etnografi

Suku Gumai, Suku Bangsa di Sumatra Selatan

Suku Gumai (Gumay) adalah etnis yang berdiam di sejumlah daerah di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatra Selatan. Suku Gumai terbagi ke dalam tiga kelompok kekerabatan luas (marga), yakni Gumai Talang, Gumai Lembak, dan Gumai Ulu. Dalam kehidupan sosialnya, ketiga marga tersebut hidup berdampingan dan bernaung di bawah satu adat, yakni Adat Gumai.

PublishedApril 20, 2014

byDgraft Outline

Suku Gumai diperkirankan merupakan bagian dari kelompok Deutro Malayan yang bermigrasi menuju Asia Tenggara, di mana mereka merupakan kelompok yang mendarat di wilayah pantai Sumatra sebelah timur. Sementara salah satu cerita rakyat mengisahkan bahwa orang-orang Gumai sebenarnya masih berkerabat dekat dengan suku Lampung.

Table of contents

Open Table of contents

Bahasa

Bahasa yang digunakan oleh suku Gumai, disebut bahasa Lematang. Bahasa ini sejatinya dipertuturkan oleh suku Lematang yang tinggal di bagian lain di wilayah Sumatra Selatan.

Namun meskipun suku Gumai menuturkan bahasa yang sama dengan suku Lematang, kedua suku ini diperkirakan bukan berasal dari rumpun yang sama. Suku Gumai menurut para ahli justru berkerabat dekat dengan suku Sedimadang dan Pasemah. Suku Gumai juga mengenal aksara yang disebut dengan aksara ke-ge-nge (huruf rincung ) yang juga kadang disebut sebagai Surat Ulu.

Pandangan Hidup

Hari ini, orang Gumai secara mayoritas merupakan pemeluk agama Islam tetapi mereka juga tidak melupakan tradisi nenek moyang mereka. beberapa tradisi yang berkesesuaian dengan agama Islam masih mereka pertahankan.

Misalnya Ritual Adat Sedekah, sebuah ritus yang sebenarnya sedikit banyak menggambarkan tradisi lama mereka. Dahulu ritual tersebut merupakan suatu media berkomunikasi Jurai Kebali’an (pimpinan adat Gumai) dengan Tuhan.

Orang Gumai bersifat hidup dengan cara gotong royong, baik dalam usaha pertanian maupun usaha kemasyarakatan lainnya. Seperti kelompok masyarakat lainnya yang telah hidup dan menetap dalam jangka waktu yang lama, suku Gumai ini termasuk suku-bangsa yang hidup secara nomaden untuk mencari lahan baru bagi usaha perladangan mereka dan juga kegiatan berburu.

Mereka juga telah bercocok tanam dan melakukan usaha-usaha peternakan serta perkebunan. Saat ini orang Gumai telah banyak melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya.

Pemerintahan Adat Suku Gumai

Suku Gumai terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan genealogi dan teritori, yakni Gumai Talang, Gumai Lembak, dan Gumai Ulu. Masing-masing kelompok (bisa disebut Marga), dipimpin oleh seorang “Jurai Kebali’an” atau kepala suku.

Jurai Kebali’an adalah pewaris dan penerus silsilah Gumai menurut garis keturunan laki-laki ( patrilinial ). Tugas seorang Jurai kebali’an, terutama sekali adalah mendengar, menerima dan memperhatikan keluh kesah dan permohonan rakyat. Serta mendengar laporan-laporan dari Jurai Tue mengenai perkembangan kondisi kehidupan rakyatnya.

Selain itu ia juga bertugas untuk memanjatkan do’a selamat, murah rezeki, kesehatan dan kesejahteraan kepada Ukhang Kelam (sebutan adat untuk Allah SWT atau Yang Maha Ghaib) dalam satu upacara adat.

Seorang Jurai Kebali’an juga berperan mendamaikan setiap perselisihan dengan jalan memberikan keadilan berdasarkan kebijaksanaan, kearifan dan pandangan kerohaniannya.

Singkat kata, Jurai Kebali’an merupakan sumber hukum tertinggi di lingkungan adat Gumai. Menjadi tempat bertanya, mengadu, penyampai doa, serta tempat meminta keputusan. Pandangan kerohanian inilah yang membedakan tugas antara Jurai Kebali’an dengan Jurai Tue dan Mimbar.

Posisi dalam struktur adat Gumai yang lain adalah “ Jurai Tue ”, atau bisa disebut kepala Dusun. Tugasnya adalah mengurus seluruh kepentingan rakyat dusunnya, serta menyelesaikan persengketaan-persengetaan kecil di antara rakyatnya. Bila suatu permasalah tidak terselesaikan atau tidak ada jalan keluarnya, maka permasalah tersebut akan disampaikan kepada Jurai Kebali’an.

Tiap dusun memiliki Jurai Tue-nya sendiri-sendiri. Tugas Jurai Tue, beberapa di antaranya adalah mengurusi masalah bercocok tanam, mencari hutan baru untuk berladang, mengurusi kematian, kelahiran, perkawinan, kesehatan, dan perumahan.

Sementara posisi penting lainnya di dalam struktur adat Gumai adalah “ Mimbar ”. Mimbar merupakan suatu kelompok yang dipilih secara khusus yang bertugas sebagai pengawal pribadi Jurai Kebali’an. Dalam menjalankan pekerjaannya, mereka dapat bertugas sebagai kurir (utusan), sekretaris pribadi dan peran lainnya.

Segala sesuatu yang berkenaan dengan penjagaan keamanan dan keperluan Jurai Kebali’an. Pada seluruh wilayah Gumai hanya ada 8 anggota Mimbar. Mimbar bergerak/bertugas hanya atas perintah (ataupun segala inisiatif/kehendak hatinya mendapat restu) dari Jurai Kebali’an

Berkenaan dengan adanya konsep ‘pemerintahan’ dan ‘marga’, di dalam kehidupan sosial orang Gumai, terdapat dua pimpinan yang hidup berdampingan. Di antara Kepala Suku atau Jurai Kebali’an atau Imam, dan Kepala Marga atau Depati atau Pasirah.

Perbedaan pokok dari Jurai Kebali’an dan Kepala Marga adalah bahwa Jurai Kebali’an tetap menguasai seluruh suku dan tidak terpengaruh oleh wilayah pemerintahan. Sementara Kepala Marga hanya menguasai Marga-nya saja. Perbedaan lainnya adalah bahwa Kepala Marga dipilih berdasarkan pemilihan, sementara Kepala Suku berdasarkan keturunan.