traveldraft

Mengenal Ragam Tarian Sulawesi Selatan

Tarian Sulawesi Selatan sedikitnya berjumlah 316 jenis tari : Jika angka itu bulat, maka 98 di antaranya milik orang Bugis, 66 milik orang Makasar, 116 milik orang Mandar, dan 36 milik orang Toraja.

PublishedSeptember 25, 2015

byDgraft Outline

Sulawesi Selatan didiami oleh beragam suku bangsa. Yang terbesar—tanpa bermaksud mengesampingkan suku lainnya—adalah Bugis, Makasar, Mandar, dan Toraja.

Masing-masing memiliki bahasa dan seni tari sendiri. Namun demikian, di luar Sulawesi Selatan, semua suku bangsa itu kerap digolongkan sebagai Bugis-Makasar.

Tarian Sulawesi Selatan ini banyak dipentaskan pada acara- acara adat dan juga acara-acara hiburan. Akan tetapi, sebagai seni pertunjukan, tarian ini tidak selalu dianggap hanya sebagai hiburan, tetapi ada anggapan tarian sebagai wujud rasa syukur yang mendalam.

Table of contents

Open Table of contents

Tarian Sulawesi Selatan; Tarian orang Bugis

Orang Bugis menyebut tarian upacara sebagai pajaga atau jaga dan untuk tarian hiburan tarian pajogeq atau katia. Pada umumnya, gerakan penari pada tarian Bugis lebih cair dan dinamis.

Pola lantainya pun meluas, turun-naik seperti gerak ombak. Peluasan, ketegakan, dan gelombang dipertegas dalam rancangan busana dan tata rias penari. Baju Bodo (kebaya lengan pendek) yang dipakai penari dikanji hingga kaku (tokko), dan sisiran bagian pinggir rambutnya diminyaki dengan perekat hitam (daddasa) hingga membentuk garis lengkung dan gelombang di atas alisnya.

Tari Pajogeq adalah tarian Sulawesi Selatan yang dikenal di seluruh wilayah tempat orang-orang Bugis tinggal, terutama di Watampone dan sekitar pantai timur sulawesi selatan. Namanya berasal dari akar kata joget, menari.

Pajogeq memiliki banyak jenis, diantaranya Pajogeq Makkunrai yang ditarikan oleh para perempuan dan Pajogeq CalabaiI yang dibawakan oleh para hamba. Pajogeq Makkunrai dikelompokan menjadi tarian keraton yang hanya ditarikan oleh putri-putri bangsawan ( Pajogeq Andi ) dan yang kedua dipentaskan di luar keraton oleh para hamba ( Pajogeq Ata ). Ragam yang paling berkembang adalah jenis tari kedua.

Di masa lampau, orang-orang terkenal setempat—keturunan bangsawan dan orang kaya—diundang ke pentas majogeq. Di luar keraton, Pajogeq biasanya dipentaskan sebagai hiburan pada pesta perkawinan, pasar raya, dan sebagainya.

Pementasan biasanya dimulai dengan sebuah tari yang dibawakan beberapa pasang penari dipimpin oleh seorang perempuan lanjut usia ( indok Pajogeq ). Tarian ini memungkinkan penonton bergabung menari atau meminta tari dan lagu untuk dibawakan penari. Pertunjukan dimulai pada pukul tujuh petang dan baru berakhir pukul enam pagi keesokan harinya.

Tarian Sulawesi Selatan; Tari dari Mandar

Ciri khas tarian orang Mandar adalah “bentuk bulat”, terlihat dalam tata rias, busana, dan pola lantai menari—wajah penari yang dianggap ideal juga bulat. Hal ini dipertegas oleh potongan leher baju pokko, anting-anting delima yang besar dan bulat ( subang dalima ) dan jalinan rambut yang sangat bulat.

Tema tari di Mandar Hulu berasal dari bunia burung, kerbau, dan serangga. Sedangkan tari di wiliayah pesisir berasal dari kehidupan laut; kepiting, ikan, udang, dan bangau. Tema tari tercermin dalam nama, gerak, dan lirik tari, serta busana dan perhiasan. Orang Mandar menyebut tari-tarian upacara sebagai Malluya atau sayo dan tarian hiburan sebagai Bondesan.

Tarian Sulawesi Selatan; Tarian orang Toraja

Istilah Toraja untuk tari adalah gelluq, pagelluq, atau burake. Ciri utama tari Toraja adalah gerak kaki. Penari melangkah pendek-pendek sehingga gerak majunya hampir tidak tampak.

Kaki tampak terpaku di tanah sementara tubuhnya, terutama lengan, tampak terentang ke samping dan ke atas. Tiap gerakan membentuk pola segitiga terbalik. Pagelluq adalah tarian yang berawal sebagai tari pujian kepada Tuhan. Kini tari ini juga berfungsi sebagai dasar penataan gerak untuk hiburan belaka.

Tarian Sulawesi Selatan; Tarian Orang Makasar

Orang Makasar menyebut tari upacara sebagai sere dan untuk tari-tarian hiburan disebut pakarena—karena, berarti main. Tari Makasar ditandai oleh perbedaan antara gerak dan irama: penari perempuan bergerak tanpa mengindahkan tempo genrang (gendang dua sisi khas Makasar).

Gerak pinggang jarang, tubuh penari harus tetap tegak selama menari. Kaki harus terpaku di tanah, mata terpusat ke tanah di depan. Gerak tangan dan perhiasan penari diarahkan ke langit dan bumi. Demikian pula rancangan alat musik, busana, dan perhiasan mengikuti garis tegak. Contohnya pakaian lengan panjang yang dikenakan penari, kalung panjang, dan jalinan rambut simpoleng patinra yang khas karena berdiri tegak.

Tari Pakarena adalah tarian Sulawesi Selatan yang berasal dari Gowa-Makasar. Konon, tarian ini diperkenalkan di keraton oleh bidadari yang turun ke bumi untuk mengajari para perempuan mengenai seni kewanitaan.

Tari ini juga menjadi tari pemujaan untuk memanjatkan syukur kepada dewata yang telah mengajari cara hidup. Tiga sampai lima perempuan menyanyi sambil membawakan tari anggun ini yang berirama lambar dan diiringi dua gendang atau gondrong rinci yang terdiri dari 7 orang pemusik.

Tari Pakarena juga dikenal sebagai Tarian Kipas Pakarena, karena penarinya membawa kipas sebagai pelengkap dalam tariannya. Tari ini mencerminkan ekspresi kelembutan, kesetiaan, kepatuhan, kesantunan, dan sikap hormat perempuan. Setiap pola gerakan dalam tariannya memiliki makna tersendiri.

Misalnya posisi duduk sebagai bentuk gerakan hormat dan santun para penari. Gerakan memutar sebagai lambang siklus hidup manusia. pola gerakan Tari Pakarena ini jika diperhatikan memang memiliki banyak makna yang berhubungan dengan kehidupan manusia.