traveldraft

Masjid Agung Banten dan Sepenggal Kisah di Dalamnya

Masjid ini dibangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati, sekitar tahun 1552-1570 M. Masjid ini memiliki halaman yang luas dengan taman yang dihiasi bunga-bunga flamboyan.

PublishedSeptember 21, 2016

byDgraft Outline

Mendengar Banten maka ingatan kita seperti terpanggil pada cerita sejarah. Di beberapa buku sejarah sering sekali dijelaskan mengenai pengaruh ajaran Islam di kota ini. Banten Lama, begitulah sering orang menyebutkan lokasi bersejarah ini.

Seorang Sultan bernama Sultan Maulana Hasannudin adalah sultan yang begitu dikenal karena beliaulah yang pertama kali menyebarkan agama Islam di Banten. Masjid Agung Banten merupakan situs bersejarah peninggalan Kesultanan Banten.

Pada hari-hari tertentu, misalnya Maulid Nabi Muhammad SAW, masjid ini dipenuhi oleh ribuan peziarah dari berbagai daerah, seperti daerah Banten, Jakarta, Bekasi, Bogor, Purwakarta, Sukabumi, hingga Bandar Lampung.

Sejarah pendirian Masjid Agung Banten berawal dari instruksi Sultan Gunung Jati kepada anaknya, Hasanuddin. Konon, Sunan Gunung Jati memerintahkan kepada Hasanuddin untuk mencari sebidang tanah yang masih “suci” sebagai tempat pembangunan Kerajaan Banten.

Setelah mendapat perintah ayahnya tersebut, Hasanuddin kemudian shalat dan bermunajat kepada Allah agar diberi petunjuk tentang tanah untuk mendirikan kerajaan. Konon, setelah berdoa, secara spontan air laut yang berada di sekitarnya tersibak dan menjadi daratan.

Di lokasi itulah kemudian Hasanuddin mulai mendirikan Kerajaan Banten beserta sarana pendukung lainnya, seperti masjid, alun-alun, dan pasar. Perpaduan empat hal: istana, masjid, alun-alun, dan pasar merupakan ciri tradisi kerajaan Islam di masa lalu.

Masjid pertama yang dibangun adalah Masjid Agung Banten Lama yang sampai hari ini masih terjaga dengan baik. Masjid agung ini merupakan simbol kejayaan Islam saat itu.

Di masjid tersebut banyak aktivitas yang bisa kita lakukan, seperti berziarah, mendapati bukti-bukti sejarah, menikmati arsitektur masjid yang cukup tersohor. Keunikan arsitektur Masjid Agung Banten terlihat pada rancangan atap masjid yang beratap susun lima, yang mirip dengan pagoda Cina.

Konon, masjid yang dibangun pada awal masuknya Islam ke Pulau Jawa ini desainnya dirancang dan dikerjakan oleh Raden Sepat. Ia adalah seorang ahli perancang bangunan dari Majapahit yang sudah berpengalaman menangani pembangunan masjid, seperti Demak dan Cirebon.

Selain Raden Sepat, arsitek lainnya yang ditengarai turut berperan adalah Tjek Ban Tjut, terutama pada bagian tangga masjid. Karena jasanya itulah Tjek Ban Tjut memperoleh gelar Pangeran Adiguna.

Kemudian pada tahun 1620 M, semasa kekuasaan Sultan Haji, datanglah Hendrik Lucaz Cardeel ke Banten, ia seorang perancang bangunan dari Belanda yang melarikan diri dari Batavia dan berniat masuk Islam.

Kepada sultan ia menyatakan kesiapannya untuk turut serta membangun kelengkapan Masjid Agung Banten, yaitu menara masjid serta bangunan tiyamah yang berfungsi untuk tempat musyawarah dan kajian-kajian keagamaan.

Hal ini dilakukan sebagai wujud keseriusannya untuk masuk Islam. Karena jasanya tersebut, Cardeel kemudian mendapat gelar Pangeran Wiraguna.

Menara menjadi ciri khas Masjid Agung Banten. Terletak di sebelah timur masjid, menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian sekitar 24 meter, diameter bawahnya sekitar 10 meter.

Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus Anda tapaki melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Dari atas menara ini Anda dapat melihat pemandangan sekitar dan perairan lepas pantai karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 km.

Dahulu tempat ini selain digunakan untuk mengumandangkan azan juga sebagai tempat menyimpan senjata dan menara pengawas perairan. Ketelitian arsitektur yang dibuat Belanda ini bahkan bisa dilihat dari pintu masuk. Pintu masuk Masjid di sisi depan berjumlah enam yang berarti Rukun Iman.

Enam pintu itu dibuat pendek agar setiap jamaah menunduk untuk merendahkan diri saat memasuki rumah Tuhan. Jumlah 24 tiang masjid menggambarkan waktu 24 jam dalam sehari.

