bodo dilengkapi anting, gelang, mahkota, dan kipas sebagai properti pementasan. Kipas merupakan properti panggung yang sangat penting dalam pementasan tari pakarena Masyarakat Gowa percaya bahwa Tarian Kipas Pakarena berasal dari kisah perpisahan antara penghuni negeri kahyangan ( boting langi ) dengan penghuni bumi ( lino ) di zaman dahulu.

Sebelum perpisahan, penghuni boting langi mengajarkan penghuni bumi cara menjalani hidup dengan bercocok tanam, berburu dan beternak melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Gerakan-gerakan ini kemudian digunakan oleh penghuni lino untuk mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting langi.

Masyarakat Gowa biasanya mementaskan Tari Kipas Pakarena di acara- acara adat atau acara-acara hiburan. Akan tetapi, masyarakat Gowa tidak menganggap tarian ini hanya sebagai hiburan saja tapi juga sebagai wujud rasa syukur yang dilambangkan dengan setiap gerakan yang estetik dari tarian ini.

Selain memiliki nilai hiburan dan nilai filosofi bagi masyarakat Gowa, tarian ini juga menjadi salah satu daya tarik pariwisata bagi provinsi Sulawesi Selatan sehingga tarian ini seringkali dipentaskan dalam rangkaian acara promosi pariwisata provinsi Sulawesi Selatan.