Maka menjadi pilihan yang paling direkomendasikan jika anda datang ke Banten adalah berkunjung ke masjid yang terletak di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Propinsi Banten, Indonesia. Masjid Agung Banten ini berada sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang.

Pengunjung dapat menuju lokasi dengan kendaraan pribadi atau naik bus. Dari Terminal Pakupatan, Serang, Pengunjung dapat melanjutkan perjalanan dengan bus jurusan Banten Lama atau dapat juga mencarter angkot. Perjalanan dari Terminal Pakupatan, Serang, menuju ke lokasi masjid memerlukan waktu sekitar setengah jam.

Adapun beberapa pilihan aktivitas lain di luar masjid, wisatawan lokal maupun mancanegara dapat memilih beberapa lokasi. Lokasi terdekat adalah bekas kerajaan yang berdiri tepat di samping masjid dan sekarang tinggal puing-puingnya.

Pilihan aktivitas yang dapat diakses oleh pengunjung

A. Museum Kepurbakalaan Banten Lama

Museum ini dapat memberikan gambaran garis besar kepada Anda tentang sejarah dan kehidupan Kesultanan Islam Banten. Ada ruang pajang dengan beragam artefak dari masa Banten Lama, termasuk saluran air terakota prasarana pengaliran dari Tasik Ardi hingga ke Istana Surosowan. Temukan juga meriam Ki Amuk yang berprasasti huruf Arab. Museum ini buka dari Selasa-Minggu.

B. Situs Istana Keraton Kaibon

Situs Istana yang konon merupakan tempat tinggal Ratu Aisyah, ibu dari Sultan Syaifudin. Reruntuhannya masih dapat dinikmati. Di samping istana terdapat kanal dan pepohonan besar, dimana bisa Anda bayangkan keindahan istana ini dengan kanal trasportasi air sebelum dihancurkan Belanda tahun 1832.

C. Situs Keraton Surosowan

Dikenal juga dengna nama Gedung Kedaton Pakuwan yang dibangun Maulanan Hasanuddin, berupa sisa reruntuhan, tumpukan batu bata merah, dan batu karang masih tampak membentuk sebuah bangunan keraton.

Reruntuhan keraton ini seluas sekitar 3,5 hektar dan dulunya merupakan tempat tinggal sultan Banten yang dibangun tahun 1552. Tempat ini dihancurkan Belanda pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1680.

Sempat diperbaiki namun kemudian dihancurkan kembali tahun 1813 karena sultan terakhir yaitu Sultan Rafiudin, tak mau tunduk kepada Belanda.

D. Menara Pacinan Tinggi

Menara ini awalnya ini adalah kawasan Masjid Pacinan Tinggi, namun saat ini hanya tersisa menaranya saja. Diperkirakan berdiri sebelum Masjid Agung Banten dan memiliki konstruksi bata dan karang.

E. Vihara Avalokitesvara

Salah satu vihara tertua di Indonesia dan keberadaan diyakini sebagai bukti harmonisasi penganut agama yang berbeda saat itu. Bangunan ini merupakan tempat peribadatan umat Budha pada masa awal yang lokasinya tidak jauh dari Benteng Speelwijk.

Di dalamnya Anda dapat menikmati suasana sejuk dengan banyak pepohonan rindang juga tempat duduk yang nyaman untuk beristirahat. Di bagian koridor vihara yang menghubungkan bangunan satu dengan yang lainnya terdapat relief cerita Ular Putih yang dilukis warna-warni.

F. Benteng Speelwijk

Terletak tepat di depan vihara Avalokitesvara. Benteng Spellwijk dulunya digunakan sebagai menara pemantau yang berhadapan langsung ke Selat Sunda, sekaligus tempat ini berfungsi sebagai penyimpanan meriam dan alat pertahanan.

Dahulu Belanda menggunakan tenaga orang China untuk membangun benteng ini. Berdiri 1585 dengan menara intai kini akibat pendangkalan tepi laut membuat lokasinya seakan terpisah dari pantai.

Benteng ini memiliki parit di sekelilingnya. Areal luas di dalam benteng ini menjadi lapangan bola penduduk sekitar. Temukan juga kompleks makam Belanda ( kerkhof)”). tak jauh”). dari kompleks ini.

Di sini Anda dapat merasakan suasana benteng sambil naik ke atasnya untuk memandang pesisir pantai dan kapal nelayan. Kedai es kelapa muda menggiurkan ada di sekitarnya sanggup memuaskan dahaga Anda setelah berkeliling di Banten Lama.

Dengan banyaknya pilihan lokasi wisata di sekitaran Masjid Agung, rasanya tidak salah jika tempat ini menjadi tempat paling direkomendasikan, jika anda datang berkunjung ke Banten.